Gabriel José de la ConcordiaGarcía Márquez (pengucapan bahasa Spanyol: [ɡaˈβɾjelɣarˈsi.aˈmarkes], 6 Maret 1927 – 17 April 2014) adalah seorang novelis, jurnalis, penerbit, dan aktivis politik Kolombia. Ia dilahirkan di kota Aracataca di departemen Magdalena, tetapi hidupnya kebanyakan dijalaninya di Meksiko dan Eropa. Saat ini ia banyak menghabiskan hidupnya di Mexico City.
García Márquez secara umum dipandang sebagai tokoh utama dari gaya sastra yang dikenal sebagai realisme magis.[6] Sementara banyak dari tulisannya menampilkannya, kita tidak dapat mengategorikan semua tulisannya dalam gaya ini.
Karya besarnya yang pertama adalah Kisah tentang Seorang Pelaut yang Karam (Relato de un náufrago), yang ditulisnya sebagai cerita bersambung surat kabar pada 1955. Buku ini menceritakan kisah nyata tentang sebuah kapal karam dengan mengungkapkan kenyataan bahwa kehadiran barang-barang gelap di sebuah kapal Angkatan Laut Kolombia, yang membuat kapal itu kelebihan muatan, telah ikut menyebabkan karamnya. Hal ini menimbulkan kontroversi publik karena cerita itu membantah laporan resmi mengenai kejadian sekitar kecelakaan itu, yang mempersalahkan badai dan mengagungkan si pelaut yang selamat. Cerita ini menjadi awal dari pekerjaannya sebagai koresponden asing karena García Márquez menjadi semacam persona non grata untuk pemerintahan Jenderal Gustavo Rojas Pinilla. Kisah ini kemudian diterbitkan pada 1970 dan dianggap oleh banyak orang sebagai sebuah novel.
Beberapa karyanya digolongkan sebagai fiksi dan juga non-fiksi, khususnya Kronik tentang Maut yang telah Diramalkan (Crónica de una muerte anunciada) (1981), yang mengisahkan cerita pembunuhan balas dendam yang direkam dalam koran-koran, dan Cinta di Kala Wabah Kolera (El amor en los tiempos del cólera) (1985), yang didasarkan secara bebas pada kisah berpacaran orangtuanya. Banyak dari karya-karyanya, termasuk kedua buku di atas, berlangsung dalam "alam García Márquez", yang tampil kembali dari buku ke buku dalam bentuk tokoh-tokohnya, tempat-tempat dan kejadian-kejadiannya.
Novelnya yang terkenal, Seratus Tahun Kesunyian (Cien años de soledad) (1967; terjemahanbahasa Inggris oleh Gregory Rabassa1970), telah terjual lebih dari 10 juta eksemplar. Novel ini mengisahkan kehidupan tentang sebuah desa Amerika Selatan yang terasing di mana kejadian-kejadian aneh digambarkan sebagai hal-hal yang biasa. Cerita ini jelas mengandung kenyataan yang magis, tetapi lebih dari itu, karena juga merupakan sebuah refleksi filsafati tentang hakikat waktu dan keterasingan. Sejumlah kritikus mengatakan bahwa buku ini kurang mengandung sifat cerita rakyat, yang merupakan prasyarat dari realisme magis, karena itu tidak dapat dikategorikan demikian. Namun, tidak segala sesuatu yang aneh dan tidak dapat dijelaskan harus digolongkan sebagai cerita rakyat; sebagian daripadanya semata-mata menggambarkan kehidupan sehari-hari. Nilai novel ini terletak bukan hanya dalam penggunaan realisme magisnya yang inovatif, tetapi juga penggunaan bahasa Spanyolnya yang indah. Buku ini adalah sebuah tulisan epos yang merentang selama beberapa dekade dalam kehidupan sebuah keluarga yang besar dan kompleks.
