Kata 'planet' sudah lama ada dan memiliki hubungan sejarah, sains, mitologi, dan agama. Oleh peradaban kuno, planet dipandang sebagai sesuatu yang abadi atau perwakilan dewa. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, pandangan manusia terhadap planet berubah.
Pada tahun 2006, Persatuan Astronomi Internasional (IAU) mengesahkan sebuah resolusi resmi yang mendefinisikan planet di Tata Surya. Definisi ini dipuji namun juga dikritik dan masih diperdebatkan oleh sejumlah ilmuwan karena tidak mencakup benda-benda bermassa planet yang ditentukan oleh tempat atau benda orbitnya. Meski delapan benda planet yang ditemukan sebelum 1950 masih dianggap "planet" sesuai definisi modern, sejumlah benda angkasa seperti Ceres, Pallas, Juno, Vesta (masing-masing objek di sabuk asteroid Matahari), dan Pluto (objek trans-Neptunus yang pertama ditemukan) yang dulunya dianggap planet oleh komunitas ilmuwan sudah tidak dipermasalahkan lagi.
Secara umum, planet terbagi menjadi dua jenis utama: raksasa gas besar berkepadatan rendah dan raksasa darat kecil berbatu. Sesuai definisi IAU, ada delapan planet di Tata Surya. Menurut jaraknya dari Matahari (dekat ke jauh), ada empat planet kebumian, Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars, kemudian empat raksasa gas, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Enam planet di antaranya dikelilingi oleh satu satelit alam atau lebih.
Selain itu, IAU mengakui lima planet kerdil[3] dan ratusan ribu benda kecil Tata Surya. Mereka juga masih mempertimbangkan benda-benda lain untuk digolongkan sebagai planet.[4]
Ide tentang planet berubah-ubah sepanjang sejarah, mulai dari bintang pengelana abadi pada zaman antik hingga benda kebumian pada zaman modern. Konsep ini meluas tidak hanya di Tata Surya saja, tetapi sudah mencapai ratusan sistem luar surya lainnya. Ambiguitas yang terdapat dalam definisi planet telah menjadi kontroversi di kalangan ilmuwan.[13]
Lima planet klasik yang dapat dilihat mata telanjang sudah diketahui sejak zaman kuno dan pengaruhnya sangat besar di dunia mitologi, kosmologi agama, dan astronomi kuno. Pada zaman itu, astronom mengetahui bagaimana cahaya-cahaya tertentu bergerak melintasi langit relatif terhadap bintang lain. Bangsa Yunani kuno menyebut cahaya tersebut πλάνητες ἀστέρες (planetes asteres, "bintang pengelana") atau "πλανήτοι" saja (planētoi, "pengelana"),[14] yang dari situlah kata "planet" terbentuk.[15][16] Di Yunani, Cina, Babilonia kuno, dan seluruh peradaban pra-modern,[17][18] diyakini bahwa Bumi berada di pusat Alam Semesta dan semua "planet" mengelilingi Bumi. Alasan munculnya sudut pandang ini adalah bintang dan planet tampak berputar mengitari Bumi setiap hari[19] dan persepsi akal sehat bahwa Bumi bersifat padat dan tetap, tidak bergerak dan diam.[butuh rujukan]
Peradaban pertama yang dikenal memiliki teori fungsional tentang planet adalah bangsa Babilonia, penduduk Mesopotamia pada milenium pertama dan kedua SM. Teks astronomi planet tertua yang masih ada adalah Tablet Venus dari Ammisaduqa, salinan daftar pengamatan gerakan planet Venus abad ke-7 SM yang diduga dirancang pada milenium kedua SM.[20]MUL.APIN adalah sepasang tablet kuneiform tertanggal abad ke-7 SM yang mencatat gerakan Matahari, Bulan, dan planet-planet sepanjang tahun.[21] Sejumlah astrolog Babilonia juga menetapkan dasar-dasar astrologi Barat.[22]Enuma anu enlil, ditulis saat periode Neo-Assyria pada abad ke-7 SM,[23] terdiri dari daftar omen dan hubungannya dengan berbagai fenomena langit, termasuk gerakan planet-planet.[24][25]Venus, Merkurius, dan planet terluar Mars, Jupiter, dan Saturnus diidentifikasi oleh sejumlah astronom Babilonia. Semuanya adalah planet yang pernah diketahui manusia sampai ditemukannya teleskop pada awal zaman modern.[26]
Bangsa Yunani Kuno awalnya tidak setertarik bangsa Babilonia dalam mempelajari planet. Pengikut Pythagoras pada abad ke-6 dan 5 SM tampaknya sudah mengembangkan teori keplanetannya sendiri yang terdiri dari Bumi, Matahari, Bulan, dan planet-planet mengelilingi "Api Tengah" di pusat Alam Semesta. Pythagoras atau Parmenides dikabarkan merupakan orang pertama yang mengidentifikasi bintang senja dan bintang pagi (Venus) sebagai satu benda.[27] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhus dari Samos mengusulkan sistem heliosentris, yang berarti Bumi dan planet mengitari Matahari. Akan tetapi, sistem geosentris terus mendominasi peradaban dunia sampai Revolusi Ilmiah.[Maret 2020]
Pada periode Helenistik abad ke-1 SM, bangsa Yunani mulai mengembangkan skema matematika untuk memperkirakan posisi planet-planet. Skema yang berdasarkan geometri alih-alih aritmetika Babilonia ini kelak mengusangkan teori kompleks dan kelengkapan Babilonia. Kebanyakan pergerakan astronomis yang diamati dari Bumi dengan mata telanjang menggunakan skema ini. Teori Yunani ini baru dijelaskan secara lengkap di Almagest karya Ptolomeus pada abad ke-2 M. Model Ptolomeus ini begitu lengkap dan dominan sampai-sampai semua teori astronomi sebelum ini dianggap usang dan Almagest menjadi teks astronomi resmi di dunia Barat selama 13 abad.[20][28] Bangsa Yunani dan Romawi mengenal tujuh planet, masing-masing dianggap mengelilingi Bumi sesuai hukum kompleks Ptolomeus. Planet-planet tersebut adalah (sesuai urutan Ptolomeus dari Bumi): Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, dan Saturnus.[16][28][29]
Pada tahun 499 CE, astronom India Aryabhata membuat model planet yang memasukkan rotasi Bumi di sumbunya. Ia menjelaskan hal tersebut sebagai penyebab bintang tampak bergerak ke barat. Ia juga meyakini bahwa orbit planet berbentuk elips.[30]
Pengikut Aryabhata sangat banyak di India Selatan, tempat prinsip-prinsipnya soal rotasi diurnal Bumi diakui dan sejumlah karya lanjutan yang didasarkan pada teori tersebut dibuat.[31]
Tahun 1500, Nilakantha Somayaji dari mazhab astronomi dan matematika Kerala merevisi model Aryabhata dalam karyanya yang berjudul Tantrasangraha.[32] Dalam Aryabhatiyabhasya, komentar terhadap Aryabhatiya-nya Aryabhata, ia mengembangkan model planet berupa Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus mengelilingi Matahari dan Matahari mengelilingi Bumi, mirip sistem Tychonik yang kelak diusulkan Tycho Brahe pada akhir abad ke-16. Kebanyakan astronom mazhab Kerala yang menjadi pengikutnya menerima model planet usulannya.[32][33]
Pada abad ke-11, transit Venus diamati oleh Ibnu Sina, yang menetapkan bahwa Venus kadang berada di bawah Matahari.[34] Pada abad ke-12, Ibnu Bajjah mengamati "dua planet berupa titik hitam di permukaan Matahari", yang kelak diketahui sebagai transit Merkurius dan Venus oleh astronom Maragha, Qotb al-Din Shirazi, pada abad ke-13.[35] Sayangnya, Ibnu Bajjah dianggap mustahil telah mengamati transit Venus, karena fenomena tersebut memang tidak pernah terjadi seumur hidupnya.[36]
Dengan dimulainya Revolusi Ilmiah, pemahaman terhadap kata "planet" berubah dari sesuatu yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap lautan bintang); menjadi benda yang mengelilingi Bumi (atau sesuatu yang dianggap seperti itu pada zaman tersebut); dan menjadi sesuatu yang langsung mengelilingi Matahari setelah model heliosentrisCopernicus, Galileo, dan Kepler diakui publik pada abad ke-16.[Maret 2020]
Karena itu, Bumi dimasukkan ke daftar planet,[37] sementara Matahari dan Bulan tidak. Awalnya, ketika satelit-satelit pertama Jupiter dan Saturnus ditemukan pada abad ke-17, kata "planet" dan "satelit" sering dipakai bolak-balik, namun "satelit" semakin sering dipakai pada abad selanjutnya.[38] Sampai pertengahan abad ke-19, jumlah "planet" tumbuh pesat karena benda-benda baru yang ditemukan mengelilingi Matahari langsung digolongkan sebagai planet oleh komunitas ilmuwan.[Maret 2020]
Abad ke-19
Planet baru, 1807–1845
1 Merkurius
2 Venus
3 Bumi
4 Mars
5 Vesta
6 Juno
7 Ceres
8 Pallas
9 Jupiter
10 Saturnus
11 Uranus
Pada abad ke-19, para astronom mulai menyadari bahwa benda-benda baru yang sebelumnya dikelompokkan sebagai planet selama nyaris setengah abad (seperti Ceres, Pallas, dan Vesta) justru jauh berbeda daripada planet tradisional. Benda-benda ini berada di kawasan yang sama antara Mars dan Jupiter (sabuk asteroid) dan massanya lebih kecil, karena itu mereka digolongkan sebagai "asteroid". Karena tidak adanya definisi resmi, kata "planet" akhirnya dipahami sebagai benda "besar" apapun yang mengitari Matahari. Sejak ditemukannya celah raksasa antara asteroid dan planet, dan penemuan-penemuan baru berakhir setelah Neptunus ditemukan tahun 1846, definisi resmi tersebut akhirnya dihapus.[39]
Abad ke-20
Planet 1854–1930, 2006–sekarang
1 Merkurius
2 Venus
3 Bumi
4 Mars
5 Jupiter
6 Saturnus
7 Uranus
8 Neptunus
Pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah serangkaian pengamatan awal menyimpulkan benda ini lebih besar daripada Bumi,[40] benda ini langsung diterima sebagai planet kesembilan. Pengamatan selanjutnya justru membuktikan bahwa benda ini berukuran lebih kecil: tahun 1936, Raymond Lyttleton berpendapat bahwa Pluto bisa jadi satelit Neptunus yang keluar jalur,[41] dan pada tahun 1964 Fred Whipple berpendapat bahwa Pluto mungkin saja berupa komet.[42] Namun karena ukurannya lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui dan tampaknya tidak eksis di dalam populasi yang lebih besar,[43] status Pluto tetap planet sampai tahun 2006.
