Laghman (Pashto/Persia: لغمان) adalah sebuah provinsi dari negara Afganistan yang berada di sisi timur negara tersebut. Jumlah penduduk yang tinggal di provinsi ini sejumlah 445.600,[1] yang merupakan multi-etnis dan mayoritas merupakan wilayah perdesaan. Kota Mihtarlam merupakan ibu kota dari provinsi ini. Sejumlah dokumen sejarah menuliskan provinsi ini sebagai "Lamghan" atau sebagai "Lamghanat".
Sejarah
Di Museum Kabul saat ini terdapat sebuah prasasti Aram yang ditemukan di Laghman yang menunjukkan rute perdagangan kuno dari India ke Palmyra.[2]Bahasa Aram adalah bahasa tertulis terkait pemerintahan di Achaemenid yang pengaruhnya meluas ke Laghman.[3] Selama invasi yang dilancarkan oleh Aleksander Agung, daerah itu dikenal sebagai Lampaka.[4]
Tantra Mahamayuri yang berasal dari abad ke-1 hingga abad ke-3 menyebutkan sejumlah tempat suci Yaksha yang populer. Tantra tersebut menuliskan Yaksh Kalahapriya yang disembah di Lampaka.[6] Sementara itu, Hudud al-'alam yang selesai pada tahun 982 AD menyebutkan keberadaan beberapa kuil pemujaan berhala di daerah tersebut.[7]
Kesehatan
Persentase rumah tangga yang memiliki akses air minum bersih turun dari 39% pada 2005 menjadi 34% pada 2011.[8] Persentase kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis terlatih meningkat dari 3% pada 2005 menjadi 36% pada 2011.[8]
Pendidikan
Tingkat melek huruf secara keseluruhan (usia 6 tahun ke atas) meningkat dari 14% pada 2005 menjadi 26% pada 2011.[8] Kenaikan juga tampak pada tingkat partisipasi bersih keseluruhan (usia 6–13 tahun) yang meningkat dari 48% pada 2005 menjadi 52% pada 2011.[8]
Demografi
Total populasi provinsi ini adalah sekitar 424.100, yang merupakan masyarakat multietnis dan sebagian besar merupakan masyarakat pedesaan.[1] Menurut Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut, pada 2010 kelompok etnis di provinsi ini adalah sebagai berikut: 51,3% Pashtun, 21,7% Tajik, 27% Pashai dan Suku Nuristan (Kata).[9][10] Orang-orang Laghman adalah pemeluk Muslim Sunni.
^Henning, W. B. (2 April 2018). "The Aramaic Inscription of Asoka Found in Lampāka". Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London. 13 (1): 80–88. JSTOR609063.