Sebuah tema umum dalam tulisan-tulisan García Márquez adalah studi tentang usia lanjut dan kematian. Banyak dari karyanya mengandung gambaran tentang usia lanjut, kematian, dan penguburan. Visinya tentang degenerasi kehidupan sangat luar biasa intuitifnya. Namun, kuasa kehidupan dan keinginan untuk mengatasi semuanya itu juga tidak kurang.
Pada 1999, ia didiagnosis menderita kanker kelenjar getah bening. Kejadian ini mendorongnya untuk mulai menulis memoarnya. Pada 2000, sebuah harian Peru, La Republica memberitakan bahwa ia telah meninggal dunia.
Pada 2002, ia menerbitkan memoarnya Vivir para contarla (Hidup untuk Menceritakan Kisahnya) jilid pertama dari otobiografinya yang direncanakan terbit tiga jilid. Buku itu laku keras di dunia berbahasa Spanyol. Terjemahan bahasa Inggrisnya oleh Edith Grossman diterbitkan pada November 2003 dan juga laku keras. Pada 10 September2004, harian Bogotá El Tiempo mengumumkan sebuah novelnya yang baru, Memoria de mis putas tristes (Kenangan para Pelacurku yang Berduka), sebuah kisah cinta yang diterbitkan pada bulan berikutnya, Oktober 2004, dengan cetakan pertama satu juta eksemplar.
García Márquez juga dikenal karena persahabatannya dan dukungannya yang kuat terhadap Fidel Castro. Ia pun pernah mengungkapkan simpatinya terhadap sejumlah kelompok revolusioner Amerika Latin, khususnya pada tahun 1960-an dan 1970-an. Ia juga kritis terhadap situasi politik di Kolombia. Meskipun ia banyak dituduh oleh anggota-anggota pemerintah Kolombia beberapa dasawarsa yang lalu, tidak ada bukti bahwa ia pernah secara terbuka mendukung kelompok-kelompok gerilya seperti FARC dan ELN yang beroperasi di Kolombia. Sejak awal tahun 1980-an, García Márquez sesekali pernah menjadi fasilitator yang tidak menonjolkan diri, biasanya bersama dengan Fidel Castro, dalam sejumlah perundingan antara pemerintah dan kaum gerilya.
García Márquez adalah ayah dari sutradara TV dan film Rodrigo Garcia. García Márquez meninggal karena pneumonia di usia 87 tahun pada 17 April 2014 di Mexico City.[7][8]
^[2]Diarsipkan 2014-05-10 di Wayback Machine." At the university in Bogotá, I started making new friends and acquaintances, who introduced me to contemporary writers. One night a friend lent me a book of short stories by Franz Kafka. I went back to the pension where I was staying and began to read The Metamorphosis. The first line almost knocked me off the bed."
^ ab[3]Diarsipkan 2014-05-10 di Wayback Machine."I had never read Joyce, so I started reading Ulysses. I read it in the only Spanish edition available. Since then, after having read Ulysses in English as well as a very good French translation, I can see that the original Spanish translation was very bad. But I did learn something that was to be very useful to me in my future writing—the technique of the interior monologue. I later found this in Virginia Woolf, and I like the way she uses it better than Joyce."
^[4]Diarsipkan 2014-05-10 di Wayback Machine."I'm not sure whether I had already read Faulkner or not, but I know now that only a technique like Faulkner's could have enabled me to write down what I was seeing. The atmosphere, the decadence, the heat in the village were roughly the same as what I had felt in Faulkner. It was a banana-plantation region inhabited by a lot of Americans from the fruit companies which gave it the same sort of atmosphere I had found in the writers of the Deep South. Critics have spoken of the literary influence of Faulkner, but I see it as a coincidence: I had simply found material that had to be dealt with in the same way that Faulkner had treated similar material."
^Kurnia, Anton (2019). Ensiklopedia Sastra Dunia. Yogyakarta: Diva Press. hlm. 108. ISBN978-602-391-662-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)