Penemuan eksoplanet berujung pada ambiguitas lain mengenai definisi planet, pada titik ketika planet menjadi bintang. Banyak eksoplanet yang sudah diketahui bermassa lebih besar daripada Jupiter, mendekati benda-benda bintang yang dikenal sebagai "katai cokelat".[46] Katai cokalt umumnya dianggap bintang karena mampu melakukan fusi deuterium, isotop hidrogen yang lebih berat. Jika bintang berukuran 75 kali Jupiter mampu memfusikan hidrogen, hanya bintang berukuran 13 kali Jupiter yang bisa memfusikan deuterium. Tetapi, deuterium agak langka dan sebagian besar katai cokelat sudah duluan selesai memfusikan deuterium sebelum ditemukan, sehingga sulit dibedakan dari planet-planet supermasif.[47]
Abad ke-21
Dengan ditemukannya banyak objek di Tata Surya dan objek yang lebih besar di sistem lain pada paruh akhir abad ke-20, muncul permasalahan tentang hal-hal yang membentuk suatu planet. Ada perdebatan mengenai apakah suatu objek bisa dianggap planet jika berada di dalam populasi jauh seperti sabuk atau cukup besar untuk menciptakan energi sendiri melalui fusi termonuklirdeuterium.[Maret 2020]
Banyak astronom yang berpendapat agar Pluto dikeluarkan dari kelompok planet, karena banyak benda sejenis yang ukurannya mirip ditemukan di wilayah Tata Surya yang sama (sabuk Kuiper) pada tahun 1990-an dan awal 2000-an. Pluto terbukti hanyalah satu benda kecil di antara ribuan benda serupa lainnya.[Maret 2020]
Sejumlah benda seperti Quaoar, Sedna, dan Eris disebutkan sebagai planet kesepuluh oleh pers, tetapi tidak diakui secara luas oleh komunitas ilmuwan. Penemuan Eris tahun 2005, benda yang 27% lebih besar daripada Pluto, menciptakan rasa penasaran publik tentang definisi planet secara resmi.[Maret 2020]
Melihat masalah ini, IAU merancang definisi planet dan menetapkannya pada Agustus 2006. Jumlah planet berkurang menjadi delapan benda besar yang telah "membersihkan" orbitnya (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus). IAU juga membuat kelompok planet katai yang awalnya ditempati tiga benda (Ceres, Pluto, dan Eris).[48]
Definisi eksoplanet
Pada tahun 2003, International Astronomical Union (IAU) Working Group on Extrasolar Planets membuat pernyataan tentang definisi planet yang mencakup definisi pembuka berikut, kebanyakan berfokus pada batasan antara planet dan katai cokelat:[2]
Kesalahan: silakan tentukan gambar dalam baris pertama
Objek yang massa sejatinya di bawah batas massa untuk fusi termonuklir deuterium (saat ini terhitung 13 kali massa Jupiter untuk objek dengan kelimpahan isotop yang setara dengan Matahari[49]) yang mengorbit bintang atau sisa bintang adalah "planet" (tidak penting bagaimana terbentuknya). Massa dan ukuran minimal yang disyaratkan untuk objek luar surya agar bisa dianggap planet harus sama seperti syarat planet Tata Surya.
Objek subbintang yang massa sejatinya di atas batas massa untuk fusi termonuklir deuterium adalah "katai cokelat", tidak penting bagaimana terbentuknya atau di mana lokasinya.
Objek berkelana bebas di gugus bintang muda yang massanya di bawah batas massa untuk fusi termonuklir deuterium bukanlah "planet", melainkan "katai subcokelat" (atau nama apapun yang pantas).
Definisi ini mulai dipakai secara luas oleh astronom saat menerbitkan penemuan eksoplanet di jurnal akademik.[50] Meski sementara, definisi ini mulai efektif sampai definisi permanen secara resmi diadopsi. Sayangnya, definisi ini tidak menangani masalah batas rendah massa,[51] sehingga menjauhi kontroversi seputar objek di dalam Tata Surya. Definisi ini juga tidak menangani status planet katai cokelat yang punya orbit, seperti 2M1207b.
Salah satu definisi katai subcokelat adalah benda bermassa planet yang terbentuk melalui kolaps awan, bukannya akresi. Perbedaan pembentukan antara katai subcokelat dan planet ini belum diakui secara universal. Para astronom masih terbagi menjadi dua kubu dalam mempertimbangkan proses pembentukan planet sebagai bagian dari pengelompokannya.[52] Satu alasan kekecewaan ini adalah kadang mustahil menentukan proses pembentukan planet. Misalnya, planet pengorbit bintang yang terbentuk oleh akresi bisa terlempar dari sistem dan menjadi pengelana bebas. Sebaliknya, katai subcokelat yang terbentuk oleh kolaps awan terbentuk sendiri di sebuah gugus bintang yang bisa terperangkap dalam orbit suatu bintang.
Planet katai 2006–sekarang
Ceres
Pluto
Makemake
Haumea
Eris
Syarat 13 kali massa Jupiter adalah perkiraan, bukan sesuatu yang bersifat pasti. Sebuah pertanyaan pun muncul: Apa itu pembakaran deuterium? Pertanyaan ini muncul karena objek-objek besar akan membakar sebagian besar deuteriumnya dan objek kecil hanya membakar sedikit, dan 13 massa Jupiter berada di antara keduanya. Jumlah deuterium yang dibakar tidak hanya tergantung pada massa, tetapi juga komposisi planetnya, tepatnya pada jumlah helium dan deuterium yang ada.[53]
Masalah batasan rendah disampaikan pada rapat Majelis Umum IAU tahun 2006. Setelah debat panjang dan satu proposal gagal, majelis memungut suara untuk mengesahkan resolusi yang mendefinisikan planet di Tata Surya sebagai:[56]
Benda langit yang (a) berada di orbit mengitari Matahari, (b) memiliki massa yang cukup agar gravitasinya melebihi gaya benda tegar sehingga memiliki kesetimbangan hidrostatik (nyaris bulat), dan (c) telah membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.
