Tan Tiang Po
Tan Tiang Po, Letnan Cina (1846 – 1912), atau juga ditulis sebagai Tan Tjeng Po, dulu adalah seorang birokrat dan dermawan berlatar belakang Tionghoa Indonesia. Ia adalah tuan tanah dari tanah partikelir Batoe-Tjepper di Hindia Belanda.[1][2][3][4] Latar belakang dan keluargaLahir pada tahun 1846 di Batavia (kini Jakarta), Tan berasal dari keluarga 'Cabang Atas'.[5] Ayahnya, Tan Kang Soeij (1827 – 1867), menjabat sebagai Letnan Cina Weltevreden dan menjadi anggota dari Dewan Cina (Kong Koan) Batavia mulai tahun 1860 hingga 1866.[5] Pejabat Cina adalah sebuah jabatan birokratik yang bergengsi di lingkungan pemerintah Hindia Belanda dengan otoritas administratif atas etnis Cina di Hindia Belanda.[6] Melalui ayahnya, Tan adalah cucu dari Tan Leng (1801 – 1851), yang menjadi bagian dari Ngo Ho Tjiang Kongsi.[7][8][5] Tan juga merupakan keponakan tiri dari Tan Kang Ie, Letnan Cina Bekasi (1847 – 1908).[5] Melalui ibunya, Tjie Tjan Nio, Tan adalah cucu dari Tjie Kim Louw, Letnan Cina (1801 – 1883), yang menjadi anggota dari Boedelmeester dan menjabat sebagai Sekretaris di Dewan Cina.[8][5] Sekitar pertengahan dekade 1860-an di Batoe-Tjepper, Tan menikahi Lim Hong Nio, anak dari administrator Ngo Ho Tjiang, Lim Soe Keng Sia dan Tan Bit Nio.[5] Istri Tan adalah keturunan dari dua keluarga Cabang Atas paling terkemuka di Jawa, yakni sebagai cucu dari Lim Ke Tjang, Kapitan Cina Tegal di Jawa Tengah, dan Tan Eng Goan, Mayor Cina pertama Batavia.[5] Keduanya dikaruniai dua orang anak, yakni Tan Him Nio (1868 – 1949), yang kemudian menikahi Khouw Yauw Kie, Kapitan Cina, dan Tan Liok Tiauw (1872 – 1947), yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai tuan tanah Batoe-Tjepper.[5] Cucunya, Tan Pouw Nio, kemudian menikahi Loa Sek Hie.[5] Pendidikan dan karirTan mendapat pendidikan Cina klasik tradisional dari tutor privat. Ia juga memiliki tutor asal Eropa yang mengajarinya bahasa Belanda dan memberinya sejumlah pendidikan Barat.[5][2][4] Sebagai anak dan cucu dari pejabat Cina, ia pun mendapat gelar ‘Sia’.[9] Beberapa tahun setelah ayahnya mengakuisisi tanah partikelir Batoe-Tjepper di Tangerang pada tahun 1862, Tan Tiang Po Sia pindah ke sana sebagai administrator.[5][2][4] Ia tercatat telah menjadi administrator di sana sejak tahun 1865, dan tetap menjadi administrator setelah ayahnya meninggal pada tahun 1867, di bawah arahan dari ibunya, Tjie Tjan Nio, yang mewarisi tanah partikelir tersebut.[2][4] Sebagai seorang tuan tanah, Tan sangat dihormati oleh masyarakat di sana karena kegiatan filantropinya yang sangat ekstensif.[1][3] Pada tahun 1870, ia disebut oleh koran Java-Bode sebagai kontributor signifikan untuk Palang Merah. Pada tahun 1874, ia juga mendirikan sebuah sekolah di Batoe-Tjepper untuk menyediakan pendidikan gratis bagi anak masyarakat miskin yang tinggal di tanah partikelirnya.[1][3] Pada tahun 1877, Tan diangkat menjadi Letnan Cina Tangerang di bawah kepemimpinan Lim Tjong Hien, Kapitan Cina Tangerang.[10][5] Bersama pejabat Cina lain di Tangerang, pada tahun 1878, Tan menjadi pelindung dari Boen Tek Bio, klenteng tertua di sana, dan membantu membeli tempat pemakaman bagi klenteng tersebut.[11] Tan menjabat sebagai Letnan hingga tahun 1885, saat ia meminta dan akhirnya diberi pemberhentian dengan hormat.[12][5] Pada tahun 1899, ia mendirikan N. V. Landbouw Tan Tiang Po untuk mengelola tanah partikelir milik keluarganya di Rawa Boeaja, Tanah Kodja, Pondok Kosambi, Minggoe Djawa dan kemudian erfpacht di Kapoek.[13][2][4] Sebagian besar tanah erfpacht di Kapoek yang dipegang oleh Tan adalah bagian dari tanah partikelir milik kakek mertuanya, yakni Mayor Tan Eng Goan.[6] Tan Tiang Po akhirnya meninggal di Batavia pada tahun 1912.[14][15][2][4] Pers mencatat bahwa jenazahnya diangkut dengan mobil untuk dimakamkan di Batoe-Tjepper.[14] Sebagian besar tanah partikelir milik Tan kini menjadi bagian dari Bandara Internasional Soekarno–Hatta, sementara Pantai Indah Kapuk kini menempati tanah erfpacht milik N. V. Landbouw Tan Tiang Po di Kapoek.[2][4] Referensi
|