Peta Afganistan ini menampilkan wilayah serangan Taliban di akhir serangan pada 15 Agustus 2021. (Lihat peta terperinci mengenai situasi militer terkini di Afganistan.)
Tanggal
1 Mei 2021 – 15 Agustus 2021[7] (3 bulan dan 2 minggu)
Taliban: ca Perkiraan Pemerintah AS: 75.000[48] Laporan PBB: 55.000–85.000 pejuang[49] 15.000 fasilitator pendukung dan nirperang[49] Perkiraan lainnya: 85.000[50]–200.000[51][52]
ANSF: ca Angka resmi Pemerintah Afganistan dan AS: 300.000[53]–354.000[48][51][54](resmi; termasuk polisi[55] dan tentara bayangan) Perkiraan lainnya: 150.000–200.000 tentara tempur, termasuk tentara junior dan bayangan dengan jumlah yang tidak diketahui.[55]
Korban
Taliban Klaim Pemerintah Afganistan hingga 9 Agustus): 9.819 tewas[56] 5.472 terluka[56] 54 ditangkap[56]
Afganistan Angka resmi Pemerintah Afganistan: Tidak diberitahukan[58][59] Laporan media: 1.537 tewas[60] 972 terluka[60] 677 ditangkap[60] 2.324+ terdesersi[61][62] 6.000 prajurit KPF menyerah[45] Ribuan tentara pemerintah menyerah[63][64]
Dalam tiga bulan pertama serangan, Taliban membuat kemajuan signifikan dalam perebutan wilayah di daerah pedesaan, meningkatkan jumlah distrik yang dikendalikannya dari 73 menjadi 223 distrik.[16] Pada 6 Agustus, Taliban melancarkan serangan ke beberapa ibu kota provinsi di Afganistan, dengan sebagian besar kota menyerah tanpa perlawanan,[77] dan Taliban merebut seluruh ibu kota provinsi kecuali kota Bazarak di Provinsi Panjshir.[78][79][80] Pada 15 Agustus, Presiden petahana Ashraf Ghani meninggalkan Afganistan[81] dan Taliban merebut ibu kota negara Afganistan, Kabul; dengan demikian, pemerintahan Afganistan jatuh.[82]
Pergerakan cepat Taliban dalam perebutan wilayah[75][83] mengejutkan banyak pemerintahan negara lain, termasuk Amerika Serikat,[84]Britania Raya,[85]Jerman,[86] dan Rusia.[87] Kemenangan Taliban mendapat tanggapan beragam yang sangat luas dari dalam dan luar Afganistan.[88]
Pada bulan September 2020, lebih dari 5.000 anggota Taliban yang dipenjara, termasuk 400 orang di antaranya yang dituduh atau dinyatakan bersalah melakukan kejahatan kriminal berat seperti pembunuhan, dibebaskan oleh Pemerintah Afganistan sebagai bagian dari Perjanjian Doha antara Amerika Serikat dan Taliban.[89] Menurut Dewan Keamanan Nasional Afganistan, banyak dari tahanan yang dipenjara yang merupakan "pakar" yang kembali ke medan pertempuran dan memperkuat pihak Taliban.[90]
Sebuah helikopter Mi-17 milik Angkatan Udara Afganistan ditembak jatuh oleh Taliban dan menewaskan ketiga pilotnya, sedangkan sebuah helikopter UH-60 mengalami kerusakan di darat setelah sebuah pos terdepan milik Angkatan Darat Nasional Afganistan dikepung oleh Taliban pada bulan yang sama.[40][66] Pada 16 Juni, gerilyawan Taliban mengeksekusi mati 22 anggota komando Angkatan Darat Afganistan yang menyerah di distrik Dawlat Abad. Di antara anggota yang tewas adalah Mayor Sohrab Azimi, putra dari pensiunan Jenderal Zahir Azimi. Mayor Sohrab mendapat kenaikan pangkat anumerta menjadi brigadir jenderal.[100] Saksi mata mengatakan bahwa bahasa percakapan yang digunakan oleh antar anggota gerilyawan Taliban terdengar asing, yang mengindikasikan bahwa para gerilyawan tersebut bukan berasal dari daerah tersebut.[101] Sepanjang bulan tersebut, 703 anggota pasukan ANSF 208 warga sipil tewas selama pertempuran melawan Taliban, sedangkan Kementerian Pertahanan Afganistan mengklaim pihaknya telah menewaskan 1.535 gerilyawan Taliban.[56][60] Pada 19 Juni, PresidenAshraf Ghani mengganti kepala staf Angkatan Darat Nasional Afganistan, menteri pertahanan, dan menteri dalam negeri.[102] Pada akhir bulan Juni, seluruh negara anggota Resolute Support Mission kecuali Amerika Serikat, Britania Raya, dan Turki telah menarik pasukan tentaranya.[butuh rujukan]
Pada 22 Juni, Taliban merebut Shir Khan Bandar, perlintasan perbatasan utama Afganistan dengan Tajikistan.[103] Tiga belas distrik jatuh ke pihak Taliban hanya dalam kurun waktu 24 jam.[104] Pada hari yang sama, pertempuran besar juga terjadi di Provinsi Baghlan setelah pasukan Afganistan melancarkan operasi militer di pinggiran kota Pol-e Khomri dan menewaskan 17 gerilyawan Taliban yang termasuk Qari Khalid, seorang komandan divisi Taliban.[22] Pasukan Taliban secara serentak mengambil alih Provinsi Balkh dan mengepung Mazari Sharif, ibu kota Provinsi Balkh.[105][106] Pada 23 Juni, terjadi pertempuran antara pasukan Taliban dan tentara Afganistan di dalam kota Pol-e Khomri.[107]
Pada 25 Juni, Taliban mengambil alih Distrik Shinwari dan Distrik Ghorband di Provinsi Parwan di utara Kabul.[108] Pada hari yang sama, NBC News melaporkan Taliban "terkejut dengan kecepatan pergerakan mereka sendiri dan telah menghindari perebutan beberapa target agar tidak terjadi bentrok dengan Amerika Serikat",[109] dan Pemerintah Afganistan meluncurkan program yang disebut sebagai Mobilisasi Nasional, yang bertujuan untuk mempersenjatai kelompok milisi pendukung pemerintah untuk berperang melawan Taliban.[110] Sementara itu, wakil emir Taliban Sirajuddin Haqqani mengeluarkan sejumlah instruksi melalui Voice of Jihad kepada pemerintahan di wilayah yang telah direbut Taliban selama penyerangan. Peneliti FDD's Long War Journal Thomas Joscelyn berpendapat bahwa pernyataan Haqqani "layaknya sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang kepala negara".[1]
Pada 27 Juni, Distrik Chaki Wardak dan Distrik Saydabad jatuh ke pihak Taliban setelah sedikitnya 50 pasukan tentara Afganistan menyerah dan ditangkap oleh Taliban. Pada hari yang sama, Distrik Rustaq, Distrik Shortepa, dan Distrik Arghistan jatuh ke pihak Taliban. TOLONews melaporkan bahwa 108 distrik jatuh ke pihak Taliban dalam dua bulan terakhir dan tentara Afganistan hanya mampu merebut kembali 10 distrik.[111][112] Pada 29 Juni, Taliban melancarkan serangan ke kota Ghazni dan mengakibatkan terjadinya pertempuran di kota tersebut.[113]
Pada bulan Juli, Taliban merebut 64 distrik dari Pemerintah Afganistan dan masuk ke kota Kandahar dan Herat, masing-masing kota terbesar kedua dan ketiga di Afganistan.[15][114][115] Sepanjang bulan tersebut, 335 anggota pasukan ANSF dan 189 warga sipil tewas selama pertempuran melawan Taliban, sedangkan Kementerian Pertahanan Afganistan mengklaim pihaknya telah menewaskan 3.159 gerilyawan Taliban.[56][60] Menurut seorang utusan CSTO, sekitar 1.500 tentara Afganistan terdesersi ke Tajikistan.[61] Media Iran melaporkan bahwa sekitar 300 tentara dan warga sipil Afganistan telah melintasi perbatasan dan masuk ke Iran untuk melarikan diri dari Taliban.[61]
Pada 2 Juli, Italia dan Jerman menarik pasukan tentaranya dari Afganistan, dan pasukan tentara Amerika Serikat meninggalkan Lapangan Terbang Bagram dengan menyerahkannya kepada Angkatan Darat Nasional Afganistan.[116] Sejak saat itu, serangan udara Amerika Serikat melawan Taliban dipimpin dari luar Afganistan, yaitu dari Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar dan kelompok serang kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat di Teluk Persia, sehingga diperlukan perjalanan selama beberapa jam untuk mencapai target. Menurut seorang pejabat pertahanan Amerika Serikat, serangan udara Amerika Serikat sejak 2 Juli hanya berjumlah beberapa kali dalam sehari.[117][118]
