Soetjipto Soentoro
Soetjipto Soentoro (16 Juni 1941 – 12 November 1994) merupakan pemain Sepak Bola dari Persija, klub Sepak Bola Indonesia, yang dapat berposisi sebagai Penyerang Bayangan. ProfilSoetjipto lahir dan besar dalam keluarga Soentoro Djajasapoetra yang menyukai olahraga sepak bola. Dua saudaranya, Soegijo dan Soegito, juga bermain untuk Persija Jakarta antara 1952-1964.[1] Awal KarierSebelum bergabung dalam klub, saat berumur belasan tahun Soetjipto bermain sepak bola di jalanan di daerah Kebayoran Baru, Jakarta, pada tahun 1954. Selanjutnya, ia menjelma menjadi salah satu pemain hebat sepanjang sejarah sepak bola Indonesia hingga level asia. Peruntungannya berubah sejak bergabung dengan IPPI Kebayoran. Namanya mulai dikenal publik ketika membela Setia Jakarta (klub internal Persija). Pelatih timnas junior, Djamiat Dalhar, mengetahui potensi yang dimiliki Soetjipto dan menarikanya ke timnas junior. Nama pria kelahiran 16 Juni 1941 itu kian menanjak ketika masuk dalam timnas senior yang dilatih Antun Pogačnik. Karier di Persija JakartaDi usianya yang baru 16 tahun Soetjipto sudah memperkuat Persija. Gareng pun menjadi sebutan Soetjipto lantaran tubuhnya yang tak tinggi itu. Bakatnya yang luar biasa telah terlihat ketika ia mengolah si kulit bundar di lapangan Blok A Kebayoran. Lahir dan besar di lingkungan keluarga Soentoro Djajasapoetro yang menyukai sepak bola. Kakak Si Gareng adalah Soegijo dan Soegito pemain Persija tahun 1956-1964. Berkat tangan dingin dari drg.Endang Witarsa, ia bersama dengan Yudo Hadianto, Fan Tek Fong, Kiat Seek, Dominggus, Supardi, Didik Kasmara, Surya Lesmana berhasil menjadi bagian dari skuat senior tim Persija. Gareng memulai debut pertamanya di Persija dengan kemenangan 7-0 atas PSP. Empat gol diantaranya dicetak oleh Gareng. Ia juga berhasil mencetak gol pembuka ketika melawan PSB. Persija juga berhasil menggunduli tim promosi divisi utama dari Ambon 4-0. Ketika itu PSA Ambon dihuni oleh pemain bintang timnas seperi Jacob Sihasale. Pada tanggal 25 Juli 1964 Persija menghadapi PSM Makassar. Walau Persija sempat tertinggal lebih dulu oleh PSM Makassar, akhirnya Persija berhasil menyamakan kedudukan melalui gol Soetjipto. Pada pertandingan melawan PSMS, ia memborong empat gol. Akhirnya Persija lolos ke putaran final setelah pada pertandingan melawan Persib menang 3-1. Dua gol diantaranya dicetak melalui hat-triknya. Soetjipto Soentoro berhasil membawa Persija juara kompetisi Perserikatan tahun 1964 setelah dalam partai final mengalahkan Persebaya yang ketika itu Persebaya diperkuat oleh pemain bintang Timnas Indonesia seperti Andjiek Ali Nurdin, Jacob Sihasale, dan Junaedi Abdillah dengan skor 4-1 yang diselenggarakan di Stadion Istora Senayan. Ketika itu, ia berhasil membawa Persija menjadi tim yang tak terkalahkan dalam satu musim. Ia menjadi top skor Perserikatan tahun 1964 dengan 16 gol. Setelah itu, ia menjadi ikon fenomenal bagi Persija.