Tembok Berlin (bahasa Jerman: Berliner Mauer) adalah sebuah tembok pembatas terbuat dari beton yang dibangun oleh Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) yang memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur serta daerah Jerman Timur lainnya sehingga membuat Berlin Barat sebuah enklave.[1] Tembok ini mulai dibangun pada tanggal 13 Agustus 1961. Tembok pembatas ini juga bersamaan dengan pendirian menara penjaga yang dibangun sepanjang tembok ini,[2] juga pendirian sebuah daerah terlarang, yang diisi dengan ranjau anti kendaraan. Blok Timur menyatakan bahwa tembok ini dibangun untuk melindungi para warganya dari elemen-elemen fasis yang dapat memicu gerakan-gerakan besar, sehingga mereka dapat membentuk pemerintahan komunis di Jerman Timur. Meski begitu, dalam praktiknya, ternyata tembok ini digunakan untuk mencegah semakin besar larinya penduduk Berlin Timur ke wilayah Berlin Barat, yang berada dalam wilayah Jerman Barat.
Oleh otoritas Jerman Timur, Tembok Berlin dikatakan sebagai "Benteng Proteksi Anti-Fasis" (bahasa Jerman: Antifaschistischer Schutzwall), yang menyatakan bahwa negara Jerman Barat belum sepenuhnya dide-nazifikasi.[3] Pemerintah Kota Jerman Barat kadang-kadang mengatakan Tembok Berlin sebagai "Tembok Memalukan"—sebutan yang dicetuskan oleh Wali Kota Willy Brandt—untuk mengutuk tembok ini karena membatasi kebebasan bergerak. Bersamaan dengan Tembok Pembatas Antar Jerman yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur, kedua tembok pembatas ini menjadi simbol "Tirai Besi" yang memisahkan Eropa Barat dengan Blok Timur selama Perang Dingin.
Sebelum pembangunan tembok ini, ada sekitar 3,5 juta warga Jerman Timur yang bermigrasi dan membelot ke barat, salah satunya dengan melewati perbatasan Jerman Timur dan Jerman Barat, lalu kemudian mereka pun bisa pergi ke negara Eropa Barat lainnya. Antara tahun 1961 dan 1989, tembok ini pun mencegah hal itu.[4] Di rentang waktu kira-kira 30 tahun ini, ada sekitar 5.000 orang yang mencoba kabur, dengan estimasi ada 100 sampai 200 orang yang meninggal karena ditembak.
Pada tahun 1989, ada perubahan politik radikal di kawasan Blok Timur, yang berhubungan dengan liberalisasi sistem otoritas di Blok Timur dan juga mulai berkurangnya pengaruh Uni Soviet di negara-negara seperti Polandia dan Hungaria. Setelah kerusuhan sipil selama beberapa minggu, pemerintah Jerman Timur mengumumkan tanggal 9 November 1989 bahwa rakyat Jerman Timur boleh pergi ke Jerman Barat dan Berlin Barat. Maka, kerumunan orang Jerman Timur pun menyeberangi dan memanjat tembok itu, diikuti pula dengan warga Jerman Barat di sisi lain untuk merayakan atmosfer kebebasan. Beberapa minggu setelahnya, euforia publik dan pemburu souvenir akhirnya meretakkan bagian-bagian tembok itu. Nantinya, sebagian besar tembok ini dihancurkan oleh pemerintah menggunakan alat berat. Kejatuhan dari Tembok Berlin membuka jalan terbentuknya Reunifikasi Jerman, 3 Oktober 1990.