Pada akhir pekan pertama bulan Juli, ratusan perempuan bersenjata turun ke sejumlah jalan di wilayah utara dan tengah Afganistan untuk berunjuk rasa melawan serangan Taliban, dengan unjuk rasa terbesar di kota Chaghcharan, ibu kota Provinsi Ghōr. Gubernur Provinsi Ghōr Abdulzahir Faizzada melaporkan dalam sebuah wawancara dengan The Guardian bahwa banyak perempuan Afganistan, beberapa di antaranya yang kabur dari Taliban, telah mempelajari penggunaan senjata api untuk membela diri mereka, dengan beberapa di antaranya sudah memerangi Taliban sendiri. Juru bicara Taliban Zabiullah Mujahid mengutuk laporan tersebut sebagai "propaganda" dan menyatakan "perempuan tidak akan pernah mengangkat senjatanya untuk melawan kami".[119] Selama akhir pekan tersebut, Taliban merebut sembilan pos perbatasan milik tentara Afganistan di Provinsi Kunar di dekat perbatasan dengan Pakistan, di mana 39 personel tentara Afganistan menyerah dan 31 lainnya melarikan diri ke Pakistan.[61]
Pada 5 Juli, Presiden TajikistanEmomali Rahmon mengumumkan pengerahan 20.000 pasukan tentaranya ke perbatasan dengan Afganistan untuk menghindari meluasnya perang di Afganistan ke Tajikistan. Pada 9 Juli, CSTO mengumumkan Federasi Rusia akan mengerahkan 7.000 tentaranya ke perbatasan tersebut untuk membantu tentara Tajikistan.[120][121] Pada 7 Juli, pasukan pendukung pemerintah menggagalkan upaya Taliban untuk merebut kota Qala i Naw.[34] Pada 8 Juli, Taliban merebut Distrik Karukh, salah satu distrik strategis yang penting di Provinsi Herat.[115]
Pada 8 Juli, tentara Afgianistan mengeksekusi mati seorang penduduk setempat dengan mendudukkannya di atas alat peledak improvisasi (IED) sebelum meledakkannya.[122] Korban yang bernama Barakatullah tersebut dituduh memandu Taliban oleh polisi Afganistan dan milisi anti-Taliban. Ayahanda Barakatullah membantah tuduhan bahwa putranya bekerja sama dengan Taliban. Insiden tersebut terjadi di selatan kota Sharana, ibu kota Provinsi Paktika dan video insiden tersebut diunggah melalui jejaring sosial TikTok. Tim observasi dari France 24 dapat memverifikasi dan melacak lokasi geografis video tersebut. Juru bicara Kementerian Pertahanan Afganistan Fawad Aman membantah adanya insiden tersebut.[122] Seorang wartawan Afganistan bernama Naseeb Zadran mengatakan bahwa insiden tersebut bukan merupakan insiden yang kebetulan dan mencerminkan kebebasan dari hukuman yang dinikmati oleh tentara Afganistan.[122]
Pada 10 Juli, Taliban merebut Distrik Panjwayi di Provinsi Kandahar.[123] Taliban juga mengepung kota Ghazni di Afganistan tengah.[124] Kota perlintasan perbatasan Torghundi yang berbatasan dengan Turkmenistan dan Islam Qala yang berbatasan dengan Iran juga direbut oleh Taliban. Selama perebutan perlintasan perbatasan Islam Qala, sejumlah petugas keamanan dan bea cukai Afganistan kabur melalui perbatasan dengan Iran untuk melarikan diri dari Taliban.[125][126] Pada 11 Juli, Menteri Pertahanan AustraliaPeter Dutton mengumumkan berakhirnya keberadaan militer negaranya di Afganistan, dengan 80 personel terakhir telah meninggalkan Afganistan dalam beberapa minggu terakhir.[127] Pada 12 Juli, komandan Misi Dukungan ResoluteAustin S. Miller mundur dari jabatannya.[128] Hingga 12 Juli, Taliban telah merebut 148 distrik dari Afganistan.[15] Pada 14 Juli, pos perbatasan Afganistan di Spin Boldak direbut oleh pasukan Taliban;[129] seorang wartawan Reuters dari India bernama Danish Siddiqui tewas di sana ketika meliput pertempuran tersebut dua hari kemudian.[130]
Pada 12 Juli, Presiden Turkmenistan Gurbanguly Berdimuhamedow memerintahkan pengerahan pasukan tentara, kendaraan lapis baja, dan persenjataan ke perbatasan dengan Afganistan untuk mencegah meluasnya perang di Afganistan ke Turkmenistan.[131] Pada 16 Juli, Uzbekistan menjadi tuan rumah sebuah konferensi antara sejumlah pemimpin dan diplomat luar negeri di kawasan Asia Tengah, termasuk Presiden Afganistan Ashraf Ghani, untuk mendorong perdamaian dan mencegah terjadinya perang saudara.[132]
Pada 21 Juli, Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika SerikatMark Milley melaporkan bahwa sebagian dari seluruh distrik di Afganistan berada di bawah kendali Taliban dan momentum situasi "agaknya" berada di pihak Taliban.[133] Pada 22 Juli, Pentagon mengonfirmasi bahwa Angkatan Udara Amerika Serikat telah melakukan empat serangan udara di Afganistan atas permintaan pejabat Pemerintah Afganistan. Dua serangan udara ditujukan untuk menghancukan peralatan militer yang direbut Taliban dari pasukan keamanan Afganistan; satu senjata artileri dan satu kendaraan militer hancur dalam serangan tersebut.[46] Sementara itu, pertempuran di Kandahar terus berlanjut, dengan sebagian besar pemukiman penduduk dikepung oleh para pemberontak. Seluruh distrik di Kandahar kecuali Distrik Daman jatuh ke pihak Taliban, dan hanya Lapangan Terbang Kandahar (penting untuk menyuplai pasukan keamanan setempat) yang masih berada di bawah kendali penuh pemerintah. Menurut FDD's Long War Journal, potensi kejatuhan Distrik Daman kepada para pemberontak akan membuat posisi pasukan pemerintah untuk mempertahankan kota Kandahar menjadi sangat sulit.[134] Pada 22 Juli, sebanyak 100 orang tewas dalam penembakan massal di kota Spin Boldak di Provinsi Kandahar.[135] Namun, pasukan pendukung pemerintah juga meraih kemenangan di Provinsi Bamiyan setelah milisi setempat dan polisi merebut kembali Distrik Sayghan dan Distrik Kahmard dari Taliban,[136] dan di Provinsi Herat di mana Pemerintah Afganistan merebut kembali Distrik Karakh.[115]
Pada 24 Juli, Pemerintah Afganistan memberlakukan jam lama antara pukul 22.00 hingga 04.00 di seluruh provinsi di Afganistan kecuali Kabul, Panjshir, dan Nangarhar untuk "meredam kerusuhan dan mengurangi pergerakan dan kemajuan Taliban".[137][138]
Pada 26 Juli, sebuah laporan yang dibuat oleh Deborah Lyons, seorang perwakilan PBB, menunjukkan peningkatan tajam dalam jumlah kematian warga sipil sebagai dampak dari pertempuran Pemerintah Afganistan dan Taliban. Lyons memohon kepada kedua belah pihak untuk melindungi warga sipil dengan mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak juga menjadi korban tewas.[139] Pada hari yang sama, sekitar 46 anggota tentara Afganistan, termasuk 5 perwira, mencari suaka di Pakistan setelah mereka tidak mampu mempertahankan pos militer mereka.[61]
Pada 28 Juli, sebuah delegasi dari Taliban bertemu dengan Menteri Luar Negeri TiongkokWang Yi di Tianjin, di mana Menteri Yi berjanji Tiongkok akan mendukung Taliban dengan syarat agar Taliban memutus hubungan dengan Gerakan Islam Turkistan (hingga tahun 2002, 400 militan di daerah Xinjiang telah dilatih di tempat pelatihan milik Taliban),[140][141][142][143] berjanji untuk "membawa Taliban kembali ke arus utama politik", dan menawarkan untuk menjadi tuan rumah pembicaraan damai antara Pemerintah Afganistan dan Taliban.[144]
Pada 31 Juli, Taliban telah memasuki ibu kota provinsi Helmand dan Herat, merebut sejumlah distrik di kedua provinsi tersebut dan merebut perlintasan perbatasan Afganistan dengan Iran dan Turkmenistan.[145][146] Distrik Karakh di Provinsi Herat dan beberapa distrik lainnya kembali direbut oleh para pemberontak. Pemberontakan tersebut juga memutus akses jalan menuju Bandar Udara Internasional Herat dan kota Herat, meskipun Bandara Herat tetap di bawah kendali pemerintah. Sebuah artikel yang ditulis di FDD's Long War Journal meragukan kemampuan Pemerintah Afganistan dalam menjaga kendali kota Herat tanpa adanya dukungan kepada para pembela pemerintah dari bandara tersebut. Sementara itu, kota Kandahar masih tetap diperebutkan.[115]
Sejak 1 hingga 2 Agustus, wilayah Safian, Qala-i-Kohneh, dan Kariz di pinggiran kota Lashkargah jatuh ke pihak Taliban. Pertempuran antara tentara Pemerintah Afganistan dan Taliban juga terjadi di pinggiran kota tersebut, dengan Angkatan Udara Afganistan dan Angkatan Udara Amerika Serikat menyerang posisi Taliban. Pada 3 Agustus, sebanyak 40 warga sipil tewas 100 lainnya terluka dalam pertempuran tersebut.[147] Setelah merebut stasiun radio Lashkargah, Taliban mulai menyiarkan program radio Voice of Sharia. Para pemberontak juga mulai menyerang Bandara Lashkargah. Sementara itu, Pemerintah Afganistan mengerahkan pasukan tentara tambahan untuk mencegah kota Lashkargah jatuh ke pihak pemberontak.[148]