Sesuai definisi tersebut, Tata Surya dianggap memiliki delapan planet. Benda-benda yang memenuhi dua syarat pertama namun tidak yang ketiga (seperti Pluto, Makemake, dan Eris) dikelompokkan sebagai planet katai dengan syarat mereka juga bukan merupakan satelit alami planet lain. Awalnya komite IAU mengusulkan definisi yang mencakup banyak planet karena poin (c) belum dibuat.[57] Setelah diskusi panjang, pemungutan suara selanjutnya memutuskan benda-benda tersebut dikelompokkan sebagai planet katai.[58]
Definisi ini didasarkan pada teori-teori pembentukan planet, yaitu ketika embrio planet sudah membersihkan orbitnya dari objek-objek kecil. Seperti yang dijelaskan astronom Steven Soter:[59]
Hasil akhir dari akresi cakram kedua adalah sedikitnya benda yang relatif besar (planet) baik di orbit bebas atau resonan yang mencegah tabrakan antarbenda. Planet dan komet kecil, termasuk KBO [objek sabuk Kuiper] berbeda dari planet karena mereka bisa bertabrakan dengan planet atau satu sama lain.
Pasca pemungutan suara IAU tahun 2006, muncul kontroversi dan perdebatan seputar definisi ini.[60][61] Banyak astronom yang memutuskan tidak menggunakannya.[62] Sebagian perdebatan tersebut terpusat pada keyakinan bahwa poin (c) (membersihkan orbit) seharusnya tidak disertakan dan objek-objek yang sekarang dikategorikan planet katai harusnya menjadi bagian dari definisi planet yang lebih luas.
Di luar komunitas ilmuwan, Pluto memiliki dampak budaya yang kuat di masyarakat karena status planetnya sejak ditemukan tahun 1930. Penemuan Eris diberitakan besar-besaran oleh media sebagai planet kesepuluh, sehingga klasifikasi ulang ketiga objek tersebut sebagai planet katai banyak menarik perhatian media dan publik.[63]
Klasifikasi sebelumnya
Tabel berikut berisi daftar benda-benda Tata Surya yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai planet:
Banyak asteroid ditemukan antara 1845 dan 1851. Perkembangan daftar planet yang cepat mendorong pengelompokan ulang benda-benda ini sebagai asteroid oleh para astronom. Klaim ini baru diakui pada tahun 1854.[66]
Ditemukan tahun 2003, benda trans-Neputunus ini diakui pada tahun 2005 sebelum akhirnya dikelompokkan sebagai planet katai seperti Pluto pada tahun 2006.
Nama-nama planet di dunia Barat berasal dari praktik pemberian nama Romawi, yang justru berasal dari kebiasaan bangsa Yunani dan Babilonia. Di Yunani kuno, dua benda bersinar raksasa, Matahari dan Bulan, disebut Helios dan Selene; planet terjauh (Saturnus) disebut Phainon, sang penerang; diikuti oleh Phaethon (Jupiter), "cerah"; planet merah (Mars) dikenal dengan sebutan Pyroeis, "berapi-api"; planet paling terang (Venus) disebut Phosphoros, pembawa cahaya;dan planet terakhir (Merkurius) disebut Stilbon, berseri-seri. Bangsa Yunani juga membuat setiap planet suci bagi salah satu dewanya, Dua Belas Dewa Olimpus: Helios dan Selene adalah nama planet dan dewa; Phainon dipersembahkan untuk Cronus, Titan yang merupakan ayah para dewa Olimpus; Phaethon dipersembahkan untuk Zeus, putra Cronus yang menggulingkannya dari takhta raja; Pyroeis dipersembahkan untuk Ares, putra Zeus dan dewa perang; Phosphoros dipimpin oleh Afrodit, dewi cinta; dan Hermes, perantara para dewa dan dewa ilmu dan akal, memimpin Stilbon.[20]
Praktik bangsa Yunani yang memberikan nama-nama planet sesuai nama dewanya hampir seutuhnya berasal dari kebiasaan bangsa Babilonia. Bangsa Babilonia mengambil nama Phosphoros dari nama dewi cintanya, Ishtar; Pyroeis dari dewa perang, Nergal, Stilbon dari dewa kebijaksanaan Nabu, dan Phaethon dari dewa pemimpin, Marduk.[67] Ada banyak kesamaan antara aturan penamaan Yunani dan Babilonia, padahal mereka berbeda zaman.[20] Terjemahannya pun tidak sempurna. Misalnya, Nergal-nya Babilonia adalah dewa perang dan bangsa Yunani menyamakannya dengan Ares. Namun tidak seperti Ares, Nergal adalah dewa penyakit dan akhirat.[68]
Saat ini, banyak orang di dunia Barat mengenal planet dengan nama-nama yang diambil dari dewa-dewa Olympus. Jika bangsa Yunani modern masih memakai nama kuno untuk menyebut planet, sejumlah bahasa Eropa justru memakai nama Romawi (Latin) karena pengaruh Kekaisaran Romawi dan Gereja Katolik. Bangsa Romawi, seperti Yunani, adalah orang Indo-Eropa yang saling berbagi mitologi dengan nama-nama yang berbeda, namun tidak punya tradisi narasi seperti yang dipersembahkan budaya sastra Yunani untuk dewa-dewanya. Pada periode akhir Republik Romawi, para penulis meminjam banyak sekali narasi Yunani dan menerapkannya ke mitologi mereka sampai keduanya tidak bisa dibedakan.[69] Saat bangsa Romawi mempelajari astronomi Yunani, mereka memberi nama planet sesuai nama dewa-dewanya sendiri: Mercurius (untuk Hermes), Venus (Afrodit), Mars (Ares), Iuppiter (Zeus), dan Saturnus (Cronus). Ketika planet-planet selanjutnya ditemukan pada abad ke-18 dan 19, praktik pemberian namanya berlanjut untuk Neptūnus (Poseidon). Uranus unik karena diambil dari nama dewa Yunani alih-alih versi Romawinya.
Sejumlah orang Romawi, sesuai kepercayaan yang mungkin berasal dari Mesopotamia tetapi berkembang di Mesir Yunani, percaya bahwa tujuh dewa yang menjadi sumber nama planet tersebut menjaga Bumi secara bergilir. Urutan giliran tersebut dari jauh ke dekat adalah Saturnus, Jupiter, Mars, Matahari, Venus, Merkurius, Bulan.[70] Hasilnya, hari pertama dimulai oleh Saturnus (jam ke-1), hari kedua oleh Matahari (jam ke-25), diikuti Bulan (jam ke-49), Mars, Merkurius, Jupiter, dan Venus. Karena setiap hari diberi nama sesuai dewa yang mengawalinya, begitu pula dengan urutan nama hari dalam kalender Romawi yang masih dipakai di sejumlah bahasa modern setelah siklus Nundinal ditolak.[71] Dalam bahasa Inggris, Saturday, Sunday, dan Monday adalah terjemahan langsung dari nama-nama Romawi ini. Nama hari yang lain berasal dari dari Tiw, (Tuesday) Wóden (Wednesday), Thunor (Thursday), dan Fríge (Friday), dewa Anglo-Saxon yang sama seperti Mars, Merkurius, Jupiter, dan Venus.
Bumi (Earth) adalah satu-satunya planet yang namanya dalam bahasa Inggris tidak diambil dari mitologi Yunani-Romawi. Karena Bumi sendiri baru diakui sebagai planet pada abad ke-17,[37] tidak ada tradisi memberinya nama sesuai nama dewa. Kata Earth berasal dari bahasa Anglo-Saxonerda yang berarti daratan atau tanah dan pertama dipakai untuk menyebut Bumi sekitar tahun 1300.[72][73] Sebagaimana bahasa Jermanik lainnya, kata ini berasal dari bahasa Proto-Jermanertho, "daratan",[73] dan terlihat kesamaannya pada kata earth dalam bahasa Inggris, Erde dalam bahasa Jerman, aarde dalam bahasa Belanda, dan jord dalam bahasa Skandinavia. Banyak bahasa Roman yang memakai kata Roman lama terra (atau variasinya). Kata tersebut dipakai dengan makna "daratan kering", bukannya "laut".[74] Bahasa-bahasa non-Roman memakai katanya sendiri. Bangsa Yunani tetap memakai nama asli mereka, Γή(Ge).
