Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Syirik

Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah. Umumnya, menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya.

Asal pemikiran

Dalam Surah Al-Mu'minun ayat 90, Allah memberikan perumpamaan mengenai gagasan mengenai adanya Tuhan selainNya. Allah menjelaskan bahwa Dia tidak mempunyai anak dan tidak memiliki sandingan sebagai Tuhan. Allah memisalkan adanya Tuhan dalam jumlah banyak. Keadaan ini hanya akan menimbulkan kekacauan bagi makhluk-hakluk yang diciptakan oleh Tuhan-Tuhan tersebut. Para Tuhan akan saling mengalahkan satu sama lain. Di akhir ayat, Allah menyatakan bahwa Dia yang maha suci atas sifat tersebut.[1]

Syirik dapat timbul dalam pikiran menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah yang membayangkan terjadinya kesepakatan di antara dua Tuhan. Sementara golongan yang kedua adalah yang membayangkan perselisihan di antara dua Tuhan. Kedua golongan ini meyakini pemikirannya masing-masing. Mereka berpandapat bahwa golongan yang menang akan menjadi atas bagi golongan yang kalah. Tuhan yang kalah akan kembali mengadakan uji kekuatan. Jika Ia menang, maka posisi atasan dan bawah menjadi berkebalikan. Tuhan yang akhirnya menang ini kemudian menjadi pemerintah bagi Tuhan yang kalah.[2]

Syirik adalah mengakui bahwa Allah SWT itu ada, tetapi ada yang menyertai dan menyamai-Nya. Ada dua macam golongan syirik. Pertama, membayangkan kesepakatan dua Tuhan. Kedua, membayangkan perselisihan di antara dua Tuhan.[3]

Golongan pertama beranggapan bahwa dua Tuhan bersepakat dalam satu masalah, sedangkan golongan yang kedua beranggapan adanya perselisihan di antara dua Tuhan. Tuhan mana yang menang? Apakah Tuhan yang menghendaki sesuatu itu terjadi atau kemenangan Tuhan yang menghendaki tidak terjadi Golongan yang menang akan menjadi atasan dari yang kalah. Tuhan yang kalah, suatu saat akan uji coba kekuatan. Jika menang, akan berbalik pimpinannya. Kemudian, Tuhan yang semula kalah akan memerintahkan. Hal itu bertentangan dengan sifat Allah Yang Mahasempurna sebagaimana sifat-Nya Yang Maha Pencipta.[3]

Allah SWT melarang syirik. Dalam surah al-Mu'minuun ayat 9, Allah SWT berfirman, "Allah tidak mempunyai anak, dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-Nya. (Sekiranya tuhan banyak), masing-masing tuhan itu akan membavva apa (makhluk) yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu." Manusia beribadah kepada Allah SWT karena patuh kepada-Nya. Hanya Dia yang patut disembah. Puncak dari ibadah manusia adalah mengikuti segala tuntunan dari Dia yang disembah, serta semua syarüat, perintah, dan larangan-Nya.[3]

Penyebab

Salah satu penyebab terjadinya syirik adalah menjadi tokoh-tokoh tertentu sebagai pelindung selain Allah. Praktik ini umumnya terjadi pada para tokoh ulama yang telah wafat. Pelaku syirik umumnya mendatangi kuburan para tokoh ini untuk melakukan penyembahan. Pelaku syirik ini juga datang untuk meminta ampunan atau memohonkan agar segala keinginan yang mereka pinta dapat dikabulkan. Kegiatan syirik ini biasanya terjadi pada tokoh yang kuburannya dianggap keramat oleh pelaku syirik.[4]

Penyebab perbuatan syirik ini disebutkan dalam Surah An-Najm ayat 53. Dalam ayat ini, Allah melarang orang-orang musyrik untuk menyembah Lata dan Uzza. Dalam riwayat Ibnu Abbas, Mujahid dan Abu Shalih diketahui bahwa Lata merupakan orang saleh yang sering membagi-bagikan tepung pada musim haji kepada para jemaah. Setelag Lata meninggal dunia, banyak orang yang datang ke kuburannya untuk menyembahnya.[5] Sedangkan Uzza merupakan nama sebuah pohon yang disembah oleh masyarakat Arab pada masa jahiliah. Informasi ini berasal dari periwayatan Mujahid. Pohon ini akhirnya ditebang oleh Khalid bin Walid atas perintah dari Nabi Muhammad.[6]