Pada 3 Agustus, sebanyak 13 orang—termasuk lima pelaku penyerangan—tewas dalam pengeboman dan baku tembak Taliban di Kabul.[149] Operasi bergaya inghimasi yang dilakukan oleh "Batalyon Kemartiran" Taliban tersebut ditujukan untuk membunuh Menteri Pertahanan Afganistan Bismillah Khan Mohammadi; ia selamat dari serangan tersebut. FDD's Long War Journal menggambarkan Mohammadi sebagai salah satu tokoh penting Pemerintah Afganistan yang bertanggung jawab untuk melawan serangan Taliban.[26]
Hingga 5 Agustus, sebanyak 115 anggota pasukan ANSF dan 58 warga sipil tewas dalam pertempuran melawan Taliban, sedangkan Kementerian Pertahanan Afganistan mengklaim pihaknya telah menewaskan 3.197 gerilyawan Taliban sejak awal bulan Agustus.[56][60]
Kejatuhan ibu kota provinsi
Daftar ibu kota provinsi yang jatuh selama penyerangan
Pada 6 Agustus, Taliban membunuh Dawa Khan Minapal, kepala pusat media dan informasi pemerintah di Kabul.[150] Pada hari yang sama, pertempuran besar dilaporkan terjadi di Provinsi Jowzjan selagi Taliban memasuki ibu kota Sheberghan. Taliban mengonfirmasi pihaknya bertanggung jawab atas pembunuhan Minapal dan memperingatkan bahwa pihaknya akan menargetkan pejabat administratif senior untuk membalas serangan udara yang terjadi.[151] Pada hari yang sama pula, Taliban merebut Zaranj, ibu kota Provinsi Nimruz, menjadikannya sebagai ibu kota provinsi pertama yang direbut Taliban sejak Amerika Serikat menginvasi Afganistan pada tahun 2001.[152] Para pemberontak kemudian membuka penjara setempat, yang memungkinkan para tahanan untuk melarikan diri. Selagi Zaranj dilaporkan telah direbut tanpa perlawanan, wartawan Afganistan Bilal Sarwary menyuarakan kecurigaannya bahwa seseorang telah "menjual" Zaranj kepada Taliban.[153] Sebagian besar unggahan di media sosial menampilkan gerilyawan Taliban yang disambut baik oleh beberapa penduduk di kota tersebut, di mana kota tersebut memiliki sejarah panjang pelanggaran hukum. Gambar yang muncul di media sosial menampilkan gerilyawan Taliban mengendarai Humvee yang telah direbutnya berikut SUV mewah dan mobil pikap di sepanjang jalanan kota sambil mengibarkan bendera Taliban selagi penduduk setempat—sebagian besar pemuda—bersorak kepada iring-iringan kendaraan tersebut.[154] Seorang utusan PBB juga memperingatkan bahwa Afganistan memasuki 'fase yang lebih mematikan' dari perang melawan Taliban.[155] Pemerintah Amerika Serikat dan Britania Raya memperingatkan warga negaranya untuk segera meninggalkan Afganistan di tengah kemajuan pergerakan Taliban dan memburuknya situasi keamanan di Afganistan.[156][157]
Pada 7 Agustus, Taliban merebut Sheberghan, menjadikannya sebagai ibu kota provinsi kedua yang direbut Taliban.[158]Abdul Rashid Dostam, seorang mantan panglima perang dan pemimpin kuat yang telah lama memimpin kota tersebut, membawa serta para pengikutnya untuk melarikan diri ke Distrik Khwaja Du Koh, satu-satunya wilayah di Provinsi Jowzjan yang masih di bawah kekuasaan pemerintah. Sementara itu, pasukan pendukung pemerintah telah berkurang menjadi kantong perlawanan di Laskhargah, sedangkan Kandahar dan Herat masih dalam perebutan sengit antara pemerintah dan Taliban. Para pemberontak juga melancarkan serangan bertubi-tubi ke ibu kota provinsi lainnya.[159] Pada hari yang sama, pesawat pembom B-52 milik Angkatan Udara Amerika Serikat melancarkan serangan udara melawan Taliban di Afganistan, terbang dari Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar.[160] Amerika Serikat juga mengerahkan pesawat nirawak MQ-9 yang dipersenjatai dan AC-130 yang dilaporkan mulai melancarkan serangan melawan target di sekitar Kandahar, Herat, dan Lashkargah.[160] Sebagian besar pertahanan darat di Lashkargah dan Kandahar yang tersisa diatur oleh ratusan anggota Komando Afganistan yang telah terkepung oleh para pemberontak. FDD's Long War Journal berpendapat bahwa jika Komando Afganistan kalah dari kepungan pemberontak di kedua kota tersebut, hal tersebut dapat menjadi kemunduran besar dalam hal efektivitas pasukan keamanan Afganistan di masa depan, karena para tentara yang menjadi anggota komando tersebut adalah pasukan tentara militer Afganistan yang paling terlatih dan bermotivasi tinggi.[32]USS Ronald Reagan meluncurkan pesawat jet yang berpangkalan di kapal induk tersebut untuk memberikan dukungan terhadap misi serangan tersebut.[161]
Pada 8 Agustus, Taliban merebut Kunduz dan Sar-e Pol setelah terlibat pertempuran besar melawan ANSF. Dalam pertempuran untuk merebut kedua kota tersebut, dilaporkan terjadi desersi massal tentara Afganistan, karena sebagian besar tentara Angkatan Darat Nasional Afganistan telah kehilangan motivasi perang oleh kecepatan dari kemajuan pergerakan pemberontak dan juga propaganda Taliban. Pasukan pendukung pemerintah hanya mampu mempertahankan pangkalan militer dan bandara Kunduz.[162][163]BBC News menggambarkan perebutan Kunduz sebagai "pencapaian Taliban paling signifikan sejak Taliban melancarkan serangannya pada bulan Mei", karena Kunduz merupakan salah satu kota berpenduduk terbesar di Afganistan, terhubung dengan baik ke kota lainnya di Afganistan termasuk Kabul, dan dipandang sebagai salah satu jalur penyelundupan narkoba terbesar di Asia Tengah.[164] Pertempuran untuk merebut Kunduz melibatkan Satuan Merah, pasukan gerak cepat elit Taliban, dan mengakibatkan ratusan tahanan yang beberapa di antaranya merupakan komandan Taliban bebas.[32]Taloqan juga direbut oleh Taliban di penghujung hari yang sama, menjadikannya sebagai ibu kota provinsi kelima yang jatuh ke pihak Taliban.[165] Pasukan pemerintah terpaksa mundur dari pusat kota pasca tengah hari,[166] merebut kembali Distrik Warsaj dan Distrik Farkhar.[167]
Pada 9 Agustus, Taliban merebut Aybak, ibu kota Provinsi Samangan.[168] Wakil Gubernur Provinsi Samangan Sefatullah Samangani mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pasukan pemerintah telah ditarik dari Aybak tanpa perlawanan setelah perwakilan masyarakat meminta agar tidak lagi terjadi kekerasan.[169] Pada hari yang sama, Asif Azimi, seorang mantan senator dari Samangan dan panglima perang terkemuka dari Jamiat-e Islami, menyerah kepada Taliban. Azimi mengatakan bahwa ratusan anggota di bawah komandonya juga telah menyerah kepada Taliban.[35] Presiden Ashraf Ghani dan para pemimpin politik lainnya juga sepakat untuk membentuk sebuah pusat komando gabungan untuk mengkoordinir dan membantu pasukan perlawanan dari lapisan masyarakat.[170]
Pertempuran semakin menjadi di sekitar Mazari Sharif pada 10 Agustus. Di Farah, ibu kota Provinsi Farah, Taliban mengambil alih kendali kompleks kantor gubernur setelah terlibat pertempuran besar dengan pasukan pemerintah.[171] Taliban juga mengambil alih kendali kantor pusat polisi dan penjara. Meskipun pertempuran besar terus berlanjut, Farah pada akhirnya menjadi ibu kota provinsi ketujuh yang jatuh ke pihak Taliban.[172]Pol-e Khomri, ibu kota Provinsi Baghlan, juga jatuh ke pihak Taliban pada hari yang sama.[173][174]