[2] Pada tahun 1965 ia tidak berhasil membawa Persija menjadi juara bertahan setelah kalah dalam perebutan tempat ketiga dari Persib 2-1. Karier di PSMS MedanUsai membawa Timnas Indonesia Juara KIngs Cup 1968 di Bangkok,Soetjipto Soentoro bersama bintang - bintang Timnas Yudo Hadianto,Iswadi Idris,Mulyadi,Sinyo Aliandoe,Anwar Ujang,Abdul Kadir,Jacob Sihasale,Max Timisela dan M.Basri bergabung dengan Pardedetex yang waktu itu merupakan klub anggota PSMS Medan.Di Pardedetex mereka bergabung bersama bintang - bintang asal Medan seperti Sarman Panggabean,Sunarto,Acong,Aziz Siregar dll. Kehadiran mereka di PSMS Medan ditambah bintang - bintang PSMS Medan Non Pardedetex seperti Yuswardi,Ronny Pasla,Ipong Silalahi,Zulham Yahya,Tumsila,Syamsuddin Panjaitan,Sukiman dan Nobon membuat PSMS Medan menjadi kekuatan yang sangat kuat hingga disebut "The Dream Team" karena 90% pemain Timnas memperkuat PSMS Medan. Berkat tangan dingin dari duet pelatih Ramli Yatim, dan E.A Mangindaan, PSMS berhasil menjadi Juara Kejurnas PSSI 1969 sekaligus mempertahankan gelar yang diraih sebelumnya pada tahun 1967.Dengan skuad yang sama pula Gareng cs berhasil membawa Tim Sepakbola Sumatera Utara meraih Medali Emas pada PON VII tahun 1969 di Jawa Timur setelah di Final mengalahkan DKI Jakarta 2-1.Dalam PON ini pula Gareng berhasil menjadi top skor dengan 16 gol. Pada tahun 1970 PSMS Medan sebagai Juara Kejurnas PSSI 1969 mewakili Indonesia di AFC Champions Cup 1970 yang berlangsung di Teheran Iran pada 1-10 April 1970.Ini merupakan kali pertama klub Indonesia berlaga di AFC Champions Cup.Pada turnamen ini Gareng Cs di penyisihan grup B tampil sebagai Runner Up setelah mengalahkan West Bengal (India) 1-0 dan Police FC (Thailand) 4-0 serta kalah 1-3 dari Hapoel Tel Aviv (Israel).Pada pertandingan melawan Police FC dan Hapoel Tel Aviv Gareng berhasil mencetak masing - masing 1 gol.Di Semifinal langkah PSMS Medan terhenti setelah kalah 0-2 dari tuan rumah Taj Teheran dan pada perebutan tempat ketiga kalah 0-1 dari Homenetmen (Libanon). Karier Internasional*This is an incomplete list Piala Junior Asia 1960Dalam usia 19 tahun sudah memperkuat Persija ke Eropa dan ikut Pelatnas PSSI Junior untuk Piala Junior Asia 1960. Di Piala Yunior Asia, Soetjipto Soentoro berhasil mencetak 5 gol meski pada akhirnya Indonesia hanya menduduki tempa keempat setelah tumbang oleh Jepang pada pertandingan perebutan tempa ketiga 3-2. Indonesia berada pada grup B bersama Korea Selatan, Thailand, dan Singapura. Pada debut pertamanya saat melawan Singapura, ia mencetak dua gol dimana gol pertamanya menjadi gol yang tercepat yakni pada menit ke-1. Superioritas Indonesia tatkala itu tak mampu dibendung Singapura yang akhirnya bertekuk lutut dengan skor 9-3.[3] Superioritas Indonesia rupanya tak berlanjut pada pertandingan kedua saat berjumpa Korea Selatan. Dua golnya saat itu tak mampu membawa tim Indonesia melaju ke babak final setelah kalah 4-2.[4] Hasil ini tak membuat timnya patah semangat. Pada pertandingan terakhir grup B, Thailand berhasil dicukur 3-0 berkat golnya dan dua gol lainnya dicetak oleh Sobari, dan Dzulkifli. Hasil tentunya hanya membawa Indonesia melaju ke babak perebutan tempat ketiga yang saat itu sedang ditunggu oleh Jepang. Penampilannya yang mengesankan membuatnya dipromosikan ke tim senior. Tur PSSI ke EropaPada tahun 1965, dalam lawatan PSSI ke Eropa. Tim nasional yang di manajeri oleh Maulwi Saelan (Kolonel,Wakil Komandan Pasukan Pengawal Presiden RI ketika itu) membawa mereka melawan dua klub tangguh Eropa, Feyenoord FC, Belanda dan SV Werder Bremen, Jerman. Kata-kata motivasi yang diberikan langsung oleh Presiden RI Soekarno kepada si Gareng sebelum berangkat ke Eropatertanam benar ke dalam hatinya. "Kau,Gareng lawan si Belanda itu. Tunjukkan bahwa bangsa Indonesia itu bangsa besa." ujar Bung Karno. 