Belum diketahui secara pasti bagaimana planet terbentuk. Teori yang saat ini mendominasi adalah planet terbentuk saat sebuah nebula berubah menjadi cakram gas dan debu tipis. Sebuah protobintang terbentuk di intinya dan dikelilingi oleh cakram protoplanet yang berputar. Melalui akresi (proses tabrakan tempel), partikel-partikel debu di cakram perlahan mengumpulkan massa untuk membentuk benda yang jauh lebih besar. Konsentrasi massa di satu tempat disebut sebagai bentuk planetesimal dan konsentrasi tersebut mempercepat proses akresi dengan menarik material tambahan menggunakan daya tarik gravitasinya. Konsentrasi tersebut semakin padat sampai akhirnya kolaps ke dalam dan membentuk protoplanet.[75] Setelah memiliki diameter lebih besar daripada Bulan Bumi, planet tersebut membentuk atmosfer tambahan, sehingga meningkatkan daya tarik planetesimal dengan gaya hambat atmosfer.[76]
Ketika protobintang tumbuh begitu besar sampai bisa "menyalakan diri" menjadi bintang, cakram yang tersisa dilenyapkan dari dalam ke luar dengan fotoevaporasi, angin matahari, gaya hambat Poynting–Robertson, dan pengaruh lain.[77][78] Masih banyak protoplanet yang mengelilingi bintang atau satu sama lain, namun seiring waktu sebagian besar di antaranya akan bertabrakan membentuk satu planet yang lebih besar atau melepaskan material untuk diserap protoplanet atau planet yang lebih besar.[79] Objek-objek yang cukup besar tersebut akan menangkap sebagian materi di lingkungan orbitnya dan menjadi planet. Sementara itu, protoplanet yang berhasil menghindari tabrakan akan menjadi satelit alami planet melalui proses tangkapan gravitasi atau tetap berada di sabuk objek lain dan menjadi planet katai atau benda kecil.
Dampak energi planetesimal kecil (serta peluruhan radioaktif) akan menghangatkan planet yang sedang tumbuh, sehingga planet tersebut setidaknya setengah meleleh. Interior planet mulai berbeda-beda massanya dan menciptakan inti yang lebih padat.[80] Planet-planet kebumian yang lebih kecil kehilangan sebagian besar atmosfernya karena akresi ini, tetapi gas yang hilang bisa tergantikan oleh gas yang keluar dari mantel dan tubrukan komet (planet kecil akan kehilangan atmosfer yang diperoleh melalui berbagai jenis mekanisme pelepasan).[81]
Melalui penemuan dan pengamatan sistem keplanetan di sekitar bintang selain Tata Surya, para ilmuwan sudah mampu menguraikan, merevisi, atau bahkan mengganti teori ini. Tingkat metalisitas, istilah astronomi yang menjelaskan kelimpahan elemen kimia dengan nomor atom lebih besar dari 2 (helium), saat ini diyakini menjadi penentu kemungkinan suatu bintang dikelilingi planet.[82] Oleh sebab itu, sejumlah peneliti menduga bintang populasi I yang kaya logam lebih mungkin memiliki sistem planet yang lebih jelas daripada bintang populasi II yang kandungan logamnya kurang.
Menurut IAU, terdapat delapan planet dan lima planet katai yang diakui di Tata Surya. Menurut jaraknya dari Matahari (dekat ke jauh), planet-planet tersebut adalah:
Jupiter adalah planet terbesar dengan massa 318 kali Bumi, sementara Merkurius adalah planet terkecil dengan massa 0,055 kali Bumi.
Planet di Tata Surya dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan komposisinya:
Daratan: Planet-planet mirip Bumi yang permukaannya tertutup batuan: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars. Dengan massa 0,055 kali Bumi, Merkurius adalah planet daratan terkecil (sekaligus planet terkecil) di Tata Surya, sementara Bumi adalah planet daratan terbesar.
Raksasa gas (Jovian): Planet-planet yang terbentuk dari material gas dan lebih besar daripada planet kebumian: Jupiter, Saturnus, Uranus, Neputunus. Jupiter, dengan massa 318 kali Bumi, adalah planet terbesar di Tata Surya, sementara Saturnus hanya sepertiganya dengan ukuran 95 kali massa Bumi.
Raksasa es, terdiri dari Uranus dan Neptunus, adalah subkelas raksasa es yang berbeda dari raksasa gas karena massanya jauh lebih kecil (hanya 14 dan 17 kali massa Bumi) dan sedikitnya hidrogen dan helium di atmosfer sekaligus proporsi batu dan es yang justru lebih tinggi.
Planet katai: Sebelum keputusan Agustus 2006, sejumlah objek diusulkan sebagai planet oleh para astronom. Tetapi pada tahun 2006, beberapa objek dikelompokkan ulang menjadi planet katai, berbeda dengan planet. Saat ini ada lima planet katai di Tata Surya yang diakui keberadaannya oleh IAU: Ceres, Pluto, Haumea, Makemake, dan Eris. Beberapa objek lain di sabuk asteroid dan sabuk Kuiper sedang dipertimbangkan; 50 di antaranya berkemungkinan besar diakui. Ada 200 objek yang dapat ditemukan setelah seluruh sabuk Kuiper selesai dijelajahi. Planet katai memiliki ciri-ciri yang sama dengan planet, namun juga terdapat beberapa perbedaan, salah satunya adalah planet katai tidak dominan di orbitnya. Sesuai definisinya, semua planet katai adalah anggota dari populasi yang lebih besar. Ceres adalah benda terbesar di sabuk asteroid, sementara Pluto, Haumea, dan makemake adalah anggota sbauk Kuiper dan Eris adalah anggota cakram tersebar. Beberapa peneliti seperti Mike Brown percaya bahwa mungkin ada lebih dari seratus objek trans-Neptunus yang dapat digolongkan sebagai planet katai per definisi IAU.[83]
Periode rotasi suatu bendaastronomis adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu revolusi mengitari sumbu rotasinya relatif terhadap bintang di belakangnya. Periode ini berbeda dengan hari matahari planet, yang mencakup rotasi tambahan untuk memenuhi bagian periode orbit planet selama satu hari.
Planet ekstasurya atau eksoplanet adalah planet yang berada di luar Tata Surya. Sampai dengan 1 September 2021, terdapat 4.834 planet terkonfirmasi di dalam 3.572 sistem keplanetan, 795 di antaranya memiliki lebih dari satu planet.[94][95][96][97]
Pada awal 1992, astronom radio Aleksander Wolszczan dan Dale Frail menemukan dua planet yang mengelilingi pulsarPSR 1257+12.[44] Penemuan ini dibenarkan dan diakui sebagai deteksi pasti eksoplanet pertama di dunia. Planet-planet pulsar tersebut diyakini terbentuk dari sisa-sisa supernova yang menghasilkan pulsar pada tahap kedua pembentukan planet atau hanyalah sisa inti berbatu raksasa gas yang selamat dari supernova dan pindah ke orbitnya sekarang.