Pada 11 Agustus, Fayzabad yang merupakan ibu kota Provinsi Badakhshan menjadi ibu kota provinsi kesembilan yang jatuh ke pihak Taliban. Setelah Taliban mencapai gerbang masuk kota, pasukan pemerintah memutuskan untuk mundur ke Distrik Farkhar dan bergabung dengan pasukan keamanan di sana yang takluk dari Taliban dalam kejatuhan kota Taloqan.[175] Sebelum invasi Amerika Serikat di Afganistan, Fayzabad telah menjadi lokasi kantor pusat Aliansi Utara.[176] Pada hari yang sama, Taliban merebut Bandar Udara Kunduz dan sebuah pangkalan militer milik Korps Pamir ke-217 pasca menyerahnya ratusan tentara Afganistan, sehingga mengamankan kendali Taliban atas peralatan militer mereka di Kunduz. Pangkalan militer tersebut bertanggung jawab atas keamanan Provinsi Kunduz, Takhar, dan Badakhshan, dan juga merupakan salah satu pangkalan militer di Afganistan.[177] Peristiwa kejatuhan tersebut semakin menurunkan moral tentara Angkatan Darat Nasional Afganistan, dan secara efektif membuat serangan balasan yang dilakukan Pemerintah Afganistan untuk membebaskan Mazari Sharif menjadi tidak memungkinkan.[178] Kantor berita Jerman Deutsche Presse-Agentur (dpa) mengutip pernyataan dua anggota dewan setempat yang mengatakan bahwa seluruh anggota Korps Pamir ke-217 menyerah kepada pasukan Taliban di Kunduz. Seorang juru bicara Taliban juga mengunggah sebuah video di jejaring sosial Twitter yang konon menampilkan tentara pemerintah bergabung dengan jajaran Taliban.[179] Para pasukan tentara Korps Pamir ke-217 yang tekepung bertahan selama tiga hari sebelum menyerah; sebagian besar peralatan militer direbut oleh para pemberontak di pangkalan tersebut dan juga di bandara.[178] Selain itu, posisi Kepala Staf Angkatan Darat Afganistan diserahkan kepada Jenderal Haibatullah Alizai, yang menggantikan Jenderal Wali Mohammad Ahmadzai yang hanya mengemban posisi tersebut selama 53 hari.[27]
Pada 12 Agustus, Taliban merebut Ghazni, menjadikannya sebagai ibu kota provinsi kesepuluh yang jatuh ke pihak Taliban dalam kurun waktu satu minggu. Ghazni terletak di sepanjang jalan raya Kabul–Kandahar dan menjadi gerbang masuk antara Kabul dan benteng-benteng di daerah selatan.[180][181][182] Gubernur Provinsi Ghazni kemudian ditangkap di Provinsi Maidan Wardak.[183] Pada hari yang sama, pemerintah pusat menawarkan proposal untuk "membagi kekuasaan" sebagai pengganti gencatan senjata; Taliban menolak tawaran tersebut dengan menyatakan bahwa pihaknya ingin mendirikan keamiran Islam yang baru.[184] Pada hari yang sama pula, terjadi peristiwa kejatuhan Pangkalan Udara Shindand yang strategis di Herat[185] dan perebutan dua helikopter UH-60 yang ditempatkan di pangkalan udara tersebut.[70] Pada malam hari itu, Herat, kota terbesar ketiga di Afganistan, jatuh ke pihak Taliban.[186]Kejatuhan Herat pasca pengepungan selama dua minggu memaksa Ismail Khan dan pejabat tinggi pemerintah lainnya beserta pasukan tentara untuk mencari perlindungan di bandara di provinsi tersebut dan juga korps tentara di luar kota Herat.[30] Pada pagi hari keesokan harinya, Khan bersama dengan Abdul Rahman Rahman, wakil menteri dalam negeri, dan Hasib Sediqi, Kepala Direktorat Keamanan Nasional di Herat, menyerah kepada Taliban. Komandan Korps Zafar ke-207 Khyal Nabi Ahmadzai[187][188] dan ribuan pasukan pemerintah juga menyerah kepada Taliban.[30] Menurut para pejabat setempat, seluruh korps tentara Afganistan di kota Herat hancur.[189][190] Pada saat ini, Taliban telah mengendalikan 11 dari 34 ibu kota provinsi di Afganistan.[191] Taliban juga telah melancarkan serangan ke ibu kota Provinsi Badghis, Qala i Naw, dan pada akhirnya merebut kota tersebut setelah gagal melakukannya di bulan Juli.[192][193]
Sepanjang malam di hari yang sama, Kandahar direbut oleh Taliban: pertempuran besar di sekitar kota Kandahar berujung pada perebutan Kandahar oleh Taliban dan penarikan pasukan Angkatan Darat Nasional Afganistan, dan meningkatkan jumlah ibu kota provinsi yang dikendalikan Taliban menjadi 13 ibu kota provinsi.[194][195]
Setelah pertempuran selama berminggu-minggu dalam Pertempuran Laskhargah, Taliban merebut Lashkargah, ibu kota Provinsi Helmand, pada 13 Agustus.[196] Pada hari yang sama, Taliban merebut Chaghcharan, ibu kota Provinsi Ghōr.[197] Para pejabat pemerintah mengatakan kota Chaghcharan jatuh tanpa perlawanan, menjadikannya sebagai ibu kota provinsi kelima belas yang jatuh ke pihak Taliban dalam kurun waktu satu minggu.[198] Chaghcharan memiliki populasi sebanyak hampir 132.000 orang.[197] Pada hari yang sama pula, Taliban merebut Puli Alam, Qalat, dan Tarinkot, masing-masing merupakan ibu kota Provinsi Logar, Zabul, dan Oruzgan.[78][199] Para pendukung setia pemerintah menempatkan sejumlah pertahanan di Provinsi Logar sebelum akhirnya dikalahkan oleh Taliban, sedangkan Provinsi Zabul dan Oruzgan menyerah kepada para pemberontak hanya setelah para pembela setempat menilai situasi mereka tidak dapat dipertahankan lagi dan memilih untuk mundur. Kota Qalat dan Chaghcharan jatuh tanpa perlawanan apa pun. Qalat telah kehilangan pembela setempatnya karena mereka dikirim ke Kandahar, dan para pejabat di Chaghcharan memilih untuk menegosiasikan pengambilalihan daripada "didorong oleh serangan Taliban". FDD's Long War Journal berpendapat bahwa kejatuhan ibu kota provinsi tersebut memungkinkan Taliban untuk mengepung Kabul, dan menggambarkan Pemerintah Afganistan sedang berada di "ambang kehancuran".[200]
Pada 14 Agustus, Taliban merebut tujuh ibu kota provinsi; Gardez, Sharana, Asadabad, Maymana, Mihtarlam,[201]Nili,[202] dan Mazari Sharif yang merupakan kota terbesar keempat di Afganistan. Dua panglima perang anti-Taliban yang terkenal sejak lama, yaitu Abdul Rashid Dostam dan Atta Muhammad Nur, meninggalkan Afganistan menuju Uzbekistan.[79][203][204][205] Abas Ebrahimzada, seorang anggota parlemen dari Provinsi Balkh, mengatakan bahwa di kota Mazari Sharif, tentara Angkatan Darat sudah terlebih dahulu menyerah, yang menyebabkan milisi pendukung pemerintah dan pasukan lainnya kehilangan moral dan menyerah di hadapan serangan Taliban di kota tersebut. Pasca kejatuhan Mazari Sharif, Atta Muhammad Nur mengunggah sebuah pernyataan di jejaring sosial Facebook bahwa kekalahannya di Mazari Sharif telah direncanakan dan menganggap pasukan pemerintah bertanggung jawab atas kekalahan tersebut. Nur tidak menjelaskan siapa di balik konspirasi tersebut maupun memberikan rincian mengenai konspirasi tersebut, selain mengatakan bahwa ia dan Dostam berada di tempat yang aman.[206] Pada hari yang sama, pasukan Taliban juga memasuki Maidan Shar, ibu kota Provinsi Maidan Wadak. Pada titik ini, para pemberontak telah mengepung sekeliling Kabul, sementara Angkatan Darat Nasional Afganistan telah jatuh ke dalam kekacauan setelah kekalahannya yang cepat di seluruh Afganistan. Hanya Korps ke-201 dan Divisi ke-111 yang tersisa untuk operasional Angkatan Darat, di mana keduanya berbasis di Kabul.[207]
Pada awal hari tanggal 15 Agustus, Taliban masuk ke Jalalabad, ibu kota Provinsi Nangarhar, tanpa adanya perlawanan.[208] Masuknya Taliban ke Jalalabad menjadikan kota tersebut sebagai ibu kota provinsi keduapuluh enam yang jatuh ke pihak Taliban, dan menyisakan Kabul sebagai kota besar terakhir yang masih di bawah kendali Pemerintah Afganistan.[209] Tidak lama setelah kejatuhan Jalalabad, kota Maidan Shar,[210]Khost,[211][212]Bamiyan,[213]Mahmud-i-Raqi,[214] Charikar,[215] dan Parun[214] juga jatuh ke pihak Taliban. Komando Afganistan berhasil mengevakuasi Bandar Udara Internasional Kandahar pada hari yang sama; bandara tersebut masih dipertahankan oleh pendukung pemerintah hingga titik ini.[216] Pasukan keamanan menyerahkan Lapangan Terbang Bagram kepada Taliban; lapangan terbang tersebut merupakan rumah bagi sekitar 5.000 gerilyawan Taliban dan NIIS yang ditahan.[217] Pada hari yang sama, otoritas Uzbekistan menahan 84 tentara Afganistan yang melintasi perbatasan, dan memberikan pertolongan medis kepada para tentara yang ditahan dan sebuah kelompok tentara yang telah berkumpul di sisi wilayah Afganistan dari jembatan Termez–Hairatan.[218]
Pada 16 Agustus, Pasukan Pelindung Khost (KPF), sebuah satuan milisi yang dibentuk oleh CIA di tahun-tahun pertama invasi Amerika Serikat di Afganistan, menyerah kepada pasukan Taliban di timur Afganistan setelah berupaya untuk melarikan diri ke Provinsi Paktia. Menurut laporan dari seorang wartawan yang dikutip oleh Interfax, sekitar 6.000 prajurit KPF dalam 1.200 kendaraan menyerah kepada Taliban, dengan video detik-detik penyerahan teresebut diunggah melalui media sosial.[219]
