Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Tari Banjar

Tari Banjar adalah seni tari yang dikembangkan oleh suku Banjar, Kalimantan Selatan, baik berupa tari klasik (baksa, diiringi Gamelan Banjar) maupun tari tradisional (diiringi Musik Panting).

Jenis-jenis Tari Banjar

Bagandut

Jenis tari tradisional berpasangan yang pada masa lampau merupakan tari yang menonjolkan erotisme penarinya mirip dengan tari Tayub di Jawa dan Ronggeng di Sumatra. Gandut artinya tledek/penari primadona (Jawa).

Tari Gandut ini pada mulanya hanya dimainkan di lingkungan istana kerajaan, baru pada kurang lebih tahun 1860-an tari ini berkembang ke pelosok kerajaan dan menjadi jenis kesenian yang disukai oleh golongan rakyat biasa. Tari ini dimainkan setiap ada keramaian, misalnya acara malam perkawinan, hajad, pengumpulan dana kampung dan sebagainya.

Gandut merupakan profesi yang unik dalam masyarakat dan tidak sembarangan wanita mampu menjadi Gandut. Selain syarat harus cantik dan pandai menari, seorang Gandut juga wajib menguasai seni bela diri dan mantra-mantra tertentu. Ilmu tambahan ini sangat penting untuk melindungi dirinya sendiri dari tangan-tangan usil penonton yang tidak sedikit ingin memikatnya memakai ilmu hitam. Dahulu banyak Gandut yang diperistri oleh para bangsawan dan pejabat pemerintahan, disamping paras cantik mereka juga diyakini memiliki ilmu pemikat hati penonton yang dikehendakinya. Nyai Ratu Komalasari, permaisuri Sultan Adam dulunya adalah seorang penari Gandut yang terkenal.

Pada masa kejayaannya, arena tari Gandut sering pula menjadi arena persaingan adu gengsi penonton lelaki yang ikut menari. Persaingan ini bisa dilihat melalui cara penonton lelaki tersebut mempertontonkan keahlian menari dan besarnya jumlah uang yang diserahkan kepada para Gandut.

Tari Gandut sebagai hiburan terus berkembang di wilayah pertanian di seluruh Kerajaan Banjar, dengan pusatnya di daerah Pandahan, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin.

Pada tahun 1960-an tari Gandut sudah tidak berkembang lagi. Kesadaran masyarakat menjalankan syariat agama merupakan menurunkan daya tarik kesenian ini diiringi gempuran jenis kesenian modern lainnya. Sekarang Gandut kadang masih dimainkan tetapi tidak lagi sebagai tarian aslinya, melainkan hanya sebagai pengingat dalam pelestarian kesenian tradisional Banjar.

Baksa Dadap

Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat Banjar. Tarian ini masih dipertunjukkan di keraton Banjar menurut laporan orang-orang Belanda yang mengunjungi keraton Banjar terakhir. Dalam mempersembahkan tarian ini para penari memegang busur dan anak panah yang dipanggil dadap.[1] Mereka melompat dengan senjata ini, sambil mengangkat sebelah kaki, bergerak dengan amat cepat, seolah-olah mereka terpaksa mempertahankan diri dari serangan yang datang dari semua sudut.[2][3]

Baksa Hupak

Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat Banjar.

Baksa Kembang

Seorang penari baksa kembang

Merupakan jenis tari klasik Banjar sebagai tari penyambutan tamu agung yang datang ke Kalimantan Selatan, dan sering dibawakan oleh para putri bangsawan di lingkungan keraton Banjar untuk menghibur keluarga keraton dan menyambut tamu agung seperti raja atau pangeran. Tarian ini bercerita tentang seorang gadis remaja yang sedang memetik bunga kemudian dirangkai menjadi rampaian kembang bogam yang mereka bawa bergembira ria sambil menari dengan gemulai. Meskipun sebenarnya tari ini merupakan tari tunggal, namun dapat dimainkan oleh beberapa penari wanita dalam jumlah ganjil.

Lambat laun tarian ini menyebar ke rakyat Banjar dan dibawakan oleh galuh-galuh/remaja putri Banjar. Setelah tarian ini memasyarakat di Tanah Banjar, tarian ini selalu ditampilkan untuk menyambut tamu pejabat-pejabat negara dalam perayaan hari-hari besar daerah atau nasional. Tari ini juga dipertunjukkan pada perayaan pengantin Banjar atau hajatan sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu.

Tarian ini memakai persembahan berupa sepasang kembang Bogam; yaitu rangkaian kembang mawar, melati, kantil dan kenanga. Kembang bogam ini akan dihadiahkan kepada tamu pejabat dan istri, setelah tarian ini selesai ditarikan.

Penari Baksa Kembang memakai mahkota bernama Gajah Gemuling yang ditatah oleh kembang goyang, sepasang kembang bogam ukuran kecil yang diletakkan pada mahkota dan halilipan, yaitu seuntai anyaman dari daun kelapa muda.

Tarian ini diiringi seperangkat tetabuhan atau gamelan dengan irama lagu yang sudah baku yaitu lagu Ayakan dan Janklong atau Kambang Muni. Tarian Baksa Kembang ini di dalam masyarakat Banjar ada beberapa versi, ini terjadi karena setiap generasi mempunyai gaya tersendiri namun masih satu ciri khas sebagai tarian Baksa Kembang, seperti Lagureh, Tapung Tali, Kijik, Jumanang.

Pada tahun 1990-an, Taman Budaya Kalimantan Selatan berinisiatif mengumpulkan pelatih-pelatih tari Baksa Kembang dari segala versi untuk menjadikan satu Tari Baksa Kembang yang baku. Setelah ada kesepakatan, maka diadakanlah workshop Tari Baksa Kembang dengan pesertanya perwakilan dari daerah Kabupaten dan Kota se-Kalimantan Selatan. Walaupun masih ada yang menarikan Tari Baksa Kembang versi yang ada namun hanya berkisar pada keluarga atau lokal, tetapi dalam lomba, festival atau misi kesenian keluar dari Kalimantan Selatan harus menarikan tarian yang sudah dibakukan.

Baksa Kantar

Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat Banjar.

Baksa Kupu-Kupu Atarung

Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat Banjar.

Baksa Lilin

Merupakan jenis tari klasik Banjar dengan gerakan membawa lilin.

Baksa Panah

Merupakan jenis tari klasik Banjar dengan gerakan memanah yang disebutkan dalam Hikayat Banjar.

Baksa Tameng

Merupakan jenis tari klasik Banjar dengan menggunakan taming/tameng (perisai) yang disebutkan dalam Hikayat Banjar. Dalam tarian ini sebuah perisai kecil yang dinamakan taming, dan sebilah keris terhunus dipegang. Tarian ini dimulai dengan perlahan-lahan dan dengan penuh hormat dan kemudian sedikit demi sedikit menjadi lebih cepat dan lebih liar, seolah-olah menggambarkan suatu pertarungan.[2][3]

Baksa Tumbak

Merupakan salah satu jenis tari klasik Banjar yang disebutkan dalam Hikayat Banjar.

Balatik

Latik artinya tunas, balatik artinya bertunas. Tarian ini menggambarkan tumbuhnya tunas-tunas muda seniman tari Banjar.

Baleha

Merupakan jenis tari berpasangan.

Batarasulan

Merupakan jenis tari berpasangan.

Bogam

Bogam adalah rangkaian bunga mawar dan melati. Tarian ini merupakan tari selamat datang dengan mempersembahkan kembang bogam kepada para tamu.

Dara Manginang

Tarian ini menggambarkan para remaja putri yang siap memasuki masa dewasa yang diwajibkan kawa menginang.

Garah Rahwana

Tarian yang menggambarkan sifat antagonis tokoh Rahwana dalam wayang Banjar.

Hantak Sisit

Merupakan jenis tari berpasangan.

Hanoman

Tarian yang menggambarkan tokoh Hanoman pada cerita Ramayana dalam wayang Banjar.

Japin Batuah

Merupakan tari yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam dan Melayu, semua penari adalah wanita.

Japin Bujang Marindu

Merupakan jenis tari berpasangan yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam dan Melayu. Tari menggambarkan kerinduan seorang kekasih setelah lama pergi merantau kemudian kembali ke kampung halaman.

Japin Dua Saudara

Tarian yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam dan budaya Melayu.

Japin Hadrah

Merupakan tari yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam yang mengangkat kesenian Hadrah ke dalam gerak tari yang dinamis, semua penari adalah wanita.

Japin Kuala

Merupakan tari yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam yang bergaya daerah Banjar Kuala. Penarinya pria dan wanita berpasangan.

Japin Pasanggrahan

Merupakan tari yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam dengan semua penarinya adalah wanita.

Japin Rantauan

Merupakan tari yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam.

Japin Sisit

Merupakan tari yang diambil dari gerak tari zafin yang bernafaskan Islam. Penarinya adalah wanita dengan mengenakan busana baju kurung sisit.

Kuda Gepang

Tari prajurit berkuda (kavaleri), merupakan pengaruh budaya Jawa.

Ladon

Ladon merupakan nama pasukan kerajaan Banjar. Tarian ini menggambarkam tari keprajuritan dan semua penarinya laki-laki. Tari ini sering dibawakan sebagai tari pembuka pada kesenian mamanda yaitu teater tradisonal Banjar, yang pertama kali berkembang dari daerah Margasari, Kabupaten Tapin.