Penemuan eksoplanet pertama yang mengorbit bintang deret utama biasa terjadi pada tanggal 6 Oktober 1955, ketika Michel Mayor dan Didier Queloz dari Universitas Jenewa menemukan sebuah eksoplanet di sekitar 51 Pegasi. Dari 4.834 eksoplanet yang ditemukan pada 1 September 2021,[5] sebagian besar di antaranya memiliki massa yang bisa disamakan dengan Jupiter atau bahkan lebih besar lagi. Ada pula planet yang bermassa lebih kecil daripada Merkurius dan lebih besar daripada Jupiter.[5] Eksoplanet terkecil yang pernah ditemukan ternyata mengorbit sisa-sisa bintang yang disebut pulsar, contohnya PSR B1257+12.[98]
Sudah ada sekitar selusin eksoplanet yang ditemukan dengan 10 sampai 20 kali massa Bumi,[5] seperti planet-planet yang mengorbit bintang Mu Arae, 55 Cancri, dan GJ 436.[99]
Kategori yang baru muncul adalah "super-Bumi" yang diduga diisi planet kebumian lebih besar daripada Bumi namun lebih kecil daripada Neptunus atau Uranus. Sampai sekarang, sekitar 20 super-Bumi (tergantung batas massanya) telah ditemukan, termasuk OGLE-2005-BLG-390Lb dan MOA-2007-BLG-192Lb, dua planet es yang ditemukan dengan mikrolensa gravitasi,[100][101]Kepler 10b, planet berdiameter 1,4 kali lipat Bumi (menjadikannya super-Bumi terkecil yang pernah diukur),[102] dan lima dari enam planet yang mengorbit katai merahGliese 581. Gliese 581 d secara kasar memiliki massa 7,7 kali lipat Bumi,[103] sementara massa Gliese 581 c lima kali lipat Bumi dan awalnya dianggap sebagai planet kebumian pertama yang ditemukan di zona terhunikan suatu bintang.[104] Studi yang lebih dalam menemukan bahwa planet ini terlalu mendekati kategori bintang dan planet terjauh di sistem ini, Gliese 581 d, meskipun lebih dingin daripada Bumi, tetap bisa dihuni juka atmosfernya memiliki gas rumah kaca dalam jumlah yang memadai.[105] Super-Bumi lain, Kepler-22b, ditemukan mengorbit di zona terhunikan bintangnya.[106] Pada tanggal 20 Desember 2011, tim Teleskop Antariksa Kepler menemukan eksoplanetseukuran Bumi pertama, Kepler-20e[6] dan Kepler-20f,[7] yang ditemukan sedang mengorbit bintang mirip Matahari, Kepler-20.[8][9][10]
Belum jelas apakah planet-planet besar yang baru ditemukan menyerupai raksasa gas di Tata Surya atau memang jenisnya berbeda, contohnya raksasa amonia atau planet karbon. Beberapa planet yang baru ditemukan yang disebut Jupiter panas memiliki orbit yang sangat dekat dengan bintang induknya dan orbitnya hampir berbentuk lingkaran. Planet-planet tersebut menerima radiasi bintang yang lebih banyak ketimbang raksasa gas di Tata Surya, sehingga bisa dipertanyakan apakah mereka tergolong jenis planet yang sama atau tidak. Selain itu, kelompok benda Jupiter panas bernama planet Chthonia diduga eksis di suatu tempat. Planet Chthonia ini orbitnya begitu dekat dengan bintangnya sampai-sampai atmosfernya tersapu habis oleh radiasi bntang. Banyak benda Jupiter panas ditemukan sedang mengalami proses penyapuan atmosfer, namun sampai tahun 2008 tidak satupun planet Chthonia yang ditemukan.[107]
Pengamatan eksoplanet yang lebih teliti akan membutuhkan generasi peralatan yang baru, seperti teleskop luar angkasa. Saat ini, wahana antariksa COROT dan Kepler seadng mencari variasi luminositas bintang karena transit planet. Sejumlah proyek pembuatan jaringan teleskop luar angkasa juga telah diajukan. Proyek-proyek tersebut bertujuan mencari eksoplanet yang massanya setara dengan Bumi. Beberapa di antaranya adalah Terrestrial Planet Finder dan Space Interferometry Mission dari NASA dan PEGASE dari CNES.[108]New Worlds Mission adalah alat pelengkap yang beroperasi bersama Teleskop Antariksa James Webb. Sayangnya, anggaran untuk proyek-proyek ini masih belum jelas. Spektrum eksoplanet pertama ditemukan pada Februari 2007 (HD 209458 b dan HD 189733 b).[109][110] Frekuensi kemunculan planet-planet kebumian semacam itu merupakan salah satu variabel persamaan Drake yang memperkirakan jumlah peradaban cerdas di galaksi Bima Sakti.[111]
Objek bermassa planet
Objek bermassa planet, PMO, atau planemo adalah benda langit yang massanya berada di antara definisi planet: cukup besar untuk memiliki kesetimbangan hidrostatik (dikelilingi gravitasinya sendiri), tetapi tidak cukup besar untuk memiliki fusi inti layaknya sebuah bintang.[112] Sesuai definisinya, semua planet adalah objek bermassa planet, namun tujuan istilah tersebut adalah menjelaskan benda-benda yang tidak memenuhi syarat planet pada umumnya. Objek-objek tersebut adalah planet katai, satelit yang lebih besar, planet pengelana bebas yang tidak mengorbit bintang seperti planet liar yang terlempar dari sistemnya, dan objek yang terbentuk melalui kolaps awan alih-alih akresi (kadang disebut katai subcokelat).
Beberapa simulasi komputer pembentukan sistem bintang dan planet mengungkapkan bahwa sejumlah benda bermassa planet akan terlempar ke angkasa antarbintang.[113] Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa benda semacam itu yang ditemukan berkelana di angkasa harus dikelompokkan sebagai "planet", tetapi yang lainnya berpendapat itu bisa jadi bintang bermassa rendah.[114][115]
Bintang terbentuk melalui keruntuhan gravitasi awan gas, tetapi benda-benda yang lebih kecil bisa terbentuk melalui keruntuhan awan. Objek bermassa planet yang terbentuk seperti itu kadang disebut katai subcokelat. Katai subcokelat bisa berkelana bebas (contohnya Cha 110913-773444) atau mengorbit benda yang lebih besar (contohnya 2MASS J04414489+2301513).
Pada tahun 2006, komunitas astronom sempat percaya bahwa mereka menemukan sistem biner katai subcokelat, Oph 162225-240515, yang disebut penemunya sebagai "planemo" atau "objek bermassa planet". Namun analisis terkini menetapkan bahwa massa mereka masing-masing mungkin lebih besar daripada benda bermassa 13 kali Jupiter, sehingga keduanya tergolong katai cokelat.[116][117][118]
Bekas bintang
Di sistem bintang biner dekat, salah satu bintang bisa kehilangan massanya karena diserap bintang yang lebih berat (lihat pulsar bertenaga akresi). Bintang yang menyusut berubah menjadi objek bermassa planet. Contohnya adalah sebuah objek bermassa Jupiter yang mengorbit pulsarPSR J1719-1438.[119]
Planet satelit dan planet sabuk
Beberapa satelit besar memiliki ukuran yang sama atau lebih besar daripada Merkurius, misalnya satelit Galileo dan Titan Jupiter. Alan Stern berpendapat bahwa lokasi bukanlah masalah dan ciri-ciri geofisik saja yang perlu dipertimbangkan dalam definisi planet. Ia mengusulkan istilah planet satelit untuk satelit berukuran planet. Sama halnya, planet-planet kerdil di sabuk asteroid dan sabuk Kuiper harus dianggap planet menurut Stern.[120]
Ciri-ciri
Walaupun masing-masing planet memeiliki ciri-ciri fisik yang khas, ada beberapa kesamaan di antara mereka. Ciri-ciri seperti cincin atau satelit alami sejauh ini baru diamati di planet Tata Surya, sementara pada eksoplanet ada ciri-ciri yang lain lagi.