Pada 12 Agustus, beberapa jam pasca kejatuhan Herat, Pemerintah Amerika Serikat dan Britania Raya mengumumkan pengerahan masing-masing sebanyak 3.000 dan 600 pasukan tentara ke Bandara Kabul untuk mengamankan proses pengangkutan udara warga negaranya berikut staf kedutaan besar dan warga sipil Afganistan yang bekerja dengan pasukan koalisi untuk keluar dari Afganistan. Para pejabat pemerintah mengatakan bahwa pengerahan pertama akan dilakukan dalam kurun waktu 24 hingga 48 jam, dan pengerahan tersebut akan selesai pada akhir bulan Agustus. Menurut sumber tersebut, rencananya pengangkutan udara tersebut akan menggunakan pesawat sewaan untuk melakukan evakuasi menggunakan Bandara Kabul yang saat itu masih dibuka untuk penerbangan komersial, tetapi pesawat militer akan digunakan jika situasi menjadi tidak memungkinkan. Menurut Pemerintah Britania Raya, proses evakuasi dan waktunya telah lama direncanakan, sedangkan seorang pejabat Pemerintah Afganistan mengatakan bahwa waktu evakuasi tersebut dimajukan mengingat situasi keamanan yang memburuk dengan cepat. Selain mengerahkan 3.000 pasukan tentara Amerika Serikat, sebanyak 3.500 pasukan tentara tambahan akan disiagakan di Kuwait jika situasi memburuk dengan terjadinya perlawanan senjata dengan Taliban.[220][221][222] Pemerintah Kanada mengumumkan bahwa unit pasukan khusus Kanada akan dikerahkan untuk mengevakuasi personel kedutaan besar di Kabul, yang menjadi tempat tinggal bagi keluarga Afganistan yang telah bekerja untuk staf kedutaan besar Kanada di masa lalu.[223] Pemerintah Denmark dan Norwegia mengumumkan penutupan kedutaan besar masing-masing negara di Kabul karena alasan keamanan dan berencana untuk mengevakuasi staf diplomatiknya beserta warga Afganistan yang telah bekerja untuk kedutaan besar masing-masing negara tersebut.[224]
Pada 15 Agustus, meskipun Taliban mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa "pihaknya tidak memiliki rencana untuk mengambil alih ibu kota negara Afganistan 'dengan paksa'", Taliban memasuki pinggiran kota Kabul dari beberapa penjuru, termasuk dari Distrik Kalakan, Distrik Qarabagh, dan Distrik Paghman.[225] Dilaporkan terjadi pemadaman listrik di seluruh Kabul dan adanya kemungkinan serangan dan pemberontakan narapidana di Penjara Pul-e-Charkhi.[226][227] Beberapa helikopter CH-47 dan UH-60 mulai mendarat di kedutaan besar Amerika Serikat di Kabul untuk melakukan evakuasi, dan para diplomat Amerika Serikat di kedutaan di Kabul dengan cepat merobek-robek sejumlah dokumen rahasia.[228]
Kementerian Dalam Negeri Afganistan mengumumkan bahwa Presiden Ashraf Ghani telah memutuskan untuk melepaskan kekuasaannya dan sebuah pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Taliban akan dibentuk;[229] mantan presiden Hamid Karzai direncanakan akan menjadi bagian dari tim negosiasi tersebut.[230] Taliban memerintahkan para gerilyawannya untuk menunggu pemindahan kekuasaan secara damai dan tidak memasuki Kabul secara paksa.[231]
Pada hari yang sama, dilaporkan bahwa Presiden Ashraf Ghani telah meninggalkan Afganistan menuju Tajikistan.[232] Kepergian Ghani dari Afganistan dikritik oleh sebagian besar rakyat Afganistan dan pemerhati dari luar negeri.[233][234] Juru bicara kedutaan besar Rusia di Kabul Nikita Ishchenko mengklaim bahwa Ghani meninggalkan Afganistan dengan empat mobil dan helikopter yang penuh dengan uang.[235] Kemudian, berbicara dari Uni Emirat Arab, Ghani mengatakan bahwa ia meninggalkan Afganistan atas saran dari sejumlah pembantu pemerintah untuk menghindari hukuman gantung (mantan presiden Afganistan Mohammad Najibullah digantung di hadapan umum pada saat Taliban menggulingkan pemerintahannya di tahun 1996).[236] Presiden Ghani membantah laporan yang menyebutkan bahwa dirinya membawa uang dalam jumlah yang besar, dengan mengatakan bahwa ia diperiksa oleh petugas bea cukai saat tiba di Uni Emirat Arab.[237]
Pada hari yang sama pula, sebuah EMB-314 dari Angkatan Udara Afganistan dan sebuah MiG-29 dari Angkatan Udara Uzbekistan terlibat tabrakan di udara dan jatuh di Provinsi Surxondaryo di Uzbekistan. Pilot kedua pesawat tersebut melontarkan diri dan mendarat dengan parasut.[238] Sebelumnya di hari itu, Uzbekistan mengatakan bahwa pihaknya telah menahan 84 tentara Afganistan yang melintasi perbatasan untuk mencari pertolongan medis ketika melarikan diri dari serangan Taliban.[239]
Pada 16 Agustus, dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, juru bicara Taliban Mohammad Naeem mengatakan bahwa perang di Afganistan telah berakhir. Naeem juga mengatakan bahwa Taliban telah meraih apa yang pihaknya inginkan; Taliban tidak akan membiarkan wilayah Afganistan digunakan untuk melawan siapa pun, dan Taliban juga tidak ingin menyakiti siapa pun.[240] Pada hari yang sama, kantor kejaksaan umum Uzbekistan mengatakan sebanyak 22 pesawat militer dan 24 helikopter yang membawa sekitar 585 tentara Afganistan telah tiba di Uzbekistan. Sekitar 158 tentara Afganistan juga melintasi perbatasan Afganistan–Uzbekistan dengan berjalan kaki.[62]
Pentagon mengonfirmasi bahwa kepala CENTCOM di Qatar, Jenderal Kenneth F. McKenzie Jr., telah bertemu dengan pemimpin Taliban yang berada di Doha. Para pejabat Taliban menyetujui persyaratan yang ditetapkan oleh McKenzie bagi para pengungsi untuk meninggalkan Afganistan menggunakan Bandara Kabul.[241][242]
Pada 23 Agustus, juru bicara Taliban Suhail Shaheen menyebut bahwa Taliban tidak akan memperpanjang batas waktu tanggal 31 Agustus bagi Amerika Serikat untuk menarik pasukan tentaranya dari Afganistan.[243] Pada hari yang sama, direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) William J. Burns menggelar pertemuan rahasia di Kabul dengan pemimpin Taliban Abdul Ghani Baradar, yang kembali ke Afganistan dari pengasingannya di Qatar, untuk membahas tenggat waktu penarikan militer Amerika Serikat dari Afganistan yang berakhir pada 31 Agustus.[244][245]
Kejahatan perang
Pada 16 Juni di distrik Dawlat Abad, sebanyak 22 anggota komando Pasukan Khusus Afganistan tanpa senjata dieksekusi mati oleh Taliban ketika mereka berupaya untuk menyerah kepada pasukan Taliban. Sebuah video mengenai peristiwa tersebut beredar secara luas dan ditayangkan oleh CNN. Samira Hamidi dari Amnesty International menggambarkan peristiwa tersebut sebagai "pembunuhan berdarah dingin terhadap tentara yang menyerah – sebuah kejahatan perang". Hamidi menyerukan penyelidikan terhadap peristiwa tersebut sebagai bagian dari penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional di Afganistan.[246]
Amnesty International mencatat sebuah peristiwa pembantaian kelompok minoritas Hazara oleh Taliban di awal bulan Juli di Provinsi Ghazni sebagai "indikator mengerikan".[247] Para laki-laki dari kelompok Hazara secara acak ditembak dan disiksa hingga tewas, di mana salah satu korban diikat menggunakan syal yang dikenakan korban dan otot lengan korban dimutilasi, dan korban lainnya ditembak di bagian tubuhnya.[247]
Pada 6 Agustus, pasukan Taliban mengklaim bertanggung jawab atas peristiwa pada 5 Agustus, yaitu pembunuhan Dawa Khan Menapal, kepala pusat media dan informasi pemerintah di Kabul.[248] Pada hari yang sama, selama proses perebutan Zaranj oleh Taliban, aktivis HAM Laal Gul Laal mengatakan bahwa eksekusi mati 30 tentara Afganistan oleh Taliban adalah sebuah kejahatan perang. Menurut TOLOnews, sejumlah tentara disiksa terlebih dahulu sebelum mereka dibunuh oleh Taliban.[249]
Analisis
Strategi Taliban