Fitrah

Pada dasarnya, manusia memiliki fitrah untuk menolak syirik. Manusia mengetahui bahwa sekutu-sekutu Allah yang dibuatnya tidak dapat menciptakan makhluk apapun. Manusia juga mengetahui bahwa sekutu tersebut tidak dapat menciptakan langit, Bumi maupun hujan. Fitrah ini dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya pada Surah Al-Baqarah ayat 22. Manusia melakukan kesyirikan sebagai akibat dari adanya keinginan untuk memperoleh kebebasan yang tidak dibatasi. Fitrah yang ada kemudian berusaha dihilangkan oleh pelaku syirik demi mencegah dirinya menaati perintah dan larangan dari Allah.[7]

Dalam surah al-Baqarah ayat 22, Allah SWT berfirman, Oleh karena itu, janganlah engkau mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal engkau mengetahui." Manusia mengetahui bahwa sekutu-sekutu itu tidak bisa menciptakan makhluk apa pun, tidak bisa menghamparkan bumi dan membangun langit, tidak bisa menurunkan hujan, tetapi mengapa manusia masih saja menyekutukan-Nya? Penyebabnya adalah kaum musyrikin meminta bebas sebebas-bebasnya. Mereka tidak mau diikat (diberi perintah atau larangan). Mereka menganggap bahwa dengan adanya ikatan hanya akan membatasi. Padahal, Allah SWT memberikan batasan itu hanya karena rasa cinta dan kasih sayang-Nya.[3]

Allah SWT membatasi kita dengan peraturan-peraturan dimaksudkan untuk melindungi kita dari kesewenanganwenangan berjuta-juta manusia terhadap kita. Orang-orang yang beriman mengetahui hikmah dan batasan itu. Justru, adanya batasan-batasan tersebut menimbulkan rasa cinta kepada Al lah SWT. Akan tetapi, sebaliknya, kaum musyrikin tetap saja a kan menyamakan kesukaannya kepada Allah SWT dengan kesukaan kepada sekutu-sekutunya.[3]

Dalam surah al-Baqarah ayat 165, Allah SWT berfirman, "Di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah Kaum musyrikin mengetahui persis bahwa sekutu-sekutunya tidak mampu menghilangkan kemudharatan. Kemudian, mereka memohon kepada Tuhan yang sebenarnyae Namun, setelah hilang kemudharatan itu, mereka kembali kepada sekutu-sekutunya lagi.[3]

Dalam surah az-Zumar ayat 8, Allah SWT berfirman, "Apabila manusia ditimpa bencana, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali (taat) kepada-Nya. Akan tetapi, apabila Dia memberikan nikmat kepadanya, dia lupa (akan bencana) yang dia pernah berdoa kepada Allah sebelum itu, dan diadakannya sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, 'Bersenang-senanglah engkau dengan kekafiranmu itu untuk sementara waktu. Sungguh, engkau termasuk penghuni neraka."[3]

Dampak Syirik

Perbuatan Zalim

Berbuat syirik berarti mendasarkan sesuatu yang tidak berhak kepada yang berhak, yakni Allah, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar.

"Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar"

— Firman Allah, QS. Luqman: 13

Dosa tak diampuni

Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepadaNya, jika ia meninggal dunia dalam kemusyrikannya.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar"

— Firman Allah, QS. An-Nisa: 48

Tempatnya di Neraka

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya ialah Neraka, Tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun"

— Firman Allah, QS. Al-Maidah: 72

Menghapus pahala

"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan"

— Firman Allah, QS. Al-An'am: 88

Jenis Syirik

Secara umum, syirik dimasukkan ke dalam dua kelompok, yaitu Syirik besar dan Syirik kecil[8]

Syirik Besar

Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat kepada Allah.

Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.

Bentuk-bentuk syirik besar:

  • Syirik Do'a, yaitu di samping dia berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ia juga berdo'a kepada selainNya.[9]
  • Syirik Niat, Keinginan dan Tujuan, yaitu ia menunjukkan suatu ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.[10]
  • Syirik Ketaatan, yaitu mentaati kepada selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah [11]
  • Syirik Mahabbah (Kecintaan), yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan.[12]

Syirik Kecil

Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (perantara) kepada syirik besar.

Bentuk-bentuk syirik kecil:

  • Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah.

Rasulullah ﷺ bersabda:[13]

"Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik."