9 Juni 1965, Soetjipto Soentoro yang dipercaya menjadi kapten tim PSSI menghadapi Juara Liga Kompetisi Divisi Utama, Belanda yang saat itu dikapteni oleh Guus Hiddink. Si Gareng main kesetanan, setelah melewati tiga pemain belakang Feyenord pada menit kedua babak pertama ia menciptakan gol yang bertahan sampai babak pertama berakhir. Meski skor berakhir 1-6 bagi kemenangan Feyenord itu tidak lebih disebabkan faktor wasit dan bersifat politis. 14 Juni 1965, pada lawatan keduanya di Jerman Barat melawan Juara Bundesliga, Werder Bremen, si Gareng dan kawan-kawanng membuat kejutan. Pertandingan berlangsung dramatis, tercipta banyak gol dan penuh semangat juang. Gol-gol nya dihasilkan pada menit 30, 41, dan 58 dan sekaligus ia mencetak hattrik pada pertandingan itu.[5] Meskipun kalah 5-6 tetapi pelatih SV Werder Bremen yang merangkap pelatih nasional Jerman Barat,Herr Brocker terang-terangan memuji dan menawarkan Soetjipto,Max Timisela dan John Simon bermain untuk klub Werder Bremen.[6] Namun, tawaran simpatik itu ditolak oleh Kolonel Gatot Suwago. "Mereka lebih mencintai main untuk bangsanya." ujar sang Kolonel. Alasan lain karena Soetjipto dan kawan-kawan sedang dalam rangka persiapan Asian Games 1966 di Tokyo. Tur PSSI ke AsiaSetelah tur ke Eropa, Timnas mengadakan pertandingan persahabatan melawan Singapore Armed Force di Burma bulan Oktober. Indonesia yang ketika itu dikapteni oleh Gareng berhasil menang telak atas tamunya dengan skor 7-0. Gareng keika itu mencetak 4 gol dan ketiga gol lainnya dicetak oleh Max Timisela dan Jacob Sihasale. Soetjipto memulai debutnya di Timnas senior dalam kejuaraan internasional ketika Indonesia berhasil mengikuti Asian Games 1966 di Tokyo. Ketika itu, Indonesia tergabung dalam Grup C bersama dengan Singapura, Vietnam Selatan, Republik China (sekarang Taiwan). Indonesia hanya menang 2 kali dan 1 kali seri. Ia hanya mencetak 2 gol, masing-masing golnya dicetak saat pertandingan melawan Republik China dan Burma. Indonesia akhirnya melaju ke babak perempat final. Indonesia tergabung dalam grup maut bersama dengan Iran dan Burma. Namun ia dan kawan-kawan harus menyerah di babak perempat final setelah menerima hasil seri dengan Iran 2-2 dan kalah dari Burma dengan skor 1-3. Timnas ketika itu yang berlaga di turnamen ini adalah gabungan timnas junior yang dilatih oleh Antun Pogačnik. Gol-gol Soetjipto dihasilkan ketika Indonesia mencukur Pakistan Railways, Karachi Port Trust, dan Iran XI, masing-masing dengan 3 gol dan 2 gol ketika melawan Iran XI. Akhirnya Indonesia berhasil menjadi juara setelah menang 2-1 dengan Mohammedan SC. Gol Indonesia keika itu dicetak oleh Gareng dan Aliandoe. Dalam debutnya di Piala Raja 1968, ia berhasil membawa timnya menjadi juara untuk pertama kalinya. Timnas Indonesia menjadi tim yang tak terkalahkan dalam turnamen ini. Dalam partai alokasi grup menang dengan Malaysia 1-0. Indonesia tergabung di grup 2 bersama dengan