Selama Perang Saudara Afganistan (1996–2001), perlawanan terkuat terhadap Taliban berasal dari wilayah utara Afganistan, di mana wilayah tersebut merupakan basis Aliansi Utara. Menurut Jaringan Analis Afganistan, konsentrasi pasukan Taliban di wilayah utara kemungkinan merupakan upaya Taliban untuk mencegah terjadinya pembentukan Aliansi Utara kedua setelah pasukan Amerika Serikat ditarik dari Afganistan.[250]
Andrew Watkins, analis senior Afganistan di International Crisis Group, mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa Taliban telah meningkatkan kekuatannya untuk melakukan penyerangan, selain memanfaatkan beberapa orang dari 5.000 pemberontak yang sebelumnya telah dibebaskan.[25] Watkins percaya skenario Taliban berubah begitu Amerika Serikat mengakhiri serangan udara di Afganistan. Watkins mengatakan dengan berakhirnya serangan udara Amerika Serikat, hal tersebut memberikan keleluasasaan pergerakan bagi para pemberontak dan mereka dapat kembali membentuk kelompoknya, merencanakan, dan memperkuat jalur pasokannya tanpa dihantui rasa takut dari serangan udara Amerika Serikat.[25]
Masalah di pasukan Afganistan
Masalah umum yang diketahui di kalangan militer Afganistan adalah adanya sejumlah perwira Angkatan Darat Afganistan yang terkenal korup dan memimpin batalyon bayangan serta membayar gaji para anggota batalyon tersebut.[251][252] Dalam sebuah laporan tahun 2016, Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afganistan (SIGAR) mengatakan, "baik Amerika Serikat maupun sekutu Afganistannya tidak mengetahui seberapa banyak tentara dan polisi Afganistan yang benar-benar ada, seberapa banyak anggota yang sebenarnya tersedia untuk bertugas, atau, lebih jauh lagi, sifat sebenarnya dari kemampuan operasional mereka." Pada awal tahun 2019, sedikitnya 42.000 tentara bayangan dihapus dari daftar gaji Angkatan Darat Afganistan.[251]
Pada 30 Juli, sebuah laporan SIGAR mengatakan adanya "efek korosif dari korupsi di tubuh ANDSF, ketidakakuratan pada kekuatan sebenarnya dari pasukan Afganistan, kurangnya kesiapan tempur, keinginan untuk berperang, ketidakberlanjutan karena ketergantungan pada peralatan canggih, kurangnya fokus pada kemampuan tingkat menteri, dan kurangnya informasi penting, seperti penilaian kontrol distrik, yang dapat digunakan untuk membantu mengukur kinerja ANDSF dalam beberapa tahun terakhir".[253]
Selama bertahun-tahun, Pentagon bertanggung jawab untuk membayarkan gaji secara langsung kepada tentara Afganistan.[254] Tanggung jawab pembayaran gaji tersebut diserahkan kepada Pemerintah Afganistan setelah Amerika Serikat mengumumkan rencana penarikan pasukannya pada bulan April. Sejak saat itu, beberapa anggota tentara Afganistan mengeluhkan mereka belum pernah dibayar selama berbulan-bulan, dan pada sebagian besar kasus, satuan mereka tidak lagi menerima makanan, pasokan, maupun amunisi.[254] Jenderal Wesley Clark, seorang mantan komandan sekutu tertinggi NATO, mengatakan kepada CNN bahwa sebagian besar tentara Afganistan bekerja di militer Afganistan hanya untuk mendapatkan gaji. Clark mengatakan bahwa militer Afganistan terdiri dari berbagai suku dan faksi yang secara historis saling bertentangan satu sama lain. Clark juga mengatakan bahwa trik lama yang digunakan militer Afganistan adalah memihak kepada pihak yang menang atau setidaknya menjauh dari pihak yang kalah, dan hal tersebut menjadi penyebab kehancuran dari militer Afganistan yang begitu cepat.[255]
Pada 12 Agustus, sejumlah pakar kontra-terorisme internasional dan pejabat Pemerintah Amerika Serikat mengatakan kehancuran Pasukan Keamanan Nasional Afganistan (ANSF) yang begitu cepat ketika Amerika Serikat menarik pasukannya "seharusnya tidak mengejutkan". Menurut seorang pakar, Taliban telah mampu menggerakkan pasukan mereka secara bebas ke seluruh Afganistan setelah Perjanjian Doha dengan hampir tidak ada intervensi dari pasukan pemerintah Afganistan.[53] Pada hari yang sama, mantan penasihat Amerika Serikat Vali Nasr mengatakan, "tidak ada jenis kepemimpinan apapun yang akan memberikan panglima perang setempat alasan mengapa mereka harus melawan Taliban. Jadi, semakin sering mereka melihat kemenangan Taliban yang tak terelakkan, maka akan semakin banyak kemenangan Taliban yang menjadi tak terelakkan, karena Taliban hanya memutus kesepakatannya sendiri dengan mereka".[256]
Politisasi yang terjadi di militer Afganistan juga memungkinkan politisi yang tidak memenuhi syarat, tetapi setia kepada Presiden Ghani, untuk mengamankan jabatan penting di militer Afganistan.[48]Hamdullah Mohib, penasihat keamanan nasional Presiden Ghani, mengambil kendali langsung atas operasi militer, meskipun ia tidak memiliki pengalaman di dunia militer. Menurut beberapa pejabat senior pemerintah dan diplomat, perintah Mohib sering kali melewati rantai komando yang biasanya.[24][25]
Mike Martin, seorang mantan perwira tentara Britania Raya, mengatakan Presiden Ghani tidak memiliki keahlian politik untuk mempertahankan kesetiaan rakyatnya terhadap ide nasionalis negara di tengah beragamnya kelompok etnis di Afganistan.[257] Sebagian besar warga Afganistan lebih setia kepada etnis dan puak tradisionalnya, bahkan ikatan keluarga daripada kesetiaan mereka kepada militer, yang kemudian dimanfaatkan oleh komandan Taliban di tingkat provinsi untuk menegosiasikan penyerahan sebagian besar pasukan tentara di masing-masing provinsi. Ali Yawar Adili, direktur negara Jaringan Analis Afganistan, mengatakan bahwa pejabat Afganistan—termasuk Ghani—tidak pernah mengira bahwa Amerika Serikat akan menghentikan dukungan udara dan logistiknya kepada pasukan Afganistan.[257] Pasukan tentara Afganistan sangat bergantung kepada dukungan udara dan logistik yang diberikan Amerika Serikat dan mereka terkejut begitu mengetahui Amerika Serikat menarik dukungannya. Elizabeth Threlkeld, seorang mantan pejabat luar negeri Amerika Serikat, mengatakan pergerakan cepat Taliban dan penyerahan unit Angkatan Darat Afganistan secara damai membuat banyak pihak militer Afganistan mengikuti langkah tersebut.[257]
Penilaian Amerika Serikat
Pada 23 Juni, Komunitas Intelijen Amerika Serikat memperkirakan pemerintahan Afganistan dapat jatuh dalam waktu enam bulan setelah Amerika Serikat menarik pasukannya dari Afganistan.[259] Pada 10 Agustus, pejabat Amerika Serikat merevisi perkiraan enam bulan tersebut dengan mengatakan kejatuhan tersebut bisa terjadi lebih cepat, dan sejumlah skenario membayangkan kejatuhan Kabul dalam waktu 30 hingga 90 hari.[260][261] Pada 13 Agustus, sejumlah laporan mengungkap perkiraan bahwa Taliban akan masuk ke kota Kabul dalam tujuh hari ke depan.[262]
Pada 8 Juli, Presiden Amerika Serikat Joe Biden berbicara kepada para wartawan dalam sebuah konferensi pers, mengatakan pengambilalihan Taliban atas Afganistan tidak bisa dihindari, dengan mengatakan, "Pasukan tentara Afganistan memiliki 300.000 anggota yang dilengkapi dengan baik—dan juga dilengkapi dengan baik seperti Angkatan Darat mana pun di dunia—dan sebuah Angkatan Udara untuk melawan sesuatu seperti 75.000 anggota Taliban". Biden mengatakan Komunitas Intelijen Amerika Serikat belum menilai adanya kemungkinan bahwa pemerintah Afganistan akan jatuh. Ketika ditanya mengenai kesamaan antara peristiwa penarikan saat ini dan apa yang terjadi di Vietnam, Presiden Biden menjawab:
"Tidak ada sama sekali. Nol. Apa yang Anda miliki adalah—Anda memiliki seluruh brigade yang menerobos gerbang kedutaan kami—enam, jika saya tidak salah. Taliban bukanlah (tentara Vietnam) selatan—tentara Vietnam Utara. Mereka tidak—mereka tidak sebanding dalam hal kemampuan. Tidak akan ada situasi di mana Anda melihat orang-orang diangkut dari atap kedutaan di—kedutaan Amerika Serikat dari Afganistan. Itu sama sekali tidak sebanding."
