Wilhelm Bodewin Johann Gustav Keitel (pelafalan dalam bahasa Jerman:[ˈkaɪ̯tl̩]; 22 September 1882 – 16 Oktober 1946) adalah seorang Marsekal Lapangan asal Jerman dan merupakan Panglima Angkatan Bersenjata Jerman dan pemimpin militer senior Jerman selama Perang Dunia II. Keitel didakwa telah menandatangani sejumlah berkas kejahatan dan secara langsung memimpin sejumlah kejahatan perang Jerman selama Perang Dunia II.
Meningkatnya kekuasaan Keitel didalam Wehrmacht dimulai sejak pengangkatannya sebagai Kepala Kantor Angkatan Bersenjata Kementerian Perang Jerman (Reichsminister der Reichswehr) pada 1 Oktober 1935. Setelah mengambil alih komando Wehrmacht pada 4 Februari 1938, Adolf Hitler membubarkan Kementerian Perang dan membentuk Komando Tinggi Wehrmact (Oberkommando der Wehrmacht) dan Keitel menjadi Kepala Staf OKW. Ia dicerca di antara kolega militernya sebagai orang yang selalu mengiyakan Hitler.
Wilhelm Keitel dilahirkan di desa Helmscherode, Gandersheim, Kadipaten Braunschweig, Kekaisaran Jerman. Keitel merupakan anak sulung dari Carl Keitel (1854–1934) dan Appllonia Vissering(1855–1888). Ayahnya merupakan seorang tuan tanah kelas menengah. Awalnya Keitel ingin mengambil alih estate keluarganya setelah ia menamatkan pendidikannya di gimnasium. Namun rencananya itu gagal karena ayahnya masih ingin memegang estate-nya itu. Malahan ayahnya mendaftarkan Keitel menjadi seorang tentara dan Keitel mulai menjalani karir sebagai seorang tentara pada tahun 1901 perwira taruna Tentara Prusia. Karena statusnya sebagai seorang rakyat biasa ia tidak bisa bergabung ke dalam resimen kavaleri namun ia dimasukkan ke dalam resimen artileri dan ditempatkan di Wolfenbüttel pada tahun 1908[2]. Pada 18 April 1909, Keitel menikahi Lisa Fontaine, yang merupakan anak perempuan dari keluarga Wülfel di Hannover[3].
Keitel berperawakan kurus dengan tinggi sekitar 185 cm yang kemudian digambarkan sebagai orang Prusia yang berbadan tegap dan berahang persegi[4].
Selama Perang Dunia I, Keitel ditempatkan di Front Barat dan bertempur di Flandria dan ia mengalami luka parah[5]. Setelah diangkat menjadi Kapten, Keitel ditempatkan dalam sebuah staf divisi infanteri pada tahun 1915[6]. Setelah perang berakhir Keitel dipindahtugaskan ke ReichswehrRepublik Weimar dan memainkan bagian dalam pengorganisasian Korps Paramiliter Freikorps. Pada tahun 1924, Keitel kemudian dipindahkan ke Kementerian Angkatan Bersenjata di Berlin dan ditempatkan di bidang Truppenamt (Kantor Pasukan), Kantor Staf Umum Jerman pasca-Versailles. Tiga tahun kemudian, dia kembali menjadi komando lapangan[5].