Burma dan Singapura. Ia mencetak 2 gol dalam pertandingan melawan Burma sebelum Indonesia menambah keunggulan melalui sundulan Jacob Sihasale. Dalam pertandingan kedua melawan Singapura, ia menyumbangkan 1 gol yang berakhir dengan skor 7-1 bagi kemengan Indonesia. Di partai semi-final, Indonesia berhasil menang telak dengan musuh bebuyutannya Malaysia 6-1. Indonesia sempat tertinggal terlebih dahulu sebelum ia mencetak gol penyeimbang sekaligus mencetak dua gol pada pertandingan itu. Akhirnya Indonesia melaju ke babak final dan ketika itu Indonesia sanggup mengalahkan Burma 1-0 walaupun Burma lebih mendominasi pertandingan. Satu-satunya gol dalam pertandingan itu dicetak oleh kapten PSSI, Soetjipto Soentoro. Soetjipto tampil gemilang bersama timnas ketika timnas tampil di Turnamen Merdeka 1968 di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam turnamen tersebut ia berhasil membuat timnas menang telak dalam berbagai pertandingan. Namun perjuangan timnas hanya sampai di babak semi final. Dan timnas akhirnya hanya menduduki peringkat 4 setelah kalah dalam partai perebutan tempat ketiga dari Australia dengan skor 1-0. Ketika itu, ia mencetak 4 gol hattriknya ketika timnas dalam pertandingan pertama berhasil menang telak atas Jepang B dengan skor 7-0. Ia juga memborong 5 gol ketika dalam pertandingan terakhir berhasil mencukur Republik China dengan skor 11-1 yang digelar pada tanggal 18 Agustus 1968 di Stadion Merdeka, Kuala Lumpur. Ini adalah kemenangan terbesar Timnas untuk pertama kalinya sepanjang sejarah sebelum akhirnya rekor tersebut dipatahkan pada saat Indonesia menghancurkan Filipina 13-1 pada saat Piala Tiger 2002. Indonesia tergabung dalam Grup A bersama dengan Malaysia, Korea Selatan, dan Thailand. Ia berhasil menyumbangkan masing-masing 1 gol ketika Indonesia membungkam Korea Selatan 3-0 dan mengalahkan Thailand 3-1. Ia juga turut memborong 8 gol ketika di partai semi final Indonesia membantai Singapura 9-2. Akhirnya ia keluar sebagai top skor setelah dalam partai final ia berhasil menyumbangkan 1 gol dan membawa Indonesia menang 3-2 atas musuh bebuyutannnya, Malaysia. Pertandingan melawan Dynamo MoskowPada tanggal 14 Juni 1970, Timnas Indonesia kedatangan klub asal Rusia, Dynamo Moskow. Dynamo Moskow ketika itu datang dengan membawa kiper terbaik dunia ketika itu, Lev Yashin. Tetapi Indonesia hanya kalah tipis dengan skor 0-1. Sebenarnya Indonesia memiliki peluang ketika ia mengirmkan umpan manis kepada Iswadi Idris. Namun Iswadi lebih memilih mengumpan kepada Jacob Sihasale karena hampir tidak ada celah untuk bisa mencetak gol. Sayangnya ia tidak siap ketika menerima umpan dari Iswadi. Asian Games 1970Debut terakhirnya di timnas adalah ketika ia berhasil membawa timnas meraih medali perak Asian Games 1970 setelah sebelumnya pada tahun 1966 ia tidak berhasil membawa timnas meraih medali perak. Indonesia ketika itu tergabung di Grup C bersama dengan Iran dan Korea Selatan. Indonesia hanya menempati urutan kedua setelah hanya meraih hasil seri 2 kali ketika dalam laga pertama ditahan imbag Iran dengan skor 2-2 dan Korea Selatan 0-0. Namun hasil ini dapat membawa Indonesia lolos ke babak perempat final. Di babak perempat final, Indonesia tergabung dalam Grup A