Presiden Biden menambahkan, "...kemungkinan dari Taliban untuk menguasai segalanya dan memiliki seluruh negeri (Afganistan) adalah sangat tidak mungkin".[263] Pada 15 Agustus, selama masuknya Taliban ke Kabul, para diplomat dan staf dievakuasi dari kedutaan besar Amerika Serikat di Kabul menggunakan sejumlah helikopter UH-60 dan CH-47.[264]
Pada 11 Juli, Sekretaris pers Pentagon John Kirby mengatakan ANDSF "memiliki kapasitas yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka miliki sebelumnya" dan, "mereka tahu bagaimana mempertahankan negara mereka". Pada 9 Agustus, pemimpin eksekutif SIGAR John Sopko mengatakan komando militer Amerika Serikat "tahu betapa buruknya militer Afganistan".[53]
Pada 12 Agustus, pejabat Pemerintah Amerika Serikat mengatakan keterkejutan akan kecepatan serangan Taliban[265] berkaitan masalah struktural dan politik di Afganistan, seperti kurangnya investasi awal di pemerintah daerah, kurangnya pembangunan nasional yang memadai, struktur sosial dalam suatu suku bangsa, topografi, tentara bayangan,[252] dan perjanjian damai dan pengampunan kepada para gerilyawan Taliban baru-baru ini.[256][266]
Potensi kebangkitan Al Qa'idah
Menurut seorang pejabat Pentagon, kekosongan lapisan keamanan di Afganistan setelah Amerika Serikat menarik pasukan militernya dapat menjadi jalan pembuka bagi Al Qa'idah dan kelompok terorisme lainnya untuk membangun organisasinya kembali. Pejabat tersebut menamabahkan, meskipun Amerika Serikat masih akan memegang otoritas untuk menyerang target Al Qa'idah di Afganistan, kurangnya kehadiran Amerika Serikat yang kuat di lapangan akan menghambat kemampuan untuk mengidentifikasi target potensial. Komandan CENTCOMKenneth F. McKenzie Jr. mengatakan ia belum melihat apa pun yang akan membuatnya percaya bahwa Taliban akan menghentikan Al Qa'idah dari menggunakan tanah Afganistan untuk memperkuat dan membangun organisasinya kembali.[267]
Sekretaris Pertahanan Britania Raya Ben Wallace mengatakan kekosongan keamanan tersebut dapat memberikan kesempatan bagi kelompok teroris seperti Al Qa'idah untuk mencari tempat yang aman.[268]
Pada 8 Agustus, Rita Katz, kepala kelompok pemantau kelompok ekstremis SITE, mengatakan kemajuan pergerakan Taliban mirip seperti dengan hari-hari pertama Perang Saudara Suriah setelah Jabhat Al-Nusra memenangkan pertempuran di sana, "kecuali saat ini benar-benar dalam skala yang berbeda, mengingat momentum mengerikan Taliban".[269]
Ilmuwan politik Kazakhstan Dosym Satpaev memperingatkan bahwa pengambilalihan Afganistan oleh Taliban dapat membuka jalan bagi pasukan fundamental Islam lainnya dalam upaya untuk membentuk negara kesatuan di Asia Tengah dan Afganistan.[270]
Lebih dari 300.000 warga Afganistan menghadapi risiko serangan balasan oleh Taliban karena mereka bekerja untuk Pemerintah Amerika Serikat.[271]
Pada akhir bulan Juli, ratusan pengungsi Afganistan mulai melintasi perbatasan menuju daerah timur Turki dari Iran. Sedikitnya 1.500 pengungsi ditahan di sepanjang perbatasan Turki–Iran, dan 200 pengungsi Afganistan dicegat oleh pihak berwenang Turki ketika mereka dalam perjalanan menuju Eropa. Turki kemudian mengumumkan pendirian tembok perbatasan di sepanjang perbatasannya dengan Iran, di mana banyak pengungsi yang melintas masuk ke Turki dalam perjalanannya menuju Eropa.[272]
Pada 5 Agustus, enam negara anggota Uni Eropa mendesak Komisi Eropa untuk terus mendeportasi pencari suaka yang ditolak kembali ke Afganistan, meskipun Taliban membuat kemajuan signifikan di Afganistan.[273] Beberapa hari kemudian, Belanda dan Jerman menghentikan sementara deportasi pengungsi Afganistan seiring bertambahnya jumlah wilayah yang direbut Taliban di Afganistan.[274]
Pada 13 Agustus, Kanada mengumumkan negaranya akan menampung lebih dari 20.000 warga Afganistan dari kelompok yang dianggap Kanada kemungkinan merupakan target Taliban. Britania Raya mengatakan negaranya akan memperbolehkan 20.000 warga Afganistan tinggal di Britania Raya, dan Amerika Serikat akan merelokasi hingga 30.000 pelamar SIV ke Amerika Serikat.[275]Australia berjanji akan menampung lebih dari 3.000 pengungsi Afganistan.[276] Jerman mengatakan negaranya akan menerima sekitar 10.000 warga Afganistan.[277]
Pada 17 Agustus, India mengumumkan negaranya akan mengeluarkan visa elektronik darurat kepada seluruh warga Afganistan yang ingin masuk ke negaranya setelah "menerima permintaan dari para pemimpin Sikh dan Hindu di Afganistan". Visa tersebut awalnya akan berlaku selama enam bulan.[278][279][280]
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan bahwa relokasi pengungsi akan diproses di negara ketiga, dengan menyebut Turki sebagai lokasi yang memungkinkan. Amerika Serikat sebelumnya belum mendiskusikan kemungkinan tersebut dengan Turki. Menurut Bloomberg News, Turki menanggapi negatif pernyataan Amerika Serikat tersebut dan "mengecam Amerika Serikat karena merekomendasikan warga Afganistan yang takut dengan Taliban agar mencari suaka di Amerika Serikat dari negara ketiga". Turki sebelumnya telah menampung sekitar enam juta pengungsi Perang Saudara Suriah, lebih dari negara mana pun, dan para pejabat Turki mengatakan negaranya tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menerima gelombang pengungsi dari Afganistan, dan merupakan tindakan "tidak bertanggung jawab" dari Amerika Serikat untuk membuat rencana tersebut tanpa berkonsultasi maupun berdiskusi.[281]
Ketika Kabul jatuh ke pihak Taliban pada pertengahan Agustus, ribuan warga Afganistan berupaya untuk keluar dari Afganistan dengan berebut masuk ke dalam sejumlah pesawat di Bandara Kabul. Sejumlah orang bahkan sampai bergelantungan di samping luar sebuah pesawat militer Amerika Serikat dan beberapa di antaranya kemudian tewas setelah terjatuh begitu pesawat lepas landas. Pasukan tentara Amerika Serikat pada akhirnya harus mengeluarkan tembakan peringatan untuk mengosongkan landasan bandara dan memberikan jalan bagi pesawat yang terbang dan mendarat di Bandara Kabul.[282]
Kerugian peralatan
Menurut sebuah laporan yang dirilis di blog Oryx,[67] sejak bulan Juni, Taliban telah merebut 12 tank (tujuh T-54 dan lima T-62), 51 kendaraan tempur lapis baja (46 M1117 ASV, dua M1117 ASV varian komando & pengendali, dan tiga M113 APC), 61 mortir dan potongan artileri (35 howitzer D-30, tiga meriam divisi ZiS-3, satu mortir berdiameter 120mm, dua mortir M69 berdiameter 82mm, satu mortir berdiameter 60mm, dan 19 mortir yang asal usulnya tidak diketahui), delapan senjata anti-pesawat (dua senapan mesin berat KPV-1 dan enam meriam otomatis ZU-23), 16 helikopter (sembilan Mi-17, satu Mi-24V, empat UH-60A, dan dua MD 530F), enam pesawat nirawak (Boeing ScanEagle), dan 1.973 truk, mobil, dan jip dari Angkatan Bersenjata Afganistan.[65][283] Taliban juga menghancurkan sembilan M1117 ASV, empat Mi-17, dan tiga UH-60A, satu DJI Mavic, dan 104 truk, mobil, dan jip. Blog Oryx hanya menghitung kendaraan dan peralatan yang hancur dari bukti berupa foto dan video yang tersedia.[65]
Para pejabat Pemerintah Amerika Serikat mengatakan kepada Reuters bahwa meskipun saat itu belum ada angka yang pasti, penilaian yang dilakukan oleh intelijen meyakini bahwa Taliban telah merebut lebih dari 2.000 kendaraan bersenjata[284] dan 40 pesawat. Para pejabat Pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa meskipun pihaknya khawatir dengan Taliban yang berhasil mendapatkan akses ke helikopter, banyak dari peralatan tersebut yang rumit untuk dioperasikan dan memerlukan perawatan tingkat tinggi. Joseph Votel, seorang mantan Jenderal Amerika Serikat mengatakan bahwa sebagian besar peralatan yang direbut Taliban tidak memiliki teknologi sensitif yang dikembangkan dari perusahaan Amerika Serikat.[285]
Sejak 2 Juli, pesawat militer Amerika Serikat telah melakukan serangan terhadap peralatan yang direbut oleh para pemberontak di Afganistan, dengan menghancurkan beberapa howitzer D-30, tank, MRAP, dan Humvee.[57]