Keitel kemudian dipromosikan menjadi Letnan Kolonel dan ditempatkan kembali ke Kementerian Angkatan Bersenjata. Ia dengan segera dipromosikan menjadi Kepala Departemen Organisasi (T2). Memainkan peran penting dalam persenjataan kembali Jerman, ia melakukan perjalanan setidaknya sekali ke Uni Soviet untuk memeriksa kamp pelatihan rahasia Reichswehr. Pada musim gugur tahun 1932, ia menderita serangan jantung dan dua kali terkena pneumonia[7]. Tak lama setelah kesembuhannya, pada bulan Oktober 1933, Keitel diangkat sebagai wakil komandan Divisi Infanteri ke-3; pada tahun 1934, ia diberi komando Divisi Infanteri ke-22 di Bremen[8]
Karir Militer
Panglima Oberkommando derWehrmacht
Pada tahun 1935, atas rekomendasi Jenderal Werner von Fritsch, Keitel dipromosikan menjadi Mayor Jenderal dan diangkat menjadi Kepala Kantor Angkatan Bersenjata (Wehrmachtsamt) Kementerian Perang Reich yang membawahi Heer, Kriegsmarine dan Luftwaffe[9][10]. Setelah menjabat ia dipromosikan menjadi Letnan Jenderal pada 1 Januari 1936[11].
Pada 21 Januari 1938, Keitel menerima bukti yang menunjukkan istri atasannya, Jenderal Werner von Blomberg adalah bekas wanita tunasusila[12]. Setelah menerima informasi itu, Keitel meneruskannya ke Hermann Göring yang menggunakan informasi tersebut sebagai dasar pemecatan Blomberg[13].
Hitler kemudian mengambil alih Werhmacht pada tahun 1938 dan mengganti Kementerian Perang dengan sebuah institusi bernama Komando Tertinggi Angkatan Bersenjata (Oberkommando derWehrmacht / OKW) dengan Keitel sebagai Panglima OKW[14]. Sebagai hasil atas pengangkatannya, Keitel mengambil alih semua kewenangan Menteri Perang[15], meskipun ia tidak secara resmi diangkat sebagai seorang Menteri Reich[16]. Ketika von Blomberg kemudian diminta oleh Hitler (untuk menghormatinya, setelah pemecatannya pada tahun 1938) siapa yang akan dia rekomendasikan untuk menggantikannya, dia tidak menyarankan siapa pun, dan menyarankan agar Hitler sendiri yang mengambil alih pekerjaan itu. Namun dia mengatakan kepada Hitler mengenai Keitel (yang merupakan ayah menantu laki-lakinya) bahwa "dialah orang yang menjalankan kantor saya". Hitler menjentikkan jarinya dan berseru, "Itulah orang yang saya cari". Jadi pada tanggal 4 Februari 1938 ketika Hitler menjadi Panglima Wehrmacht, Keitel (yang membuat Staf Umum heran, termasuk dirinya sendiri) menjadi kepala staf[4]
Sesaat setelah dilantik sebagai Kepala Staf, Keitel meyakinkan Hitler untuk mengangkat Walther von Brauchitsch sebagai Kepala Staf Heer menggantikan von Fritsch[17]. Keitel kemudian dipromosikan menjadi Generaloberst (Kolonel Jenderal) pada bulan November 1938 dan pada bulan April 1939, ia dianugerahkan dengan lencana emas partai oleh Hitler[18].
Masa Perang Dunia II
Pada 30 Agustus 1939, sesaat sebelum pecahnya Perang Dunia II, Keitel diangkat menjadi anggota Dewan Menteri untuk Pertahanan Reich yang terdiri dari enam anggota dan dibentuk untuk mengoperasikan sebuah kabinet perang[19]. Setelah Jerman mengalahkan Prancis dalam Pertempuran Prancis, Keitel menyebut Hilter adalah "Panglima Perang Terbaik Sepanjang Masa"[20]. Keitel kemudian mengadakan negosiasi gencatan senjata dengan Prancis dan dipromosikan menjadi Generalfeldmarschall (Marsekal Lapangan)[18].
