SLB Negeri A Pajajaran Bandung merupakan sekolah luar biasa Negeri yang terletak di Kota Bandung. SLBN A ini merupakan salah satu SLB tertua di Asia Tenggara.[2]
Sejarah
Sekolah Luar Biasa Negeri Bagian A (Tuna Netra) Kota Bandung pada mulanya bernama Bandoengsche Blinden Instituut adalah sekolah bagi anak-anak buta yang didirikan pada 24 Juli 1901 dengan dua orang siswa, yaitu Johanna Everdina Schutter dan Albert Borgerhoff. Pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan bernama Vereniging Tot Verbetering Van Het Lot Der Blinden atau Yayasan Perbaikan Nasib Orang Buta.[3]
Dengan bantuan Pemerintah Belanda membangun komplek perumahan untuk orang-orang buta yang pada mulanya rumah buta tersebut merupakan tempat penampungan bagi orang buta yang dirawat di Koningin Wilhelmina Ooglijdergasthuis.
Di awal pendiriannya, jumlah tunanetra penerima pelayanan sangat terbatas, hanya berasal dari sekitar Kota Bandung. Terutama mereka yang gagal melakukan pengobatan mata di Koningin Wilhelmina Ooglijdergasthuis.
Komplek rumah buta tersebut dikelola oleh dokter mata berkebangsaan Belanda yang bernama dr. C. H. A. Westhoff, yang menjabat sebagai Kepala Koningin Wilhelmina Ooglijdergasthuis pada waktu itu. Komplek perumahan tersebut dikenal dengan nama Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra (PPRCN) Wyata Guna yang terletak di Jalan Padjajaran No. 52 Bandung. Berdasarkan perkembangan tersebut, maka pada tanggal 25 April 1946 mulailah dirintis Sekolah Khusus untuk orang buta yang dikenal dengan nama Sekolah Rakyat Istimewa yang dipimpin oleh Ny.Brusel. Namun pada tahun 1949 beliau kembali ke Belanda dan jabatannya diganti oleh Ny. Brusel I De Bruine masih berkebangsaan Belanda. Pada masa inilah pemerintah mulai melirik kemajuan sekolah ini.
Pada tahun 1952, pemerintah melalui departemen pendidikan dan Kebudayaan mulai membuka sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). SR dijadikan sebagai sekolah latihan untuk praktek pada pagi hari bagi siswa SGPLB, khusus spesialis bagi guru yang nantinya akan mengajar anak-anak tunanetra. Pada tahun 1956, pimpinan sekolah diganti oleh seorang lulusan SGPLB angkatan pertama yaitu Drs. Mustafa Matsam. Di bawah kepemimpinan beliau inilah, citra sekolah mulai meningkat terbukti dengan adanya siswa yang mengikuti Ujian Negara tingkat dasar, dengan hasil yang memuaskan. Melihat hal tersebut, pemerintah menilai bahwa siswa tunanetra juga mampu menerima pelajaran seperti orang awas.
Pada tahun 1962, pemerintah memberikan status negeri sekolah ini dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor.03/SK/B/II tanggal 13 Maret 1962.
Sistem pendidikan yang ada mulai dari tingkat persiapan (TK), Pendidikan Dasar (SD dan SLTP).
Pada tahun 1962 SLBA Negeri Kota Bandung, bekerjasama dengan SPGN 2 Bandung membuka kelas yang berlokasi di SLB ini. Hal ini berlangsung sampai tahun 1982, selanjutnya karena tidak memungkinkan lagi, SPG Integrasi ditutup dan diganti dengan pendidikan kejuruan seni musik setingkat SLTA. Kegiatan pendidikan ini berlangsung sampai sekarang.
Pada tahun 1976, Bapak Drs. Mustafa Matsam mutasi menjadi pengawas PLB Jawa Barat di Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, selanjutnya pimpinan diganti oleh Bapak I Gede Suardja sampai taun1987 (pensiun), diganti oleh Ny. Siti Rusni Arinah dari tahun 1987 sampai 1992 (pensiun), kemudian tahun 1993 diganti oleh Bapak Drs. Nandang Suryana, tahun 2001 sampai dengan 2002 oleh PLH Hinayat,S.Pd, kemudian digantikan oleh Drs. Rahmatullah sampai dengan 2004 (mutasi ke SLB Cileunyi). Bulan Mei 2008 dijabat oleh Dr. H. Ahmad Basri N.S (pensiun), tanggal 1 Mei 2008 dijabat oleh Bapak Tito Suharwanto, S.Pd, S.IP., M.Si sebagai PLH. Pada tanggal 9 Desember 2009 digantikan oleh Bapak Endang Kohar, S.Pd.[4]
Kontroversi
- Teman akrab dr. Westhoff, Wongso Taruna adalah salah seorang warga Kelurahan Pasirkaliki Kota Bandung yang sangat peduli terhadap nasib para tunanetra. Oleh sebab itu, dia menghibahkan tanah miliknya kepada Westhoff kurang lebih 3 hektar bagi kepentingan pembangunan Rumah Buta Bandung.
- Saksi sejarah pendirian SLBN A mengatakan tanah hibah ini bukan tanah negara tetapi tanah adat. Luas tanah yang dimiliki Wongso seluruhnya 4,5 hektar, namun yang dihibahkan hanya dua pertiga yaitu seluas 3 hektar saja. Sedangkan sepertiganya ayau 1,5 hektar masih merupakan hak dari ahli waris.