Pasca kejatuhan Kabul, para mantan anggota Aliansi Utara dan tokoh anti-Taliban membentuk sebuah aliansi militer yang disebut sebagai Perlawanan Kedua di bawah kepemimpinan Ahmad Massoud dan mantan Wakil Presiden Amrullah Saleh.[286][287] Baik Massoud dan Saleh telah menempatkan diri mereka di Lembah Panjshir, yang pada awalnya merupakan salah satu pangkalan operasi utama bagi Aliansi Utara.[14][14][288] Pada 17 Agustus, Wakil Presiden Amrullah Saleh mendeklarasikan dirinya sebagai pengemban tugas Presiden Afganistan di Lembah Panjshir.[289] Dengan jatuhnya Kabul, para mantan anggota Aliansi Utara dan pasukan anti-Taliban lainnya yang berbasis di Lembah Panjshir, dipimpin oleh Ahmad Massoud dan mantan Wakil Presiden Amrullah Saleh, menjadi kelompok perlawanan terorganirisir utama untuk melawan Taliban di Afganistan.[22][91][290] Kedutaan besar Afganistan di Tajikistan mengganti foto presiden dari Ghani menjadi Saleh, dan mengirim sebuah permintaan kepada Interpol untuk mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Ghani, bersama dengan kepala penasihatnya Fazel Mahmood dan Penasihat Keamanan Nasional Hamdullah Mohib, dengan mendakwa ketiganya atas tuduhan mencuri dari perbendaharaan Afganistan.[291]
Pada hari yang sama, sebuah unjuk rasa berskala kecil digelar oleh sejumlah perempuan di Kabul untuk menuntut kesetaraan hak bagi kaum perempuan, dan menjadi unjuk rasa perempuan pertama melawan pemerintahan baru yang dilaporkan.[292] Pada 18 Agustus, unjuk rasa yang lebih besar dan juga dihadiri oleh pengunjuk rasa dari kaum laki-laki terjadi di tiga kota yang didominasi etnis Pashtun: Jalalabad, Khost, dan Asadabad, di mana para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Afganistan dan menurunkan bendera Taliban.[293][294][295] Di Jalalabad, Taliban melancarkan penembakan untuk melawan unjuk rasa tersebut dan menewaskan tiga orang serta melukai belasan lainnya.[296] Pada 19 Agustus, unjuk rasa meluas ke sejumlah daerah di ibu kota negara Afganistan, Kabul, termasuk satu unjuk rasa berskala besar di dekat Bandara Kabul di mana pengendara mobil dan orang-orang mengibarkan bendera Afganistan, dan unjuk rasa lainnya di dekat istana kepresidenan dihadiri oleh lebih dari 200 orang[297] sebelum dibubarkan Taliban dengan menggunakan kekerasan.[298][299] Unjuk rasa terus berlanjut di Khost dan Asadabad, di mana Taliban juga menggunakan kekerasan untuk membubarkan massa unjuk rasa di kedua kota tersebut.[296]
^K J M Varma (5 July 2021). "Insurgent groups against Pakistan, China step up attacks amid Taliban offensive in Afghanistan: Report". Yahoo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 July 2021. Diakses tanggal 18 July 2021. During the recent fighting in eastern and southern districts of Afghanistan, the Afghan Taliban has been supported by the TTP insurgents [...] According to a UN monitoring report in June, some 5,000 TTP militants are currently based in Afghanistan.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Database". afghan-bios.info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 July 2021. Diakses tanggal 16 July 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abLabott, Elise (25 June 2021). "Can Biden Save Ashraf Ghani?". Foreign Policy. Hamdullah Mohib, his national security advisor with no military experience of his own, set up a command center in Afghanistan’s National Security Council, appointing district commanders and police chiefs over the objection of local leaders—even going so far as to dictate troop deployments and call in specific targets.
^Glinski, Stefanie (24 September 2020). "Feeling Abandoned by Kabul, Many Rural Afghans Flock to Join the Taliban". Foreign Policy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 December 2020. Diakses tanggal 9 August 2021. In May, a retired Afghan general in the country’s western Farah province defected to the Taliban—as have army soldiers over the past years.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Evans, Michael; Tomlinson, Hugh (2 August 2021). "US abandoning Afghanistan to civil war, says General David Petraeus". The Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 August 2021. Diakses tanggal 8 August 2021. America has been launching airstrikes in support of Afghan forces, using armed Reaper drones that take up to eight hours to reach a target from their base in the Gulf as well as fighter aircraft from Qatar and the United Arab Emirates, and from the carrier USS Ronald Reagan,Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"The Taliban explained". www.aljazeera.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2021. Diakses tanggal 12 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abcdefg"Press Release". Afghan Ministry of Defense. Afghan Ministry of Defense. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 June 2021. Diakses tanggal 9 July 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abcdefghiFaizi, Fatima; Abed, Fahim; Rahim, Najim (3 June 2021). "Afghan War Casualty Report: May 2021". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 July 2021. Diakses tanggal 9 July 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Faizi, Fatima; Rahim, Najim (1 July 2021). "Afghan War Casualty Report: June 2021". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 July 2021. Diakses tanggal 9 July 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Faizi, Fatima; Timory, Asadullah (15 July 2021). "Afghan War Casualty Report: July 2021". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 July 2021. Diakses tanggal 5 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Faizi, Fatima (5 August 2021). "Afghan War Casualty Report: August 2021". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 August 2021. Diakses tanggal 6 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^WILKINSON, TRACY; BULOS, NABIH (13 August 2021). "U.S. troops' return to Afghanistan has ominous parallel to recent history in Iraq". Los Angeles Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 August 2021. Diakses tanggal 16 August 2021. Government soldiers have surrendered en masse, bequeathing the militants thousands of trucks, dozens of armored vehicles, antiaircraft guns, artillery and mortars, seven helicopters (seven others were destroyed) and a number of ScanEagle drones.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Seir, Ahmed; Faiez, Rahim; Akghar, Tameem; Gambrell, John (15 August 2021). "Official: Taliban negotiators head to presidential palace". Associated Press. Associated Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abcdRoggio, Bill (30 July 2021). "Taliban advances on Herat City". FDD's Long War Journal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 July 2021. Diakses tanggal 31 July 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^""The War has come to their doors"". Promethean. Promethean News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 July 2021. Diakses tanggal 24 July 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Roggio, Bill (7 August 2021). "Taliban takes second provincial capital". FDD's Long War Journal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 August 2021. Diakses tanggal 7 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Noori, Qiam; Hesam, Hesamuddin; Dpa (12 August 2021). "Mass surrender gives Taliban Afghan base". The Canberra Times (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2021. Diakses tanggal 11 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Kiley, Sam (14 August 2021). "Analysis: Ghani statement may have been testing the waters". CNN (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021. His surrender caused a whole Afghan Army Corp to change sides, or at least lay down their weapons.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Seir, Ahmad; Akhgar, Tameem; Faiez, Rahim; Krauss, Joseph (14 August 2021). "Taliban capture key northern city, approach Afghan capital". AP NEWS (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 August 2021. Diakses tanggal 14 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Taliban enter Kabul from all sides". www.aljazeera.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Special Inspector General for Afghanistan Reconstruction (30 July 2021). "QUARTERLY REPORT TO THE UNITED STATES CONGRESS"(PDF). hlm. 62. Diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 13 August 2021. Diakses tanggal 15 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Leadership". Northern Alliance: Fighting for a Free Afghanistan (dalam bahasa Inggris). Friends of the Northern Alliance. Diakses tanggal 19 August 2021.