Perencanaan Operasi Barbarossa, telah dimulai secara tentatif oleh Halder dengan menempatkan ulang Tentara Ke-18 ke posisi yang paling mungkin untuk melakukan serangan[21]. Pada 31 Juli 1940, Hitler menggelar sebuah pertemuan dengan Keitel, Halder, Jodl, Raeder, Brauchitsch dan Jeschonnek untuk mendiskusikan invasi jerman lebih lanjut. Para peserta pertemuan tidak keberatan dengan rencana operasi tersebut[22]. Hitler kemudian meminta riset tentang perang untuk segera diselesaikan[23] dan Georg Thomas diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan dua riset perekonomian. Riset pertama Thomas menjelaskan tentang permasalahan pasokan bahan bakar dan karet, yang kemudian secara blak-blakan ditentang oleh Keitel dengan alasan Hitler tidak akan mau melihat hasil riset itu. Tentangan dari Keitel kemudian mempengaruhi riset kedua Thomas yang menawarkan rekomendasi untuk melakukan invasi yang didasarkan atas meningkatnnya perekonomian yang sebenarnya hanya dibuat-dibuat saja[24].
Di bulan Januari 1943, sebelum penyerahan terakhir di Stalingrad, Hitler menyetuji pembentukan sebuah komite yang terdiri dari tiga orang yang masing-masingnya mewakili Negara, Komando Tinggi Angkatan bersenjata dan partai sebagai langkah untuk memusatkan kendali perekonomian perang dan front-front peperangan. Komite ini terdiri dari Wilhelm Keitel (Panglima Oberkommando der Wehrmacht), Hans Lammers (Kepala Staf Kekanseliran) dan Martin Bormann (Sekretarit Partai NSDAP). Komite ini kemudian dikenal dengan nama Dreierausschuß, dan mengadakan pertemuan formal sebanyak sebelas kali antara bulan Januari hingga Agustus 1943. Namun Dreierausschuß hanya punya kewenangan yang kecil karena setiap keputusan final akan diputuskan oleh Hitler. Sebagai tambahan Dreierausschuß juga menghadapi ketidaksenangan dari menteri-menteri kabinet yang secara birokrasi lebih memahami wilayah kerjanya ditambah pengaruh para menteri yang sudah mengakar. Sehingga para anggota kabinet memandang Dreierausschuß sebagai ancaman terhadap kekuasaan mereka dan mereka bekerja sama untuk melemahkannya. Karena hasil kerja Dreierausschuß juga tidak membuahkan perubahan, Komite ini akhirnya bubar[25].
Keitel memainkan peran penting setelah gagalnya Plot 20 Juli 1944. Keitel duduk dalam Mahkamah Kehormatan yang menangani keterlibatan para perwira militer yang terlibat dalam plot tersebut termasuk Marsekal Lapangan Erwin von Witzleben, dan menyerahkan mereka yang terlibat ke Mahkamah Rakyat-nya Roland Freisler. Sekitar 7 ribu orang ditangkap dan kebanyakan dari mereka disiksa oleh Gestapo dan sekitar 5 ribu orang dieksekusi akibat plot tersebut[26].
Pada bulan April hingga Mei 1945, saat Pertempuran Berlin, Keitel memerintahkan serangan balasan untuk menghalau pasukan Soviet dan mengambil alih Berlin. Namun karen terbatasan jumlah tentara, maka perintah serangan balasan Keitel tersebut tidak dapat dijalankan. Setelah Hitler bunuh diri pada 30 April 1945, Keitel tetap menjadi anggota Pemerintahan Flensburg dibawah kepemimpinan Presiden Karl Dönitz. Saat tiba di Flensburg, Albert Speer mengatakan bahwa Keitel merendahkan diri kepada Dönitz dengan cara yang sama seperti yang dia lakukan terhadap Hitler. Pada 7 Mei 1945, Alfred Jodl atas perintah Dönitz menandatangani perjanjian penyerahan tanpa syarat Jerman. Stalin melihat hal tersebut sebagai sebuah penghinaan, sehingga ia meminta penandatanganan penyerahan tanpa syarat untuk kali kedua dilakukan di Berlin. Keitel atas nama pemerintah Jerman kemudian menandatangani Instrumen Penyerahan pada 8 Mei 1945. Lima hari kemudian, Keitel ditangkap atas permintaan Amerika Serikat dan ditahan di Kamp Ashcan, Mondorf-les-Bains[27]. Jodl kemudian menggantikan Keitel sebagai Panglima Oberkommando der Wehrmacht sampai dibubarkannya pemerintahan Flensburg pada 23 Mei.