Menurut definisi terkini, semua planet harus berevolusi mengitari bintang, sehingga potensi "planet liar" apapun dianggap tidak ada. Di Tata Surya, semua planet mengorbit Matahari dengan arah yang sama seperti rotasi Matahari (berlawanan arah jarum jam dilihat dari kutub utaranya). Sedikitnya satu eksoplanet, WASP-17b, ditemukan mengorbit dengan arah yang berlawanan dengan rotasi bintangnya.[121] Periode satu revolusi orbit planet disebut periode sidereal atau tahun.[122] Tahun planet bergantung pada jarak dari bintangnya; semakin jauh sebuah planet dari bintangnya, tidak hanya semakin jauh jarak yang harus ditempuh, tetapi juga semakin lambat kecepatannya, karena pengaruh gravitasi bintang tidak terlalu besar. Karena tidak ada orbit planet yang berbentuk lingkaran sempurna, jarak masing-masing planet bervariasi sepanjang tahun. Titik terdekat suatu planet dengan bintangnya disebut periastron (perihelion di Tata Surya), sementara titik terjauhnya disebut apastron (aphelion). Ketika planet mendekati periastron, kecepatannya meningkat karena planet menukar energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik, mirip seperti kecepatan benda jatuh di Bumi; ketika planet mendekati apastron, kecepatannya berkurang, mirip seperti kecepatan benda dilempar ke atas lalu mencapai puncak jalur lemparannya.[123]
Setiap orbit planet dibentuk oleh serangkaian elemen:
Eksentrisitas suatu orbit menandakan seberapa panjang orbit sebuah planet. Planet-planet yang eksentrisitasnya rendah memiliki orbit yang lebih melingkar, sementara planet bereksentrisitas tinggi memiliki orbit yang lebih elips. Planet-planet di Tata Surya memiliki eksentrisitas yang sangat rendah, sehingga orbitnya nyaris lingkaran.[122] Komet dan benda-benda sabuk Kuiper (serta beberapa eksoplanet) memiliki eksentrisitas yang sangat tinggi, sehingga orbitnya bisa terlalu elips.[124][125]
Sumbu semi-mayor adalah jarak dari suatu planet ke titik separuh jalan di sepanjang diameter orbit elips terpanjangnya (lihat gambar). Jarak ini tidak sama seperti apastronnya, karena tidak ada orbit planet yang tepat di tengah-tengahnya terdapat bintang.[122]
Inklinasi planet menandakan seberapa jauh di atas atau bawah letak bidang referensinya. Di Tata Surya, bidang referensi adalah bidang orbit Bumi yang disebut ekliptika. Untuk eksoplanet, bidang yang disebut bidang langit ini adalah bidang garis pandang pengamat dari Bumi.[126] Kedelapan planet Tata Surya terletak sangat dekat dengan ekliptika; komet dan benda sabuk Kuiper seperti Pluto berada di sudut yang lebih ekstrem terhadap ekliptika.[127] Titik tempat planet melintas di atas dan bawah bidang referensiya disebut nodus naik dan nodus turun.[122]Bujur nodus naik adalah sudut antara bujur 0 bidang referensi dan nodus naik planet. Argumen periapsis (atau perihelion di Tata Surya) adalah sudut antara nodus naik planet dan titik terdekat dengan bintangnya.[122]
Kemiringan sumbu
Planet juga memiliki kemiringan sumbu yang beragam derajatnya. Kemiringan sumbu berada pada sudut terhadap bidangkhatulistiwa bintangnya. Hal ini mengakibatkan jumlah cahaya yang diterima setiap belahan planet tidak tentu sepanjang tahun; saat belahan utara menjauh dari bintang, belahan selatan mendekati bintang, dan sebaliknya. Karena itu, setiap planet memiliki musim; perubahan iklim sepanjang tahun. Masa ketika setiap belahan berada di titik terjauh atau terdekat dari bintangnya disebut titik balik matahari. Setiap planet memiliki dua titik balik di orbitnya; ketika satu belahan mencapai titik balik musim panas (siang terlama), belahan lain mencapai titik balik musim dingin (siang tersingkat). Jumlah cahaya dan panas yang tidak menentu yang diterima setiap belahan menciptakan perubahan pola cuaca tahunan untuk setiap belahan planet. Kemiringan sumbu Jupiter sangat kecil sampai-sampai variasi musimnya juga sedikit. Di sisi lain, Uranus memiliki kemiringan sumbu yang sangat besar sampai-sampai bisa mengalami siang abadi atau malam abadi ketika mencapai titik balik.[128] Pada kelompok eksoplanet, kemiringan sumbu tidak diketahui pasti, meski banyak benda Jupiter panas dipercayai memiliki sedikit kemiringan sumbu atau tidak sama sekali karena letaknya yang dekat dengan bintangnya.[129]
Rotasi
Planet berotasi di sumbu kasatmata yang menembus pusatnya. Periode rotasi suatu planet disebut hari bintang. Kebanyakan planet di Tata Surya berotasi dengan arah yang sama seperti orbitnya, yaitu berlawanan arah jarum jam jika dilihat dari kutub utara Matahari, kecuali Venus[130] dan Uranus[131] yang berotasi searah jarum jam. Tetapi kemiringan sumbu Uranus yang luar biasa besar berarti ada konvensi berbeda tentang kutub mana yang "utara" dan apakah planet tersebut berputar searah jarum jam atau tidak.[132] Apapun itu, tanpa melihat konvensinya, Uranus memiliki rotasi mundur yang relatif terhadap orbitnya.
Rotasi suatu planet dapat terbentuk oleh beberapa faktor saat pembentukannya. Momentum sudut bersihnya bisa tercipta oleh momentum sudut yang berasal dari objek-objek akresi. Akresi gas oleh raksasa gas juga memengaruhi momentum sudut. Pada tahap-tahap akhir pembentukan planet, proses stokastik berupa akresi protoplanet dapat mengubah sumbu putar planet secara acak.[133] Ada perbedaan panjang hari yang besar antarplanet. Venus membutuhkan 243 hari Bumi untuk berotasi, sedangkan raksasa gas beberapa jam saja.[134] Periode rotasi eksoplanet tidak diketahui. Namun letak mereka yang dekat dengan bintangnya berarti benda-benda Jupiter panas terkunci secara tidal (orbitnya sinkron dengan rotasinya). Ini berarti mereka hanya menampakkan satu sisi ke bintangnya, sehingga satu sisi selalu siang, satu lagi selalu malam.[135]
Pembersihan orbit
Ciri dinamis utama yang menentukan sebuah planet adalah benda tersebut telah membersihkan lingkungannya. Planet yang telah membersihkan lingkungannya memiliki massa yang cukup untuk menyapu semua planetesimal di orbitnya. Hasilnya, planet mengorbit bintangnya secara tetap, tidak berbagi orbit dengan beberapa objek berukuran serupa. Ciri ini tercantum dalam definisi resmi planetIAU bulan Agustus 2006. Kriteria tersebut tidak mencakup benda-benda keplanetan seperti Pluto, Eris, dan Ceres, sehingga mereka tergolong planet katai.[1] Walaupun sampai sekarang kriteria ini berlaku di Tata Surya saja, sejumlah sistem luar surya muda ditemukan dengan bukti pembersihan orbit di cakram sirkumbintangnya.[136]
Ciri-ciri fisik
Massa
Ciri-ciri fisik utama yang menentukan sebuah planet adalah apakah benda tersebut cukup besar untuk memaksa gravitasinya sendiri mendominasi gaya elektromagnetik yang menyelubungi struktur fisiknya, sehingga terciptalah kesetimbangan hidrostatik. Ini berarti bahwa semua planet berbentuk sfer (bola) atau sferoidal. Sampai titik massa tertentu, bentuk suatu bojek bisa tidak tentu, tetapi terlepas dari titik tersebut yang bervariasi tergantung penyusun kimianya, gravitasi mulai menarik suatu objek ke pusat massanya sampai objek tersebut membentuk bola.[137]
Massa juga merupakan ciri utama yang membedakan planet dengan bintang. Batas massa atas untuk keplanetan adalah 13 kali massa Jupiter (13MJ) untuk objek-objek dengan kelimpahan isotop matahari. Lebih dari itu, suatu objek memiliki kondisi yang tepat untuk melakukan fusi nuklir. Selain Matahari, tidak ada objek bermassa seperti itu di Tata Surya; tetapi ada eksoplanet berukuran Matahari. Batas 13MJ tidak diakui secara universal dan Extrasolar Planets Encyclopaedia berisi objek-objek bermassa 20 kali Jupiter,[138] dan Exoplanet Data Explorer 24 kali massa Jupiter.[139]
Planet terkecil yang pernah diketahui, tidak termasuk planet kerdil dan satelit, adalah PSR B1257+12A. Ini adalah salah satu eksoplanet pertama yang ditemukan pada tahun 1992 yang mengelilingi sebuah pulsar. Massanya sekitar separuh massa planet Merkurius.[5] Planet terkecil yang mengorbit bintang deret utama selain Matahari adalah Kepler-37b. Massa dan radiusnya agak lebih besar daripada Bulan.
