Pegunungan Serayu Selatan
|
Kebumen High
|
|
Negara
|
Indonesia
|
|
Titik tertinggi
|
Gunung Lanang
|
- elevasi
|
1.102 ft (336 m)
|
|
Panjang
|
63 mi (101,388672 km), Barat-Timur
|
|
Pegunungan Serayu Selatan dikenal dalam istilah bahasa inggris adalah South Serayu Mountain. Pegunungan Serayu Selatan termasuk bagian pegunungan dari Cekungan Jawa Tengah Selatan yang terletak di bagian selatan, provinsi Jawa Tengah. Pegunungan ini merupakan geoantiklin yang membentang dari barat sampai ke timur dengan panjang 100 kilometer. Karena terdapat lembah Jatilawang, pegunungan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian barat dan timur. Pegunungan Serayu Selatan dapat dikatakan sebagai kulminasi dari geoantiklin di Jawa. Selain itu, Pegunungan Serayu Selatan memiliki sumbu yang mengarah Barat-Timur. (Van Bemmelen, 1949 ). Kabupaten Cilacap Utara, Kabupaten Banyumas Selatan, Kabupaten Banjarnegara Selatan, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo Selatan, dan Kabupaten Purworejo merupakan bagian cakupan dari Pegunungan Serayu Selatan. Bagian barat dibentuk oleh gunung Kabaran yang memiliki elevasi sama dengan Zona Depresi Bandung di Jawa Barat atau sebagai elemen struktural baru di Jawa Tengah. Namun, bagian ini dipisahkan dari Zona Bogor oleh Depresi Majenang. (Van Bemmelen, 1949).
Bagian timur dibangun akibat antiklin Ajibarang (narrow anticline) yang terpotong oleh Aliran Sungai Serayu. Kemudian di timur Banyumas, antiklin tersebut berkembang menjadi antiklinorium dengan lebar mencapai 30 km pada daerah Luk Ulo yang sering disebut sebagai tinggian Kebumen (Kebumen High). Selain itu, bagian ini dikenal dengan Cagar Alam Nasional Geologi Karangsambung. Pada bagian paling ujung timur Pegunungan Serayu Selatan terbentuk karena adanya kubah Pegunungan Kulon Progo (1022 m) yang terletak di antara Purworejo dan Sungai Progo. (Van Bemmelen, 1949).
Berdasarkan fisiografinya, Cekungan Jawa Tengah Selatan terdiri dari beberapa tinggian dan rendahan yang pembentukannya dikontrol oleh proses endogenik maupun proses eksogenik. Tinggian dan rendahan dari barat ke timur dalam Cekungan Jawa Tengah Selatan, yaitu Tinggian Gabon, Rendahan Citanduy, Tinggian Besuki, Depresi Majenang, Depresi Wangon, Tinggian Majenang, Rendahan Kroya, Tinggian Karang Bolong, Rendahan Kebumen, Tinggian Kebumen dan Tinggian Kulonprogo.[1]
Titik tertinggi di Pegunungan Serayu Selatan berada di Gunung Lanang (1.102 m/dpl) di Kabupaten Wonosobo. Selain itu, tinggi gunung lainnya adalah Gunung Midangan (1.043 Mdpl), Gunung Pupur (1.102 Mdpl), Gunung Tanggullangsi (1.068 Mdpl), Gunung Mentosari (1.059 Mdpl), Gunung Mergolangu (1.060 Mdpl), Gunung Brukutan (1.031 Mdpl), Gunung Memean (1.019 Mdpl), Gunung Mantri (1.027 Mdpl), Gunung Gambarjaran (970 Mdpl), Gunung Rawacacing (1.035 Mdpl) dan Gunung Giyombong (1.035 Mdpl). Terdapat sejumlah sungai besar yang berhulu di Pegunungan Serayu Selatan, yaitu Sungai Luk Ulo, Kali Medono, Sungai Ijo, Sungai Kemit, Sungai Jatinegara, Sungai Tambak dan Sungai Sapi serta anak sungai Sungai Serayu dan Sungai Bogowonto. Pada Pegunungan Serayu Selatan terdapat dua waduk, yaitu Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen dan Waduk Wadaslintang di perbatasan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Kebumen. Pegunungan ini juga terbentang di sisi utara Kabupaten Kebumen, yaitu meliputi wilayah Kecamatan Karanggayam, Kecamatan Karangsambung, Kecamatan Sadang, sebagian Kecamatan Pejagoan dan Kecamatan Alian, terdapat bebatuan yang penting dalam ilmu kebumian. Ada batuan sedimen (endapan) yang memiliki lapisan-lapisan yang kadang seperti vertikal yang berjejerengan batuan malihan (metamorf) dan bongkahan-bongkahan batuan beku yang terlempar dalam wilayah tidak terlalu luas. Namun, sewajarnya pemandangan seperti ini hampir mustahil dijumpai.
Sejak satu setengah abad silam, keunikan itu telah memukau cendekiawan sekelas Junghunn. Namun, baru diketahui penyebabnya dari setengah abad lalu, lewat kerja keras seorang Sukendar Asikin. Bebatuan campur aduk di Kebumen utara ternyata adalah bukti langsung dari teori tektonik lempeng. Inilah teori ‘aneh’ yang dikembangkan dari gagasan seorang Alfred Wegener sejak menjelang Perang Dunia pertama, tetapi bukti-bukti penyokongnya baru ditemukan berpuluh tahun kemudian. Bebatuan campur aduk itu seharusnya hanya dapat dijumpai di palung laut dan salah satu ekspresi permukaan dari subduksi lempeng oseanik yang memiliki berat jenis lebih tinggi daripada lempeng kontinental yang berat jenisnya lebih rendah. Oleh karena itu, Kebumen utara dulu-dulunya pernah merupakan palung laut purba.[2]
Referensi