Keitel dipercaya mempunyai pengetahuan tentang kejahatan alami dalam merencanakan dan meluncurkan Penyerbuan Polandia serta menyetujui tujuan-tujuannya secara prinsip[28]. Rencana penyerbuan Nazi adalah melakukan penahanan-penahanan, pemindahan dan pembunuhan terhadap orang-orang Polandia. Keitel tidak menentang serangan rezim terhadap hak asasi manusia atau menentang peran Einsatzgruppen dalam pembunuhan tersebut[28]. Sifat kriminal dari invasi tersebut sudah jelas; komandan lokal terus mengungkapkan keterkejutan dan protes atas kejadian yang mereka saksikan[29]. Keitel mengabaikan protes tersebut di kalangan perwira Jerman sementara mereka menjadi mati rasa secara moral terhadap kekejaman tersebut[28].
Keitel mengeluarkan sejumlah perintah kejahatan sejak April 1941[30]. Perintah Keitel ini dibuat untuk melegalkan eksekusi orang Yahudi, penduduk-penduduk dan orang-orang non milite atas alasan apapun. Mereka yang melakukan pembunuhan tersebut dibebaskan dari pengadilan militer atau kemudian diadili karena kejahatan perang. Perintah tersebut ditandatangani oleh Keitel; namun, anggota OKW dan OKH lainnya, termasuk Halder, menulis atau mengubah kata-kata dalam perintahnya. Komandan di lapangan menafsirkan dan melaksanakan perintah[31].
Pada pertengahan musim semi dan musim gugur tahun 1941, pengacara militer Jerman gagal dalam memperjuangkan agar tahanan perang Uni Soviet diperlakukan sesuai dengan Konvensi Jenewa. Hal itu dikarenakan Keitel menulis dalam suratnya "Keraguan-keraguan ini sesuai dengan gagasan militer tentang perang ksatria. Tugas kita adalah menekan cara hidup[32]. Dibulan September 1941, karena rasa kekhawatirannya akan perwira militer yang tidak menunjukkan kekerasan yang cukup dalam melaksanakan perintah Mei 1941 tentang "Pedoman Perilaku Pasukan di Rusia" menyebabkan Keitel mengeluarkan sebuah perintah baru yang berisi bahwa perjuangan melawan Bolshevik menuntut kebengisan dan sebuah tindakan yang energik khususnya dalam menghadapi orang-orang Yahudi yang merupakan pengendali utama Bolshevik[33]. Selain itu dibulan September itu juga Keitel mengeluarkan perintah kepada semua komandan wilayah perang agar mereka menggunakan "kekerasan dengan cara apapun, meskipun caranya tidak biasa" untuk membasmi perlawanan terhadap tentara Jerman. Dalam konteks ini, garis arahan yang telah dibuat menyatakan bahwa pengeksekusian 50 sampai 100 orang Komunis adalah sebuah tindakan yang dapat diterima sebagai balasan atas tewasnya satu orang tentara Jerman[33]. Perintah-perintah dan arahan-arahan itu membuat kebijakan pendudukan militer menjadi semakin radikal dan membuat militer Jerman terjerat dalam Genosida Yahudi (Holocaust)[34]
Pada bulan Desember 1941, Hitler memberikan perintah kepada Oberkommando der Wehrmacht diwilayah pendudukan Jerman, dengan pengecualian di Denmark, Eropa Barat untuk melakukan penangkapan, upaya penghilangan dan pembunuhan yang kemudian dikenal dengan nama Dekrit Nacht und Nebel[35]. Dengan tanda tangan Keitel[36], Dekrit itu membuat orang-orang asing dapat dengan mudah diekstradisi ke Jerman untuk menghadapi Mahkamah Khusus atau simpelnya diarahkan ke Gestapo untuk dideportasi ke kamp-kamp konsentrasi. Bahkan Oberkommando der Wehrmacht menghapus informasi mengenai nasib terdakwa yang sedang mereka selidiki. Diwaktu yang sama, Keitel semakin menekan Otto von Stülpnagel, komandan militer di Prancis untuk llebih menerapkan kebijakannya itu secara bengis[35]. Dibulan Oktober 1942, Keitel menandatangani Perintah Komando yang mengotorisasi pembunuhan pasukan operasi khusus musuh saat mereka tertangkap[37].