Diferensiasi internal
Setiap planet mengawali eksistensinya dalam bentuk cair; pada pembentukan awal, material yang lebih padat dan berat tenggelam ke tengah, sehingga material ringan tetap berada di dekat permukaan. Masing-masing memiliki interior berbeda yang terdiri dari inti planet padat yang diselimuti mantelcair atau padat. Planet-planet kebumian terjebak di dalam kerak padat,[140] namun pada raksasa gas, mantelnya luluh menjadi lapisan awan teratas. Planet kebumian memiliki inti elemen magnetik seperti besi dan nikel, serta mantel silikat. Jupiter dan Saturnus diyakini memiliki inti batu dan logam yang diselimuti mantel hidrogen metalik.[141]Uranus dan Neptunus, yang ukurannya lebih kecil, memiliki inti batu yang diselimuti mantel air, amonia, metana, dan es.[142] Gerakan cairan di dalam inti planet-planet tersebut menghasilkan geodinamo yang menciptakan medan magnet.[140]
Semua planet di Tata Surya selain Merkurius[143] memiliki atmosfer dasar karena gravitasi massanya yang besar cukup kuat untuk menahan gas agar dekat dengan permukaan. Raksasa gas yang lebih besar cukup besar untuk menyimpan banyak sekali gas ringan hidrogen dan helium, sementara gas planet-planet kecil lolos ke luar angkasa.[144] Komposisi atmosfer Bumi berbeda dengan planet lain dikarenakan beragam proses kehidupan yang mentranspirasikan planet telah menghasilkan molekul oksigen bebas.[145]
Atmosfer planet dipengaruhi oleh berbagai insolasi atau energi internal, sehingga berujung pada pembentukan sistem cuaca dinamis seperti badai (di Bumi), badai debu seplanet (di Mars), antisiklon seukuran Bumi (di Jupiter; disebut Titik Merah Besar), dan lubang di atmosfer (di Neptunus).[128] Sedikitnya satu eksoplanet, HD 189733 b, diklaim memiliki sistem cuaca seperti itu, sama seperti Titik Merah Besar namun ukurannya lebih besar dua kali lipat.[146]
Akibat letaknya yang terlalu dekat dengan bintang induknya, benda-benda Jupiter panas kehilangan atmosfernya karena radiasi bintang, mirip ekor komet.[147][148] Planet-planet ini memiliki perbedaan suhu siang dan malam yang terlampau jauh sampai-sampai mampu menghasilkan angin supersonik.[149] Tetapi sisi siang dan malam HD 189733 b terlihat sama suhunya, menandakan atmosfer planet ini efektif mendistribusikan kembali energi bintang ke seluruh planet.[146]
Magnetosfer
Salah satu ciri penting dari sebuah planet adalah momen magnet intrinsiknya yang menjadi cikal bakal magnetosfernya. Keberadaan medan magnet menandakan bahwa planet tersebut secara geologi masih hidup. Dengan kata lain, planet termagnetkan memiliki aliran bahan konduktor listrik di interiornya yang menciptakan medan magnet. Medan ini sangat memengaruhi interaksi planet dengan angin matahari. Sebuah planet yang termagnetkan membuat selubung bernama magnetosfer yang tidak bisa ditembus angin matahari. Magnetosfer dapat berukuran lebih besar daripada planet itu sendiri. Kebalikannya, planet yang tidak termagnetkan memiliki magnetosfer kecil yang tercipta oleh interaksi ionosfer dengan angin matahari, tetapi tidak melindungi planet tersebut secara efektif.[150]
Dari delapan planet di Tata Surya, hanya Venus dan Mars yang tidak memiliki medan magnet.[150] Selain itu, satelit Jupiter Ganimede punya medan magnetik. Dari semua planet termagnetkan, medan Merkurius adalah yang terlemah dan tidak mampu memantulkan angin matahari. Medan magnet Ganimede beberapa kali lipat lebih besar dan medan Jupiter adalah yang terkuat di Tata Surya (kuat sekali sampai-sampai planet ini memiliki ancaman kesehatan serius bagi misi berawak ke satelit-satelitnya pada masa depan). Medan magnet planet-planet raksasa lainnya memiliki kekuatan yang agak setara dengan Bumi, namun momen magnetnya lebih besar. Medan magnet Uranus dan Neptunus sangat miring relatif terhadap sumbu rotasi dan terlepas dari pusat planetnya.[150]
Pada tahun 2004, tim astronom di Hawaii mengamati sebuah eksoplanet yang mengitari bintang HD 179949. Planet ini terliaht menciptakan titik matahari di permukaan bintang induknya. Tim berhipotesis bahwa magnetosfer planet sedang mentransfer energi ke permukaan bintang dan meningkatkan suhunya dari 7.760 °C menjadi 8.160 °C.[151]
Ciri-ciri sekunder
Beberapa planet atau planet kerdil di Tata Surya (seperti Neptunus atau Pluto) memiliki periode orbit yang sejalan satu sama lain atau dengan benda-benda yang lebih kecil (hal ini lazim terjadi di sistem satelit). Semua planet kecuali Merkurius dan Venus memiliki satelit alami yang biasa disebut "bulan". Bumi punya satu satelit, Mars dua, dan raksasa gas punya beberapa satelit dengan sistem keplanetan yang kompleks. Banyak satelit raksasa gas memiliki ciri-ciri yang sama seperti planet kebumian dan planet katai. Beberapa di antaranya bahkan dianggap ramah kehidupan (terutama Europa).[152][153][154]
Empat raksasa gas juga dikitari oleh cincin planet dengan ukuran dan kerumitan yang beragam. Cincin-cincin ini terdiri dari debu atau partikel, namun bisa menginangi 'anak bulan' mungil yang gravitasinya membentuk dan mempertahankan strukturnya. Meski asal usul terbentuknya tidak diketahui secara pasti, cincin planet diyakini sebagai hasil satelit alami yang masuk batas Roche planet induknya dan hancur akibat gaya gelombang pasang.[155][156]
^ abcdThis definition is drawn from two separate IAU declarations; a formal definition agreed by the IAU in 2006, and an informal working definition established by the IAU in 2001/2003 for objects outside of the Solar System. The 2006 definition, while official, applies only to the Solar System, while the 2003 definition applies to planets around other stars. The extrasolar planet issue was deemed too complex to resolve at the 2006 IAU conference.
^ abReferred to by Huygens as a Planetes novus ("new planet") in his Systema Saturnium
^ abcBoth labelled nouvelles planètes (new planets) by Cassini in his Découverte de deux nouvelles planetes autour de Saturne[64]
^ abcdBoth once referred to as "planets" by Cassini in his An Extract of the Journal Des Scavans.... The term "satellite", however, had already begun to be used to distinguish such bodies from those around which they orbited ("primary planets").
^Cassan, Arnaud; D. Kubas, J.-P. Beaulieu, M. Dominik, K. Horne, J. Greenhill, J. Wambsganss, J. Menzies, A. Williams, U. G. Jørgensen, A. Udalski, D. P. Bennett, M. D. Albrow, V. Batista, S. Brillant, J. A. R. Caldwell, A. Cole, Ch. Coutures, K. H. Cook, S. Dieters, D. Dominis Prester, J. Donatowicz, P. Fouqué, K. Hill, N. Kains; et al. (12 January 2012). "One or more bound planets per Milky Way star from microlensing observations". Nature. 481 (7380): 167–169. arXiv:1202.0903. Bibcode:2012Natur.481..167C. doi:10.1038/nature10684. PMID22237108. Diakses tanggal 11 January 2012.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ ab"planet, n". Oxford English Dictionary. 2007. Diakses tanggal 2008-02-07.Note: select the Etymology tab
^Neugebauer, Otto E. (1945). "The History of Ancient Astronomy Problems and Methods". Journal of Near Eastern Studies. 4 (1): 1–38. doi:10.1086/370729.
^Ronan, Colin. "Astronomy Before the Telescope". Astronomy in China, Korea and Japan (edisi ke-Walker). hlm. 264–265.
^Francesca Rochberg (2000). "Astronomy and Calendars in Ancient Mesopotamia". Dalam Jack Sasson. Civilizations of the Ancient Near East. III. hlm. 1930.
^Holden, James Herschel (1996). A History of Horoscopic Astrology. AFA. hlm. 1. ISBN978-0-86690-463-6.
^Hermann Hunger, ed. (1992). Astrological reports to Assyrian kings. State Archives of Assyria. 8. Helsinki University Press. ISBN951-570-130-9.
^Lambert, W. G.; Reiner, Erica (1987). "Babylonian Planetary Omens. Part One. Enuma Anu Enlil, Tablet 63: The Venus Tablet of Ammisaduqa". Journal of the American Oriental Society. 107 (1): 93–96. doi:10.2307/602955. JSTOR602955.
^Kasak, Enn; Veede, Raul (2001). Mare Kõiva and Andres Kuperjanov, ed. "Understanding Planets in Ancient Mesopotamia (PDF)"(PDF). Electronic Journal of Folklore. Estonian Literary Museum. 16: 7–35. Diakses tanggal 2008-02-06.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abGoldstein, Bernard R. (1997). "Saving the phenomena: the background to Ptolemy's planetary theory". Journal for the History of Astronomy. Cambridge (UK). 28 (1): 1–12. Bibcode:1997JHA....28....1G.
^Sarma, K. V. (1997) "Astronomy in India" in Selin, Helaine (editor) Encyclopaedia of the History of Science, Technology, and Medicine in Non-Western Cultures, Kluwer Academic Publishers, ISBN 0-7923-4066-3, p. 116
^ ab=Ramasubramanian, K. (1998). "Model of planetary motion in the works of Kerala astronomers". Bulletin of the Astronomical Society of India. 26: 11–31 [23–4]. Bibcode:1998BASI...26...11R.
^S. M. Razaullah Ansari (2002). History of oriental astronomy: proceedings of the joint discussion-17 at the 23rd General Assembly of the International Astronomical Union, organised by the Commission 41 (History of Astronomy), held in Kyoto, August 25–26, 1997. Springer. hlm. 137. ISBN1-4020-0657-8.