- Tetapi oleh Pengadilan Negeri Kota Bandung gugatan mereka dikalahkan. Karena seluruh tanah tersebut telah ditetapkan oleh DEPSOS RI sebagai asetnya, sejak pengelolaan Rumah Buta Bandung diberi nama Komplek Wyata Guna. Wyata yang berarti pendidikan dan Guna memiliki arti berguna ini selanjutnya diambil alih oleh DEPSOS RI pada tahun 1988.
- Rumah Buta Bandung di bawah pengelolaan Kementerian Sosial menyelenggarakan pendidikan dan rehabilitasi sosial tunanetra.
- Penyelenggaraan pendidikan dikhususkan bagi anak-anak tunanetra yang diserahkan mengikuti pendidikan formal. Sedangkan penyelenggaraan Rehabilitasi Sosial, dilakukan untuk merehabilitasi para Tunanetra dewasa agar mereka mampu mandiri di tengah masyarakat. Rehabilitasi dilakukan dalam bentuk pelatihan vokasional, sesuai bakat dan minat mereka masing-masing.
- Awalnya yayasan perbaikan nasib orang buta mengelola Rumah Buta Bandung sejak tahun 1901 sampai dengan tahun 1942, bertepatan dengan dimulainya penjajahan bangsa Jepang di Indonesia, Pengelolaan Rumah Buta Bandung dikelola oleh Bandung Sie/pemerintah kota Bandung di bawah kewenangan bangsa Jepang.
- Polemik perubahan status Wyata Guna dari panti menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Netra (BRSPDSN), Kota Bandung, masih berlanjut. Perubahan itu bahkan berdampak terhadap keberadaan SLB Negeri (SLBN) A Kota Bandung.
- Sebab Kementrian Sosial berencana membangun Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu berstandar internasional di atas seluruh lahan Kompleks Wyata Guna seluas kurang lebih 4,5 hektar. SLBN A Kota Bandung terancam tergusur bila rencana itu direalisasikan.
- Kementerian Sosial mengeluarkan Permensos Nomor 18 tahun 2018 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial. Melalui Permen tersebut nomenklatur Wyataguna yang asalnya berbentuk panti menjadi balai.
- Perubahan itu berdampak terhadap pelayanan penghuni asrama yang selama ini menghuni Wyata Guna. Puluhan penyandang disabilitas netra bahkan telah diminta meninggalkan Wyata Guna sejak 21 Juli 2019 lalu.
- Polemik itu ternyata tidak hanya memberi dampak negatif terhadap penghuni balai. Tapi juga terhadap SLBN A Kota Bandung yang berada dalam satu kawasan kompleks dengan Balai Wyata Guna yang terancam tergusur.
- Apalagi surat permohonan hibah tanah dan bangunan untuk SLBN A Kota Bandung yang diajukan Gubernur Jabar ditolak oleh Menteri Sosial, Agus Gumiwang. Dalam surat balasannya, Agus justru meminta agar Pemprov Jabar segera mencari lokasi pengganti dan memindahkan SLBN A Kota Bandung.
- Sayangnya kondisi SLB yang mendapat status negeri pada tahun 1962 cukup mengkhawatirkan. Beberapa sudut bangunan SLB ini mengalami banyak kerusakan dan perlu mendapat perhatian.
- Akan tetapi sejumlah bantuan tidak bisa diterima termasuk gelontoran anggaran APBD dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Gara-garanya aset tanah SLB merupakan milik Kemensos.
- Sementara Kemensos tidak bisa memberikan bantuan karena pengelolaan SLB yang mendapat status negeri pada 1962 bukan kewenangannya. Melainkan menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Mengetahui kondisi yang ada, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sempat mengajukan surat permohonan hibah ke Kementerian Sosial. Ridwan Kamil mengajukan empat alasan dalam surat permohonan hibah itu.
- Pertama sejak 1901 kemudian 1962 SLB berstatus negeri telah berada di lokasi sekarang. Kemudian dalam sertifikat yang dimiliki Kemensos peruntukannya jelas. Selama digunakan sesuai peruntukan seperti SLB, masjid, gereja dan asrama tidak bisa diusir.
- Kemudian pada 2001 saat Kementerian Sosial dibubarkan aset lahan ini juga sempat dihibahkan ke Provinsi Jabar. Dan terakhir mengenai nilai sejarah SLB ini merupakan yang tertua di Asia Tenggara.
- Saat itu jumlah siswa yang ada di SLB totalnya sebanyak 75 orang. Mereka merupakan siswa dari jenjang SD, SMP dan SMA. Dengan jumlah ruang kelas 6 SD, 3 SMP dan 6 SMA. Dulu pernah 120 siswa. Siswa yang berada (tinggal) di asrama ada 28.[5]
- Para pengajar SLB Negeri A Pajajaran Bandung menagih janji Menteri Sosial yang akan menghibahkan lahan seluas 1.600 m2 di kawasan Balai Wyata Guna kota Bandung. Mereka mendatangi menteri Tri Rismaharini saat kegiatan kunjungan ke Balai Wyata Guna kota Bandung pada tanggal 21 Februari 2023. Namun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan terjadi perdebatan hingga akhirnya Mensos bersujud dihadapan salah seorang guru dan mengatakan "bahwa pihaknya hanya bisa memperbaiki gedung sekolah yang sudah rusak dan mendorong agar pihak sekolah tak sekadar memikirkan hibah lahan, namun memikirkan juga kehidupan penyandang disabilitas pasca lulus sekolah". Pembicaraan tersebut tidak ada titik temu dan Risma pun meninggalkan SLB itu lalu bergegas ke Aula Wyata Guna untuk menghadiri acara pemberian bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial.[6][7]
Referensi