Pada musim semi hingga musim panas tahun 1942, ketika deportasi orang-orang Yahudi ke kamp-kamp pemusnahan berlangsung, militer awalnya memprotes ketika menyangkut orang-orang Yahudi yang bekerja untuk kepentingan Wehrmacht. Tentara kehilangan kendali atas masalah ini ketika SS mengambil alih komando semua kerja paksa Yahudi pada bulan Juli 1942. Keitel secara resmi mendukung keadaan tersebut pada bulan September, dengan menegaskan kembali kepada angkatan bersenjata bahwa "evakuasi orang Yahudi harus dilakukan secara menyeluruh dan konsekuensinya bertahan, meskipun ada masalah yang mungkin ditimbulkannya selama tiga atau empat bulan ke depan"[38].
Pasca Perang Dunia II, Proses Pidana dan Dieksekusi
Setelah Perang Dunia II, Keitel kemudian dihadapkan ke Mahkamah Militer Internasional (Pengadilan Nürnberg) untuk menghadapi empat dakwaan. Dakwaan tersebut adalah:persekongkolan untuk melakukan kejahatan terhadap perdamaian, merencanakan, memulai dan mengobarkan perang agresi, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Hampir semua dakwaan Keitel didasari atas dokumen-dokumen perintah yang telah ia tandatangani yang berisi perintah untuk membunuh atau menghilangkan para tentara musuh dan tahanan politik.[39] Dihadapan majelis hakim, Keitel mengakui bahwa ia tahu kebanyakan dari perintah Hitler adalah ilegal[40]. Pembelaannya hampir sepenuhnya bergantung pada argumen bahwa ia hanya mengikuti perintah sesuai dengan "prinsip pemimpin" (Führerprinzip) dan sumpah kesetiaan pribadinya kepada Hitler.[41]
Mahkamah menolak pembelaannya dan tetap mendakwanya dengan dakwaan sebagai mana yang tersebut dalam paragraf pertama. Meskipun dalam peraturan mahkamah mengatur bahwa "perintah atasan" mungkin dapat dipertimbangkan sebagai sebuah faktor yang dapat meringankan hukuman, namun diketahui bahwa kejahatan Keitel sangat mengerikan sehingga tertutup kemungkinan untuk dapat diberikan keringanan. Dalam sidang, para hakim mengatakan bahwa "Perintah atasan, bahkan untuk seorang tentara tidak dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan dimana kejahatan yang dilakukan sangat mengejutkan dan dilakuan secara luas, bengis dan tanda ada proses hukum terlebih dahulu. Selain itu menjadi fakta bahwa ketika Keitel mengklaim bahwa perintah atasan yang memerintahkan para komandan tentara Sekutu harus dibunuh tanpa adanya proses hukum adalah tindakan yang ilegal, Keitel telah menegaskannya kembali dan memperluas penerapannya. Ia juga mencatat beberapa contoh di mana ia mengeluarkan perintah ilegal atas otoritasnya sendiri.[39]
Dalam pernyataannya dihadapan majelis hakim, Keitel berkata "Ketika kekejaman ini berkembang, satu per satu, selangkah demi selangkah, dan tanpa mengetahui konsekuensinya, takdir mengambil jalur yang tragis, dengan konsekuensi yang menentukan".[42] Untuk menggarisbawahi sifat kriminal dari tindakan Keitel, bukan militer, pihak Sekutu menolak permintaanya untuk dihukum mati dengan ditembak oleh regu tembak, malah Sekutu setuju untuk mengeksekusinya di Penjara Nürnberg dengan cara digantung.[43]