bersama India dan Jepang. Sayangnya Indonesia tidak dapat meraih kemenangan sekali pun dan hasil ini membuat timnya harus bertanding di partai perebutan tempat kelima. Ia berhasil mencetak gol penentu kemenangan setelah ia berhasil membawa timnya menang 1-0 atas Thailand dan akhirnya timnas berhasil meraih medali perak Asian Games 1970. Gaya bermainSoetjipto memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh pemain Asia lainnya antara lain kemampuan menjaga bola dari serangan lawan, tendangannya yang keras dan terarah dari berbagai sudut, serta kemampuan mengecoh pemain lawan menjadi contoh kelebihan Soetjipto. Penyerang kelahiran Bandung ini menyandang ban kapten timnas selama beberapa tahun. Karier sebagai pelatihTahun 1971 Soetjipto memutuskan gantung sepatu. Setelah belajar ilmu kepelatihan di Jerman Barat (1978), Soetjipto beralih profesi menjadi pelatih. Tercatat Buana Putra Galatama, Persiba Balikpapan, dan Persiraja Banda Aceh pernah dilatihnya. Soetjipto juga pernah membawa timnas junior ke Piala Dunia U-20 FIFA di Tokyo pada tahun 1979. Timnas junior Indonesia sebenarnya gagal melangkah ke putaran final Piala Dunia FIFA Junior FIFA. Saat itu Skuat Garuda Muda hanya mampu finish di peringkat tiga pada babak kualifikasi Piala Dunia Junior FIFA. Sedangkan zona Asia hanya memiliki tiga jatah tiket ke putaran final. Satu dipegang oleh Jepang selaku tuan rumah penyelenggara. Dua tiket lainnya dipegang Korea Selatan dan Korea Utara yang sukses menembus putaran final lewat jalur kualifikasi zona Asia. Namun karena alasan politis Korea Utara mundur dari kejuaraan dan Indonesia ditunjuk jadi pengganti. Jadilah Garuda Muda maju ke putaran final Piala Dunia Junior FIFA 1979 di Jepang. Sebuah kesempatan emas untuk mengepakan sayap sang Garuda di level dunia. Namun bukan berarti perjalanan skuat Garuda di putaran final Piala Dunia Junior FIFA akan berjalan mulus. Dalam babak penyisihan, Timnas Indonesia Junior tergabung dalam grup maut bersama Argentina, Yugoslavia dan Polandia. Saat berlaga menghadapi Argentina, Garuda Muda harus mengakui keunggulan Maradona cs, 5 gol tanpa balas di Stadion Omiya, Jepang, 26 Agustus 1979. Dari lima gol Tim Tango ke gawang Indonesia yang dikawal Endang Tirtana, dua gol diantaranya dicetak El Pibe de Oro atau Sang Dewa –julukan Maradona-.[7] Selain kalah telak 5 gol tanpa balas dari Argentina, dua penghuni grup lainya yaitu Polandia dan Yugoslavia juga pernah membuat sang Garuda tertunduk lesu. Dalam babak penyisihan grup, Polandia menghabisi Garuda Muda dengan skor 5-0. Sedangkan Yugoslavia membantai Garuda Muda setengah lusin gol tanpa balas. Argentina bersama Maradona saat itu akhirnya keluar sebagai juara Piala Dunia U-20 FIFA usai mengandaskan Uni Soviet 3-1 pada laga puncak. Pada tahun 1990, Gareng menderita penyakit kanker lever. Selama empat tahun, ia harus berjuang melawan kanker lever yang menggerogoti tubuhnya. Sehingga ia sampai harus berobat ke Jepang untuk menyembuhkan penyakitnya itu. Pada tanggal 12 November 1994, di usia 53 tahun, Gareng meninggal dunia. Ia dimakamkan di pemakaman TPU Tanah Kusir, Jakarta. Ia meninggalkan dua anak, Bisma dan Tantri Statistik karier
Karier internasional
PrestasiIndonesia
Klub
PON
Individu
|