Maayam Tikar

Merupakan jenis tari khas dari Kabupaten Tapin yang menggambarkan remaja putri dari daerah Margasari, Kabupaten Tapin yang sedang menganyam tikar dan anyaman. Tari berdurasi sekitar 6 menit ini biasanya dibawakan oleh 10 orang penari putri. Tari ini diciptakan oleh Muhammad Yusuf, Ketua Sanggar Tari Buana Buluh Merindu, dari kota Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin.

Ning Tak Ning Gung

Merupakan tari dolanan anak-anak yang menggambarkan anak-anak yang sedang bermain.

Paris Tangkawang

Merupakan jenis tari berpasangan yaitu yang ditarikan oleh dua orang.

Radap Rahayu

Tari Radap Rahayu merupakan tari semi klasik Banjar yang sering dalam menyambut tamu agung dan ditarikan dalam upacara perkawinan, para penarinya adalah wanita.

Tari ini menceritakan tentang kapal prabayaksa yang kandas di muara Lokbaitan . Tari ini menggambarkan upacara puja Bantan (tapung tawar). Tujuan tari ini adalah sebagai ucapan rasa bersyukur dan doa agar kapal tidak tenggelam .

Rudat

Kesenian yang bernafaskan Islam dengan dominasi gerakan tari dalam posisi duduk.

Sinoman Hadrah

Kesenian yang bernafaskan Islam dengan dominasi gerakan tari dalam posisi berdiri.

Tantayungan

Tarian ini mempresentasikan kisah dalam tokoh pewayangan. Sehingga tarian ini terkesan hidup lantaran diselingi dengan dialog kelompok penari. Tarian ini sendiri diiringi dengan musik karawitan melalui instrumen babun, gong, sarunai, dan kurung-kurung. Paduan karawitan ini sangat harmoni dengan kelompok tari yang diperankan.

Seni Tantayungan, awalnya kerap ditampilkan di sebuah desa, yakni Desa Ayuang, Barabai. Lalu dikembangkan di Kampung Mu’ui, Desa Pangambau Hulu, Kecamatan Haruyan oleh salah satu damang bernama Amat. Seni khas ini kemudian diklaim oleh pelaku seni HST, Sarbaini, di Desa Barikin sebagai seni khas Hulu Sungai Tengah.[4]

Sayang sampai saat ini keberadaan tari Tantayungan telah hilang tergerus zaman.

Tanggui

Tari yang menggambarkan para wanita yang memakai tanggui yaitu sejenis topi lebar).

Tameng Cakrawati

Tari yang menggambarkan seorang istri (Cakrawati) yang melanjutkan perjuangan suaminya melawan penjajah Belanda.

Tirik Kuala

Merupakan jenis tari tradisional yang bergaya tirik, yaitu jenis tari dan lagu yang bergaya daerah Hulu Sungai. Dengan diiringi lagu Tirik Japin.

Tirik Lalan

Merupakan jenis tari tradisional berpasangan (pergaulan) yaitu penari putera dan puteri yang bergaya tirik yaitu jenis tari yang berasal dari daerah Hulu Sungai.

Topeng Kelana

Merupakan jenis tari topeng dengan tokoh Kelana, tari ini merupakan pengaruh budaya Jawa.

Topeng Wayang

Merupakan jenis tari berpasangan.

Topeng

Topeng yang dipakai pada tarian topeng etnis Banjar.

Merupakan jenis tari klasik yang berasal dari Tapin yang biasanya dibawakan oleh tiga orang yang masing-masing memainkan sebuah karakter yaitu Gunung Sari, Patih dan Tumenggung dengan diiringi gamelan Banjar. Sebelum melakukan tarian topeng dilakukan suatu ritual dengan menyediakan sesajian terlebih dahulu yaitu sebiji telur ayam kampung, ketan, dan kopi pahit, yang diletakkan di dekat area pertunjukkan, maksudnya agar saat menari, roh dari topeng ini tidak mengganggu si penari. Tarian ini umumnya dilakukan oleh penari pria, kadang-kadang oleh penari wanita.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ juga disebut jebeng, sejenis perisai bujur kecil melindungi lengan
  2. ^ a b (Belanda) Nederlandsch-Indië (1838). "Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië". 1–2. Lands-drukk.: 14. 
  3. ^ a b Borneo, Eenige Reizen in de Bhinenlanden van dit Elland, door eehen Ambtenaar van het Gouvernement, in het jaar 1824, M. Halewijn, Tijdsechrift voor Neeland’s Indie, le jaargang, jilid 2 (1838), hlm 12-15
  4. ^ Pemkab Hulu Sungai Tengah - Tantayungan, Seni Khas HST yang Perlu Dilestarikan, 30 Oktober 2009. Diakses 28 Juli 2010


Kembali kehalaman sebelumnya