Tan Liok Tiauw Sia (1872 - 1947) dulu adalah seorang tuan tanah, pemilik kebun, dan pelopor industri berlatar belakang Tionghoa-Indonesia di Hindia Belanda. Ia saat ini paling dikenal sebagai tuan tanah terakhir dari Batoe-Tjepper, yang kini menjadi Batuceper.[1][2][3][4]
Sejarah
Latar belakang keluarga
Lahir di Tangerang, Hindia Belanda pada tahun 1872, Tan berasal dari sebuah keluarga tuan tanah dan pejabat Cina yang merupakan bagian dari 'Cabang Atas'.[4] Pejabat Cina adalah jabatan tinggi di lingkungan birokrasi sipil Hindia Belanda yang terdiri dari jabatan Mayor, Kapitan, dan Letnan Cina.[5]
Tan besar di rumah keluarganya di pusat kota Batavia dan di tanah partikelir milik keluarganya, yakni Batoe-Tjepper di Tangerang.[12][1] Ia mengenyam pendidikan Tionghoa tradisional, tetapi juga memiliki tutor bahasa Belanda pribadi.[12]
Ayah Tan, Letnan Tan Tiang Po, pensiun dari jabatannya sebagai tuan tanah pada akhir dekade 1880-an, dan menyerahkan pengelolaan Batoe-Tjepper ke putranya.[4][1] Saat masih berusia 16 tahun, Tan Liok Tiauw tidak hanya memperbaiki pengelolaan Batoe-Tjepper, tetapi juga mengembangkan pabrik bahan bangunan yang telah ada di sana.[4][1] Sejumlah bangunan penting di Pulau Jawa, terutama di Batavia, pun dibangun dengan menggunakan bahan bangunan buatan pabrik tersebut.[13][14][15] Pada bulan Juli 1923, Tan menjamu Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Dirk Fock, di Batoe-Tjepper sebagai bagian dari kunjungan resmi Dirk Fock ke Tangerang.[16]
Pada tahun 1912, pasca kematian ayahnya, Tan mewarisi lahan-lahan pertanian milik ayahnya.[17][18] Sejumlah lahan pertanian milik Tan kemudian digabung ke dalam NV Landbouw Maatschappij Tan Tiang Po yang didirikan pada tahun 1899.[19] Perusahaan tersebut mengelola tanah partikelir Rawa Buaya, Tanah Kodja, Pondok Kosambi, Minggoe Djawa, dan Kapoek, yang terletak di Jakarta dan Tangerang.[2] Berbagai macam komoditas pun ditanam di tanah-tanah partikelir tersebut, mulai dari padi, kelapa, buah-buahan, sayuran, hingga rumput untuk digunakan sebagai pakan.[2]
Tan juga mengakuisisi sejumlah perusahaan. Bersama filantropis O. G. Khouw (sepupu dari saudara iparnya) dan D. N. van Stralendorff, ia mengambil alih kebun teh dan karet Tendjo Ayoe dan Perbakti di Priangan pada tahun 1907.[20][21][22] Dua kebun tersebut adalah salah satu kebun swasta terbesar di Sukabumi. Dua kebun tersebut didirikan pada dekade 1870-an oleh pelopor teh, B. B. J. Crone, paman dari penulis E. du Perron.[23][24][25][26]
Sebagai direktur, Tan Liok Tiauw juga memimpin N. V. Landbouw Maatschappij Tandjong West, sebuah sindikasi tuan tanah yang pada tahun 1917 membeli tanah partikelir Tandjong West, yang kini menjadi Tanjung Barat, Jakarta Selatan[27][28] Di luar Jawa, Tan mengakuisisi Hacienda del Coco di Lampung, sebuah kebun yang didirikan oleh The Lampong Coconut Estates, Ltd.[29][30] Kebun tersebut ditanami kelapa dan lada. Sebagaimana kebun milik Tan yang lain, kebun tersebut juga dikelola oleh manajer profesional asal Eropa.[29]
Tan akhirnya meninggal pada tahun 1947 di Batavia, dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarganya di Kebon Besar, Batoe-Tjepper, Tangerang.[4]
Referensi
^ abcd"Batoe Tjeper Cultuur". www.colonialbusinessindonesia.nl (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 29 December 2017.
^"Practisch". Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië (Jaargang 17. Nummer 196). NV Mij tot Expl. van Dagbladen. 23 August 1912. Diakses tanggal 19 September 2018.
^De Indische gids (dalam bahasa Belanda). Batavia. 1912. Diakses tanggal 19 September 2018.
^"Tan Tiang Po Landbouw". www.colonialbusinessindonesia.nl (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 29 December 2017.