Pada hari eksekusinya, Keitel mengatakan kepada pendeta penjara Henry F. Gerecke "Kamu harus menolongku lebih dari yang kau tahu. Semoga Yesus Kristus penyelamatku, mendampingiku sepanjang jalan. Aku akan sangat membutuhkannya". Keitel kemudian menerima komuni dan dieksekusi kemudian pada hari yang sama.[44][45] Keitel dieksekusi oleh Sersan Utama Angkatan Darat Amerika Serikat, John C. Wood.[46] Kata-kata terakhir Keitel "Saya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar selalu memberikan belas kasihan kepada orang-orang Jerman. Lebih dari 2 juta tentara Jerman mati demi ibu pertiwi sebelum aku. Aku sekarang mengikuti kalian anak-anakku – semua demi Jerman".[47] Pintu jebakan tiang gantungan berukuran kecil, sehingga menyebabkan luka di kepala Keitel.[48] Banyak dari anggota Nazi yang dieksekusi jatuh dari tiang gantungan dengan kekuatan yang tidak cukup untuk mematahkan leher mereka, yang mengakibatkan kejang-kejang yang dalam kasus Keitel berlangsung selama 24 menit.[46] Jasad Keitel dan sembilan orang lainnya yang dieksekusi, termasuk mayat Hermann Göring, dikremasi di Ostfriedhof (Munich) dan abunya disebar di sungai Isar.[40]
Kritik
Marsekal Lapangan Ewald von Kleist menggambarkan Keitel sebagai "seseorang pengikut Hitler yang bodoh" karena sikap iya pak-nya terhadap Hitler. Sikapnya yang penjilat sudah menjadi rahasia umum dalam Wehrmacht dan ia juga terkenal dengan sebutan Lakeitel yang diambil dari nama belakangnya dan kata Lakai (kacung).[49][50]. Hermann Göring juga menggambarkan bahwa Keitel "adalah pribadi dengan pola pikir seorang sersan yang terkurung dalam tubuh seorang marsekal lapangan". Promosi jabatan yang didapatkan oleh Keitel semata-mata adalah karena keinginannya untuk menjadi penyambung lidah Hitler[41]. Keitel juga dikenal rekan-rekannya sebagai "gadis yang dibutakan oleh Hitler" dan diberi julukan "Nickgeselle" yang diambil dari kata Nickesel, sebuah boneka mainan keledai dari besi. Selama perang ia selalu menjadi sasaran kemarahan dan caci maki Hitler, yang mengatakan kepada para perwira militer lainnya bahwa "Kau tau dia punya otak seorang penjaga film ... (tapi ia dipromosikan menjadi Panglima Wehrmacht) ... karena dia setia seperti seekor anjing" ujar Hitler dengan tersenyum sinis (berdasarkan penuturan Marsekal Gerd von Rundstedt).[51]
Keitel juga cenderung melakukan manipulasi dalam pekerjaannya karena ia memiliki kemampuan intelek yang kurang dan sering merasa gugup, meskipun Hitler memuji keuletan dan kesetiaannya.[52] Dalam suatu kesempatan, Burkhart Müller-Hillebrand pernah bertanya siapa Keitel dan setelah mengetahui siapa Keitel, ia jadi takut karena tidak menghormati atasannya. Namun Franz Halder, mengatakan kepadanya: "Jangan khawatir, dia cuma Keitel".[52] Setelah mendengar penuturan Halder, jika Burkhart bertemu dengan Keitel, ia hanya melewatinya dan langsung menemui Hitler.[53]
^Railton, Nicholas M. "Henry Gerecke and the Saints of Nuremberg". Kirchliche Zeitgeschichte, vol. 13, no. 1, 2000, pp. 112–137. JSTOR, www.jstor.org/stable/43750887. Accessed 8 February 2021.