Latar Belakang
Jerman Pasca-Perang Dunia II
Setelah berakhirnya Perang Dunia II di Eropa, yang tersisa dari bagian barat Perbatasan Oder-Neisse dibagi menjadi 4 wilayah pendudukan (akibat Perjanjian Potsdam), masing-masing wilayah itu dikuasai oleh Amerika Serikat, Britania Raya, Prancis, dan Uni Soviet. Ibu kota Berlin, sebagai pusat kontrol, juga dibagi-bagi menjadi 4 wilayah meskipun kota ini sendiri terletak jauh di dalam kekuasaan Soviet.[5]
Selama kurang lebih dua tahun, ada perubahan politik di antara Soviet dan anggota sekutu lainnya. Hal ini terjadi karena Soviet menolak setuju untuk rencana rekonstruksi kembali Jerman pasca-perang.[6] Inggris, Prancis, Amerika Serikat, dan negara-negara Beneluks kemudian bertemu untuk menggabungkan kawasan-kawasan non-Soviet menjadi satu kawasan untuk direkonstruksi dan menyetujui perluasan dari Marshall Plan.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin mengepalai gabungan beberapa negara yang tergabung dalam Blok Timur, antara lain Polandia, Hungaria, dan Cekoslowakia,termasuk dengan wilayah Jerman yang dikuasai Soviet.[7] Di awal tahun 1945, Stalin mengungkapkan pada pemimpin komunis Jerman untuk menyingkirkan Inggris dari zona okupasinya, ditambah Amerika Serikat yang akan menarik pasukannya dalam satu atau 2 tahun, sehingga kemudian nantinya tidak ada halangan bagi terbentuknya negara komunis Jerman yang bersatu.[8]
Tugas utama untuk menjalankan partai komunis di kawasan Soviet adalah menjalankan perintah Soviet ke penguasa-penguasa administratif, yang nanti hasilnya akan terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kawasan tersebut.[9] Maka, industri-industri dan banyak properti di Jerman Timur pun segera dinasionalisasi.[9] Proses politik yang kontras terjadi di wilayah Jerman Barat yang dikuasai oleh Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat, di mana presiden dan perdana menterinya dipilih oleh parlemen.[10] Jika pernyataan atau keputusan akhir yang dilaporkan tidak sesuai dengan semestinya, maka orang yang menjalankan misi ini bisa dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh.[9]
Pada tahun 1948, karena tidak adanya kesepakatan mengenai rekonstruksi ulang dan mata uang baru Jerman, Stalin mengemukakan Blokade Berlin untuk mencegah masuknya makanan, material-material, dan berbagai kebutuhan lainnya ke Berlin Barat.[11] Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan beberapa negara lainnya segera mengirimkan bantuan pangan dan pasokan lainnya ke Berlin yang dinamakan "Pengangkutan Berlin".[12] Soviet kemudian menebarkan kampanye publik yang isinya mengkritisi kebijakan barat. Komunis juga mencoba merusak pemilu 1948, tetapi akhirnya mereka mengalami kekalahan,[13] ditambah dengan 300.000 warga Berlin Barat yang memprotes agar bantuan internasional pada mereka tak dihambat.[14] Bulan Mei 1949, Stalin akhirnya membuka blokade tersebut dan memperbolehkan pengangkutan barang-barang dan kebutuhan lainnya ke Berlin Barat.[15][16]
Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) dideklarasikan pada tanggal 7 Oktober 1949. Dengan perjanjian rahasia, Menteri Luar Negeri Soviet menyetujui otoritas administratif Jerman Timur, tetapi bukan otonomi. Uni Soviet sendiri tetap mempenetrasi dan mengontrol penuh militer, polisi rahasia, dan administratif Jerman Timur.[17][18]
Jerman Timur berbeda dengan Jerman Barat (Republik Federal Jerman), yang berkembang menjadi negara kapitalis dengan budaya Barat dengan sistem ekonomi pasar sosial ("Soziale Marktwirtschaft" dalam bahasa Jerman) dengan pemerintahan demokrasi parlementer. Pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pada tahun 1950-an memunculkan "keajaiban ekonomi" ("Wirtschaftswunder"). Dengan ekonomi Jerman Barat yang terus tumbuh dan standar hidupnya semakin baik, banyak warga Jerman Timur yang ingin pindah ke Jerman Barat.
Pembangunan Tembok
Tembok ini didirikan pada tanggal 13 Agustus1961 oleh pemerintahan komunis Jerman Timur di bawah pimpinan Walter Ulbricht karena Berlin Barat adalah sebuah 'lubang' di negara mereka. Antara tahun 1949 sampai tahun 1961 sudah lebih dari 2 juta penduduk Jerman Timur melarikan diri lewat Berlin. Hal ini membuat ekonomi Jerman Timur menjadi kedodoran, karena kebanyakan orang-orang yang masih muda yang melarikan diri. Maka secara rahasia dan tiba-tiba tembok ini dibangun.