— HR. At-Tirmidzi (No.1535), Al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari Abdullah bin Umar r.a

Dalam sebuah riwayat hadits:[14]

Ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi ﷺ, dan berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik. Kamu mengucapkan: Atas kehendak Allah dan kehendakmu dan mengucapkan: Demi Ka'bah. Maka Nabi ﷺ memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, Demi Allah Pemilik Ka'bah dan mengucapkan: Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu

— HR. An-Nasa'i (VII/6) dan Amalul Yaum wal Lailah (No. 992), Al-Hafizh Ibnu Hajar r.a berkata dalam Al-Ishaabah (IV/389), "Hadits ini shahih, dari Qutailah r.a, wanita dari Juhainah r.a

Syirik dalam bentuk ucapan, yaitu perkataan."Kalau bukan karena kehendak Allah dan kehendak fulan". Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah."Kalau bukan karena kehendak Allah, kemudian karena kehendak si fulan". Kata kemudian menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah.[15]

  • Syirik Khafi (Tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya' (ingin dipuji orang) dan sum'ah (ingin didengar orang) dan lainnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:[16]

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. "Mereka (para sahabat) bertanya: "Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah?" .Dia ﷺ menjawab: "Yaitu riya'"

— HR. Ahmad (V/428-429) dari sahabat Mahmud bin Labid r.a

Cara-Cara untuk Membentengi Diri dari Syirik

  1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
  2. Menuntut ilmu syar’i.
  3. Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan.
  4. Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah kecuali bertaubat.
  5. Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.

Maka berhati-hatilah dari syirik dengan seluruh macamnya, dan ketahuilah bahwasanya syirik itu bisa berbentuk ucapan, perbuatan dan keyakinan. Terkadang satu kata saja bisa menghancurkan kehidupan dunia dan akhirat seseorang dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rabb kalian?” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Dia bersabda, “Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman dan ada yang kafir kepada-Ku. Orang yang berkata, ‘Kami telah mendapatkan anugerah hujan berkat keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami mendapatkan curahan hujan karena rasi bintang ini atau itu, maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.'” (Muttafaq ‘alaih)

Bacaan lanjut

  1. Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  2. Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  3. Kitab Tauhid 1, 2 dan 3 karya Syaikh Shalih Al Fauzan dan para ulama lainnya
  4. Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
  5. Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syaikh Ibrahim bin Syaikh Shalih Al Khuraishi.
  6. Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
  7. Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi
  8. Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
  9. Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
  10. Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali
  11. Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
  12. Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
  13. Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan
  14. Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
  15. Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
  16. Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Hamad bin ‘Atiq
  17. Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan
  18. Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
  19. At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syaikh
  20. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih Al Fauzan
  21. Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
  22. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
  23. At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
  24. Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syaikh Shalih bin Muhammad Al Asmari
  25. Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
  26. Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi
  27. Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi
  28. ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syaikh Al Albani rahimahullah
  29. Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syaikh Shalih Al Fauzan
  30. Al Minhah Al Ilahiyah fi Tahdzib Syarh Thahawiyah karya Syaikh Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ asy-Sya'rawi 2007, hlm. 26.
  2. ^ asy-Sya'rawi 2007, hlm. 25.
  3. ^ a b c d e f g Mutawally asy-Sya'rawi, M. (2020). Anda Bertanya, Islam Menjawab. Depok: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3. 
  4. ^ Jauzi 2020, hlm. 24.
  5. ^ Jauzi 2020, hlm. 24-25.
  6. ^ Jauzi 2020, hlm. 25.
  7. ^ asy-Sya'rawi 2007, hlm. 34.
  8. ^ الذهبي, محمد بن احمد بن عثمان (2017). كتاب الكبائر (dalam bahasa Arab). الدار العالمية للنشر والتجديد. ISBN 979-977-789-036-6 Periksa nilai: checksum |isbn= (bantuan). 
  9. ^ QS. Al-Ankabut: 65
  10. ^ QS. Huud: 15-16
  11. ^ QS. At-Taubah: 31
  12. ^ QS. Al-Baqarah: 165
  13. ^ Al-Hakim berkata: Hadits ini shahih menurut syarah al-Bukhari dan Muslim. Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
  14. ^ Lihat Fathul Majiid Syarh Kitabit Tauhid (Bab 41 dan 43). Lihat juga di Silsilah al-Ahaadits as-Shahiihah (No. 2042).
  15. ^ QS. At-Takwir: 29
  16. ^ Berkata Imam al-Haitsami di dalam Majma'uz Zawaa'ij (I/102): "Rawi-rawinya shahih". Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam Mu'jamul Kabiir (No. 4301), dari sahabat Rafi bin Khadiij r.a. Hadits ini dihasankan oleh Ibnu Hajar Al 'Asqalani dalam Bulughul Maram. Dishahihkan juga oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (No. 23521 dan 23526).

Daftar pustaka

  • asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2007). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3. 
  • Jauzi, Ibnul (2020). 70 Dosa Besar yang Dianggap Biasa [Tadzkirah Ulil Bashair]. Jakarta Selatan: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-362-0. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya