Pabrik Gula Adiwerna ( Suikerfabriek Adiwerna) atau yang sering disebut dengan Pabrik Gula Ujungrusi ( Suikerfabriek Oedjoengroesi ) merupakan salah satu perusahaan industri gula milik Belanda yang pernah berdiri pada masa Hindia Belanda. Lokasi Pabrik gula ini sekarang telah menjadi markas militer Batalyon Infanteri 407 Padma Kusuma / Yonif 407 PK di desa Ujungrusi, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal.
Sejarah
SF Adiwerna dibangun pada tahun 1841 yang bekerjasama dengan Perusahaan NV Mij tot Exploitatie der Suiker Onderneming, pemilik Pabrik Gula Adiwerna dan Jatibarang ini adalah Otto Carel Holmbreg.
Pabrik Gula Adiwerna yang didirikan pada tahun 1841 ini dibangun bersamaan dengan Pabrik Gula Kemanglen yang berada di Slawi. Berdirinya SF Adiwerna tidak dapat dipisahkan antara Holmberg dengan Lucassen yang awalnya mengajukan sistem kontrak gula untuk membangun sebuah perusahaan industri gula.
Pada awal Maret 1839, Lucassen dan Holmberg yang saat itu berada di Belanda mengajukan petisi kepada Raja Willem I atas dasar studi mandiri teoretisnya tentang pembuatan gula yang lebih modern, keduanya meminta agar diberikan kontrak gula untuk membangun sebuah pabrik gula seluas 600 hektar di Jawa. Namun niat kerjasama Lucassen dan Holmberg untuk bersama-sama membangun pabrik gula akhirnya gagal karena masalahnya tidak satu pun dari mereka memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan tentang pengelolaan tebu menjadi gula, mereka berdua memutuskan untuk membangun pabrik gula sendiri-sendiri. Lucassen memilih mengasosiasikan dirinya dengan Hoevenaar. Terkait kapasitas pengolahan yang optimal, mereka mengubah permintaan dari satu pabrik menjadi dua pabrik dengan masing-masing mendapatkan tanah 400 hektar.
Pada tahun 1840 Menteri Koloni JC Baud mengeluarkan sistem kontrak gula. Lucassen yang dibantu Hoevenaar mendapatkan dana sebesar 120.000 gulden untuk pembelian mesin dan 130.000 gulden untuk pembangun pabrik. Sedangkan Holmberg secara independen meminta dan memperoleh kontrak gula yang identik, tetapi ia mendapatkan dana hanya sebesar 80.000 gulden, yang berarti bahwa ia harus menginvestasikan lebih banyak dari modalnya sendiri.
Setelah dana persiapan untuk pembangunan pabrik, Lucassen dan Holmberg mengunjungi keluarga Hoevenaar di Paris. Dari tempat inilah Lucassen dan Holmberg menjalin kerjasama dengan pengusaha baja Perancis Derosne et Cail. Pengusaha inilah yang sebelumnya membuat mesin-mesin pabrikasi di Karibia dan Amerika. Mereka berdua juga mengumpulkan para insinyur-insiyur muda asal Skotlandia untuk merancang pabrik.
Setelah beberapa waktu menetap di Paris, Lucassen, Holmberg, dan Hoevenaar yang juga membawa para pekerja berangkat menuju Jawa menggunakan kapal. Kapal yang mereka tumpangi juga membawa mesin-mesin dan beberapa material bangunan yang digunakan untuk membangun pabrik. Berbulan-bulan lamanya mereka mengarungi lautan, hingga akhirnya mereka sampai di Pulau Jawa, mereka kemudian menuju ke Tegal yang wilayah tanahnya menjadi sistem kontrak gula. Holmberg diberikan konsensi tanah di sebelah utara wilayah Slawi yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Lucassen dan Hoevenaar yang mendirikan pabrik gula di Kemanglen dan Dukuhwringin.
Holmberg yang hanya bermodal uang 80.000 gulden itu memberanikan diri untuk membuat dua pabrik gula sekaligus. Pada tahun 1841 Holmberg membangun Pabrik Gula Adiwerna di Ujungrusi, ditahun itu juga ia membangun konstruksi awal Pabrik Gula Jatibarang terlebih dahulu. Setelah selesainya pembangunan Pabrik Gula Adiwerna, Holmberg kemudian melanjutkan pembangunan Pabrik Gula Jatibarang pada tahun 1842. Pabrik Gula Jatibarang dan Pabrik Gula Adiwerna sendiri dibangun dengan sistem Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.
Setelah berhasil mendirikan dua buah pabrik gula, Holmberg membangun sebuah pabrik gula lagi di Pagongan yang dibangun pada tahun 1848. Beberapa tahun kemudian perusahaan gula milik Holmberg ini mengalami kesuksesan, bahkan bisa mengalahkan kesuksesan Lucassen dan Hoevenaar yang lebih senior. Hal ini membuat Holmberg menjadi salah satu pengusaha paling sukses yang dipunyai oleh Belanda.
Pada masa itu PG Adiwerna menjalin hubungan kerjasama dengan perusahaan dagang Nederlandsche Handel-Maatschappij untuk mengekspor gula ke Eropa. Kini bekas dari Pabrik Gula Adiwerna dan Pagongan masuk dalam wilayah Kabupaten Tegal, sedangkan Pabrik Gula Jatibarang yang saat ini masih berdiri masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Brebes.
Jalur rel kereta lori Pabrik Gula Adiwerna sendiri yang mengangkut tebu dibangun sekitar tahun 1910-an, jalurnya terhubung dengan Pabrik Gula Jatibarang serta terhubung pula dengan jalur KA Tegal-Prupuk.
Dalam surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada 24 September 1928 menyebutkan bahwa
Tuan A.D.H Bosch yang merupakan kepala perusahaan gula Pangkah dan juga penasihat perusahaan gula Adiwerna, Jatibarang, Karangsuwung, serta Pangkah akan pergi ke Eropa, tugasnya kemudian digantikan oleh
Hendrik Joseph Rodbard yang merupakan administratur perusahaan gula Adiwerna. Rodbard untuk sementara waktu menjadi penasihat perusahaan gula.
Surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada 18 Februari 1929 menyebutkan Rodbard yang saat itu masih menjabat sebagai administratur Pabrik Gula Adiwerna diberhentikan, kemudian Rodbard ditunjuk menjadi penasihat untuk pengoperasian perusahaan gula Adiwerna, Jatibarang, Karangsuwung dan Pangkah.
Jabatan administrator Pabrik Gula Adiwerna kemudian diserahkan oleh Ledeboer.
Namun baru satu tahun menjabat sebagai administratur di perusahaan Pabrik Gula Adiwerna, Ledeboer meninggal dunia. Hal ini tercatat juga dalam surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada 2 Mei 1929. Kemudian dalam surat kabar De Indische courant yang terbit pada 17 Mei 1930 mengatakan bahwa
A.W.F. Köffler yang merupakan mantan pegawai Pabrik Gula Pagongan dilantik menjadi administratur Pabrik Gula Adiwerna untuk menggantikan Ledeboer yang sudah meninggal dunia.
Berakhirnya Pabrik Gula Adiwerna
SF Adiwerna ini berakhir dengan bernasib sial seperti pabrik gula lainnya yang ada di Tegal, pabrik gula ini berhenti beroperasi sejak masa Pendudukan Jepang pada tahun 1942. Bangunan Pabrik Gula Adiwerna banyak dirusak dan dibongkar oleh Jepang, sehingga pabrik ini berhenti beroperasi sejak saat itu.
Setelah masa kemerdekaan Indonesia, bangunan Pabrik Gula Adiwerna ini menjadi terbengkalai karena hampir sebagian besar bangunan telah dihancurkan Jepang. Kemudian pada tahun 1964, kompleks PG Adiwerna dialih fungsikan sebagai tempat militer yang sekarang dikenal dengan Batalyon Infanteri 407/ Yonif 407.
Hingga sekarang bekas-bekas Pabrik Gula Adiwerna yang masih terlihat adalah jaringan listrik 110, beberapa rel kereta lori yang terlihat di selokan, timbangan tebu yang kini digunakan sebagai jembatan penyebrangan orang untuk TNI, dan tembok keliling kuno yang ada didalam wilayah Yonif 407.
Hampir seluruh kompleks pabrik telah dibongkar. Beberapa rel kereta lori yang masih utuh sudah tertimbul aspal seperti di turunan cunong. Dulunya terdapat jalur kereta percabangan ke jalur KA Tegal-Prupuk yang letaknya lurus dengan Taman Brebes yang masuk kedalam pabrik untuk kepentingan distribusi gula.