Tembok Berlin dan Perang Dingin
Tembok Berlin yang mengurung Berlin Barat dan memotong kota ini persis di tengahnya, menjadi simbol Perang Dingin yang paling terkenal. Banyak pembesar barat, terutama presiden Amerika Serikat yang mengunjungi tembok ini untuk mengutuknya. Presiden John F. Kennedy pada tahun 1963 datang dan berpidato di sisi tembok ini dengan kalimatnya yang ternama: "Ich bin ein Berliner."
Lalu 20 tahun kemudian, pada tahun 1983 presiden Ronald Reagan juga berpidato di sini dan mengutuk Uni Soviet yang disebutnya An Evil Empire, atau sebuah kerajaan kejahatan.
Tetapi pada tahun 1989, pada hari peringatan Republik Demokratis Jerman, atau Jerman Timur, pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev juga sempat mengunjungi Tembok Berlin dan berkata pada pemimpin Jerman Timur Erich Honecker bahwa “Barangsiapa terlambat datang, akan dihukum oleh hidup”.
Selama Tembok Berlin berdiri, ada sekitar 5.000 orang yang berhasil melarikan diri. Jumlah orang yang tewas akibat mencoba kabur, sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Menurut Alexandra Hildebrandt, Direktur Museum Pos Pemeriksaan Charlie, diperkirakan jumlah orang yang tewas adalah lebih dari 200 orang.[19][20] Sebuah kelompok bersejarah di Center for Contemporary Historical Research (ZZF) di Potsdam mengkonfirmasikan bahwa ada 136 jumlah orang tewas.[21] Sebelumnya, yang tercatat resmi adalah 98 orang yang dibunuh.
Sebuah kejadian dramatis pernah dilakukan oleh Wolfgang Engels, seorang pegawai sipil Tentara Rakyat NasionalJerman Timur yang berusia 19 tahun pada tahun 1963. Saat itu, Engels mencuri sebuah kendaraan lapis baja dari sebuah pangkalan militer dan menabrakkannya ke Tembok Berlin. Ia kemudian ditembaki oleh penjaga tembok hingga terluka. Meskipun demikian, polisi di sisi Jerman Barat yang dibantu oleh beberapa warga sekitar berhasil menyelamatkan Engels.[22]
Setelah memperbolehkan celah bagi para penduduknya untuk melewati perbatasan di musim panas, Hungaria akhirnya secara efektif menghilangkan pembatas fisik negaranya dengan Austria tanggal 19 Agustus 1989. Di bulan September, lebih dari 13.000 orang Jerman Timur kabur ke Austria melalui Hungaria.[23] Hal ini menyebabkan beberapa rentetan kejadian berikutnya. Orang Hungaria mencegah agar tidak semakin banyak orang Jerman Timur yang menyebrang perbatasan, dan mengembalikan mereka ke Budapest. Orang-orang Jerman Timur ini memenuhi kedutaan Jerman Barat dan menolak untuk kembali ke Jerman Timur. Pemerintah Jerman Timur menanggapi hal ini dengan menutup semua perjalanan ke Hungaria, tetapi masih memperbolehkan mereka yang mau kembali ke Jerman Timur. Pada kesempatan kali ini, otoritas Jerman Timur memperbolehkan mereka untuk pergi, asalkan saja nanti kereta yang mereka pakai melewati Jerman Timur. Maka muncullah demonstrasi besar-besaran di Jerman Timur sendiri. (Lihat Demonstrasi Senin di Jerman Timur.) Pemimpin Jerman Timur, Erich Honecker, mengundurkan diri tanggal 18 Oktober 1989 dan digantikan oleh Egon Krenz beberapa hari kemudian. Honecker telah memprediksi bahwa tembok itu masih akan bertahan sampai 50 atau 100 tahun lagi,[24] jika kondisi negara itu tidak berubah.