^Lyttleton, Raymond A. (1936). "On the possible results of an encounter of Pluto with the Neptunian system". Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 97: 108. Bibcode:1936MNRAS..97..108L.
^Saumon, D.; Hubbard, W. B.; Burrows, A.; Guillot, T.; Lunine, J. I.; Chabrier, G. (1996). "A Theory of Extrasolar Giant Planets". Astrophysical Journal. 460: 993–1018. arXiv:astro-ph/9510046. Bibcode:1996ApJ...460..993S. doi:10.1086/177027.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^See for example the list of references for: Butler, R. P.; et al. (2006). "Catalog of Nearby Exoplanets". University of California and the Carnegie Institution. Diakses tanggal 2008-08-23.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link)
^Boss, Alan P.; Basri; Kumar; Liebert; Martín; Reipurth; Zinnecker (2003). "Nomenclature: Brown Dwarfs, Gas Giant Planets, and ?". Brown Dwarfs. 211: 529. Bibcode:2003IAUS..211..529B.
^"earth, n". Oxford English Dictionary. 1989. Diakses tanggal 2008-02-06.
^ abHarper, Douglas (2001-09). "Earth". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2008-08-23.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Harper, Douglas (2001-09). "Etymology of "terrain"". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2008-01-30.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^Inaba, S.; Ikoma, M. (2003). "Enhanced Collisional Growth of a Protoplanet that has an Atmosphere". Astronomy and Astrophysics. 410 (2): 711–723. Bibcode:2003A&A...410..711I. doi:10.1051/0004-6361:20031248.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Matsuyama, I.; Johnstone, D.; Murray, N. (2005). "Halting Planet Migration by Photoevaporation from the Central Source". The Astrophysical Journal. 585 (2): L143–L146. arXiv:astro-ph/0302042. Bibcode:2003astro.ph..2042M. doi:10.1086/374406.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Ida, Shigeru; Nakagawa, Yoshitsugu; Nakazawa, Kiyoshi (1987). "The Earth's core formation due to the Rayleigh-Taylor instability". Icarus. 69 (2): 239. Bibcode:1987Icar...69..239I. doi:10.1016/0019-1035(87)90103-5.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Aguilar, David; Pulliam, Christine (2004-01-06). "Lifeless Suns Dominated The Early Universe" (Siaran pers). Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. Diakses tanggal 2011-10-23.
^ abcThis rotation is negative because the pole which points north of the ecliptic rotates in the opposite direction to most other planets.
^Reference adds about 1 ms to Earth's stellar day given in mean solar time to account for the length of Earth's mean solar day in excess of 86400 SI seconds.
^Chamberlain, Matthew A. (2007). "Ceres lightcurve analysis – Period determination". Icarus. 188 (2): 451–456. Bibcode:2007Icar..188..451C. doi:10.1016/j.icarus.2006.11.025.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
^ abcdRotation period of the deep interior is that of the planet's magnetic field.
^Santos, Nuno; Bouchy, François; Vauclair, Sylvie; Queloz, Didier; Mayor, Michel (2004-08-25). "Fourteen Times the Earth" (Siaran pers). European Southern Observatory. Diakses tanggal 2011-10-23.
^Beaulieu, J.-P.; D. P. Bennett; P. Fouqué; A. Williams; et al. (2006-01-26). "Discovery of a Cool Planet of 5.5 Earth Masses Through Gravitational Microlensing". Nature. 439 (7075): 437–440. arXiv:astro-ph/0601563. Bibcode:2006Natur.439..437B. doi:10.1038/nature04441. PMID16437108.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abLuhman, K. L.; Adame, Lucía; D'Alessio, Paola; Calvet, Nuria (2005). "Discovery of a Planetary-Mass Brown Dwarf with a Circumstellar Disk". Astrophysical Journal. 635 (1): L93. arXiv:astro-ph/0511807. Bibcode:2005ApJ...635L..93L. doi:10.1086/498868. Ringkasan – NASA Press Release (2005-11-29).Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Close, Laird M.; Zuckerman, B.; Song, Inseok; Barman, Travis; Marois, Christian; Rice, Emily L.; Siegler, Nick; MacIntosh, Bruce; Becklin, E. E.; et al. (2007). "The Wide Brown Dwarf Binary Oph 1622–2405 and Discovery of A Wide, Low Mass Binary in Ophiuchus (Oph 1623–2402): A New Class of Young Evaporating Wide Binaries?". Astrophysical Journal. 660 (2): 1492. arXiv:astro-ph/0608574. Bibcode:2007ApJ...660.1492C. doi:10.1086/513417.Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit (link)
^Luhman, K. L.; Allers, K. N.; Jaffe, D. T.; Cushing, M. C.; Williams, K. A.; Slesnick, C. L.; Vacca, W. D. (2007). "Ophiuchus 1622–2405: Not a Planetary-Mass Binary". The Astrophysical Journal. 659 (2): 1629–36. arXiv:astro-ph/0701242. Bibcode:2007ApJ...659.1629L. doi:10.1086/512539.
^Bailes, M.; Bates, S. D.; Bhalerao, V.; Bhat, N. D. R.; Burgay, M.; Burke-Spolaor, S.; d'Amico, N.; Johnston, S.; Keith, M. J. (2011). "Transformation of a Star into a Planet in a Millisecond Pulsar Binary". Science. 333 (6050): 1717–20. arXiv:1108.5201. Bibcode:2011Sci...333.1717B. doi:10.1126/science.1208890. PMID21868629.
^D. R. Anderson et al.; Hellier, C.; Gillon, M.; Triaud, A. H. M. J.; Smalley, B.; Hebb, L.; Collier Cameron, A.; Maxted, P. F. L. et al. (2009). "WASP-17b: an ultra-low density planet in a probable retrograde orbit". arΧiv:0908.1553 [astro-ph.EP].
^Dvorak, R.; Kurths, J.; Freistetter, F. (2005). Chaos And Stability in Planetary Systems. New York: Springer. ISBN3-540-28208-4.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Belton, M. J. S.; Terrile R. J. (1984). Bergstralh, J. T., ed. "Uranus and Neptune". In its Uranus and Neptune pp. 327–347 (SEE N85-11927 02-91). 2330: 327. Bibcode:1984urnp.nasa..327B.Parameter |contribution= akan diabaikan (bantuan)
^Borgia, Michael P. (2006). The Outer Worlds; Uranus, Neptune, Pluto, and Beyond. Springer New York. hlm. 195–206.
^Strobel, Nick. "Planet tables". astronomynotes.com. Diakses tanggal 2008-02-01.
^Zarka, Philippe; Treumann, Rudolf A.; Ryabov, Boris P.; Ryabov, Vladimir B. (2001). "Magnetically-Driven Planetary Radio Emissions and Application to Extrasolar Planets". Astrophysics & Space Science. 277 (1/2): 293. Bibcode:2001Ap&SS.277..293Z. doi:10.1023/A:1012221527425.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Faber, Peter; Quillen, Alice C. (2007-07-12). "The Total Number of Giant Planets in Debris Disks with Central Clearings". arΧiv:0706.1684 [astro-ph].
^ abKnutson, Heather A.; Charbonneau, David; Allen, Lori E.; Fortney, Jonathan J. (2007). "A map of the day-night contrast of the extrasolar planet HD 189733 b". Nature. 447 (7141): 183–6. arXiv:0705.0993. Bibcode:2007Natur.447..183K. doi:10.1038/nature05782. PMID17495920. Ringkasan – Center for Astrophysics press release (2007-05-09).Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Ballester, Gilda E.; Sing, David K.; Herbert, Floyd (2007). "The signature of hot hydrogen in the atmosphere of the extrasolar planet HD 209458b". Nature. 445 (7127): 511–4. Bibcode:2007Natur.445..511B. doi:10.1038/nature05525. PMID17268463.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abcKivelson, Margaret Galland; Bagenal, Fran (2007). "Planetary Magnetospheres". Dalam Lucyann Mcfadden, Paul Weissman, Torrence Johnson. Encyclopedia of the Solar System. Academic Press. hlm. 519. ISBN978-0-12-088589-3.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
^Gefter, Amanda (2004-01-17). "Magnetic planet". Astronomy. Diakses tanggal 2008-01-29.
^Molnar, L. A.; Dunn, D. E.; Dunn (1996). "On the Formation of Planetary Rings". Bulletin of the American Astronomical Society. 28: 77–115. Bibcode:1996DPS....28.1815M.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)