Protes demonstrasi pecah di seluruh Jerman Timur bulan September 1989. Pada awalnya, para pemrotes ingin pergi menuju ke barat, sambil meneriakkan "Wir wollen raus!" ("Kami mau pergi!"). Tapi lalu para pemrotes mulai berteriak "Wir bleiben hier", ("Kami akan tetap di sini!"). Maka, ini adalah awal dari apa yang disebut orang Jerman Timur sebagai "Revolusi Damai" di akhir 1989.[25] Para pemrotes semakin besar di awal November. Para pemrotes mencapai puncaknya pada tanggal 4 November, ketika hampir setengah juta orang berkumpul di Demonstrasi Alexanderplatz. (Henslin, 07)
Sementara itu, para pengungsi yang meninggalkan Jerman Timur ke Jerman Barat semakin meningkat, dan mereka menemukan jalan baru untuk keluar dari Jerman Timur, yaitu dengan cara melalui Hungaria via Cekoslowakia (atau via Kedutaan Jerman Barat di Prague) yang diizinkan oleh pemerintahan Krenz yang baru, dan dengan persetujuan dengan pemerintah komunis Cekoslowakia. Agar keadaan tidak semakin rumit, akhirnya politbiro yang dipimpin oleh Krenz memperbolehkan para pengungsi untuk keluar langsung melalui pintu perbatasan antara Jerman Timur dan Jerman Barat, termasuk Berlin Barat pada tanggal 9 November 1989.
Tanggal ketika tembok ini mulai dihancurkan adalah 9 November 1989, tetapi saat itu tembok ini tidak langsung dihancurkan saat itu juga. Di sore itu dan beberapa minggu setelahnya, orang-orang datang membawa palu godam dan sejenisnya untuk menghancurkan beberapa bagian tembok dan juga menciptakan beberapa lubang perbatasan yang tak resmi. Orang-orang ini disebut sebagai "Mauerspechte" (pelatuk tembok).
Rezim Jerman Timur kembali mengumumkan bahwa mereka akan membuka 10 pintu perbatasan baru, termasuk di beberapa tempat bersejarah seperti Potsdamer Platz, Glienicker Brücke, dan Bernauer Straße. Massa dari 2 sisi menunggu berjam-jam, bersorak-sorai ketika buldoser menghancurkan tembok ini. Pintu perbatasan baru terus dibuka sepanjang tahun 1990, termasuk di Gerbang Brandenburg tanggal 22 Desember 1989.
Penduduk Jerman Barat dan Berlin Barat diperbolehkan masuk Jerman Timur tanpa visa mulai 23 Desember 1989. Sampai tanggal itu, mereka hanya diperbolehkan masuk dengan berbagai persyaratan dan diharuskan membuat aplikasi untuk pembuatan visa. Selain itu, mereka diharuskan membayar minimal 25 DM per harinya. Maka, sebenarnya pada tanggal 9 November dan 23 Desember ini, penduduk Jerman Timur lebih bebas daripada Jerman Barat.
Pemberitaan di televisi tentang banyaknya penduduk yang menghancurkan banyak bagian tembok tanggal 9 November membuat banyak orang di luar negeri berpikir bahwa tembok ini akan dihancurkan secepatnya. Sebenarnya, tembok ini tetap dijagai sampai beberapa hari kemudian, meskipun intensitas penjagaan semakin kecil. Di bulan pertama itu, malahan militer Jerman Timur berusaha untuk memperbaiki kembali tembok yang dihancurkan oleh para "pelatuk tembok". Lalu, seiring berjalannya waktu, tindakan ini dihentikan, dan para penjaga semakin toleran dengan aksi penghancuran tembok dan perginya penduduk melalui tembok yang lubang. Tanggal 13 Januari 1990, tembok ini resmi dihancurkan oleh militer Jerman Timur, dimulai di Bernauer Straße. Penghancuran tembok ini kembali diteruskan setelah Reunifikasi Jerman sampai akhirnya selesai bulan November 1991. Hanya sedikit bagian tembok dan menara tetap dipertahankan, sebagai tempat memorial.
Jatuhnya Tembok Berlin merupakan awal dari Reunifikasi Jerman, yang ditandatangani tanggal 3 Oktober 1990.
^Dalam sebuah telegram ucapan selamat, Stalin mengungkapkan bahwa, dengan terbentuknya negara Jerman Timur, maka "perbudakan negara-negara Eropa oleh imperialisme global adalah tidak mungkin." (Wettig, Gerhard, Stalin and the Cold War in Europe, Rowman & Littlefield, 2008, ISBN 0-7425-5542-9, page 179)