Pabrik Gula Balapulang atau Suikerfabriek Balapoelang merupakan salah satu perusahaan industri gula yang pernah berdiri pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pabrik Gula Balapulang terletak di desa Balapulang Kulon, Balapulang, Kabupaten Tegal yang lokasinya berdekatan dengan Stasiun non-aktif Balapulang.
Sejarah Berdirinya Pabrik Gula Balapulang
SF Balapoelang dibangun bersamaan dengan SF Maribaja pada tahun 1875 oleh perusahaan dagang Belanda Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM), hal ini termuat dalam buku
" Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1875 " yang merupakan catatan pertama keberadaan Pabrik Gula Balapulang dan Pabrik Gula Maribaya.
Pabrik Gula Balapulang yang dibangun pada tahun 1875 adalah pabrik gula yang lokasinya paling selatan di wilayah Tegal, lokasi pabrik yang berada dekat area perbukitan membuat wilayah Balapulang cocok ditanami sejumlah tanaman komoditas ekspor. Hal ini membuat Balapulang merupakan salah satu sentral penghasil gula pada masa itu. Setelah berdirinya pabrik gula, dibangunlah kantor pos dan rumah-rumah untuk pegawai serta karyawan pabrik gula, dibangunlah juga rumah untuk persinggahan sementara atau pesanggrahan, karena pada masa itu Balapulang menjadi tempat persinggahan sementara untuk orang-orang yang hendak melakukan perjalanan menuju Purwokerto ataupun Kota Tegal.
Informasi tentang Pabrik Gula Balapulang tercatat dalam beberapa majalah, surat kabar, dan juga buku-buku Belanda.
Pada tahun 1886 perusahaan kereta api Hindia Belanda Javasche Spoorweg Maatschappij (JSM) memperanjang jalur kereta api lintas Tegal-Slawi hingga ke Balapulang. Pada tanggal 17 November 1886 JSM meresmikan lintas Tegal-Balapulang, Stasiun Balapulang menjadi stasiun terminus pada saat itu. Lintas Tegal-Balapulang ini awalnya difokuskan untuk mengangkut hasil produksi gula yang akan diekspor ke Eropa. Terdapat juga percabangan jalur kereta api dari Stasiun Balapulang yang menuju masuk kedalam area Pabrik Gula Balapulang yang digunakan untuk mengangkut gula. Keberadaan jalur kereta api inilah membuat wilayah Balapulang menjadi semakin ramai pada masa itu.
Pada surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada tanggal 24 Oktober 1887 menyebutkan bahwa Theodorus Karel Lodewijk Ramaer yang merupakan administratur PG Balapulang meninggal dunia pada 18 Oktober 1887 ketika ia sedang mengunjungi keluarganya di Belanda. Ramaer kemudian makamkan di desa Oosterbeek, Gelderland, Belanda.
Theodorus Karel Lodewijk Ramaer mempunyai seorang putri bernama Louise Johanna Theodora Ramaer yang kemudian menikah dengan Jacobus Maurits van Dort, Jacobus Maurits sendiri merupakan anak dari Levie Elkan van Dort yang merupakan pemilik dari Pabrik Gula Maribaya.
Surat kabar Haarlems Dagblad yang diterbitkan pada tanggal 15 November 1928 menyebutkan tentang cuaca buruk yang melanda sekitar Balapulang. Senin sore tanggal 12 November 1928 hujan deras disertai angin kencang melanda wilayah sekitar Balapulang. Di halaman Pabrik Gula Balapulang beberapa pohon tumbang dan beberapa tiang pipa serta lampu juga roboh. Gudang pabrik gula runtuh ketika para pegawai pabrik yang bekerja di sana baru saja keluar. Beberapa rumah karyawan dan bangunan pabrik rusak. Kerugian diperkirakan lebih dari 2.000 gulden. Antara Balapulang sampai Duren Sawit, Kesuben jalanan dimana-mana terhalang oleh pohon yang tumbang. Jaringan telepon rusak parah, sehingga sambungan dengan Tegal terputus dalam beberapa hari.
Berakhirnya Pabrik Gula Balapulang
Kedatangan Jepang di tahun 1942 membuat Pabrik Gula Balapulang ini berhenti beroperasi, mesin-mesin pabrik banyak dijarah. Jepang mengubah pabrik ini menjadi pabrik teh, begitu pun juga perkebunan tebunya berubah menjadi perkebunan teh. Setelah masa Kemerdekaan Indonesia, Terjadilah peristiwa revolusi masyarakat.
Pada saat itu semangat anti Belanda diwujudkan dengan perlawanan radikal yang dikenal sebagai Peristiwa Tiga Daerah yaitu revolusi yang terjadi di wilayah Brebes, Tegal, dan Pemalang. Pabrik Gula Balapulang juga terkena dampak dari peristiwa itu, pabrik gula ini mengalami pengrusakan dan penjarahan.
Maka terjadilah perlawanan orang-orang Belanda dengan para massa revolusi Peristiwa Tiga Daerah. Puncaknya terjadi pada tanggal 11 Oktober 1945, tercatat ada 18 orang Eropa yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak terbunuh di sekitar area Pabrik Gula Balapulang pada peristiwa ini. Hal serupa juga terjadi di Pabrik Gula Jatibarang, tercatat sebanyak 17 orang menjadi korban dari para massa Peristiwa Tiga Daerah.
Di bulan Oktober 1945 inilah para massa melakukan penjarahan dan pembongkaran secara besar-besaran pada bangunan PG Balapulang, hal ini sengaja dilakukan agar pihak Belanda tidak bisa menggunakan pabrik gula sebagai basis pertahanan.
Pada pertengahan tahun 1946 Belanda berhasil menduduki lagi wilayah Balapulang. Pada 17 Agustus 1946 yang kala itu Republik Indonesia baru berumur 1 tahun, terjadilah penangkapan oleh serdadu Belanda terhadap masyarakat sekitar yang dituding melakukan kasus pembunuhan 18 orang Eropa yang terjadi pada 11 Oktober 1945. Para serdadu Belanda menginterogasi warga sekitar Balapulang dan juga berhasil menemukan tengkorak 18 orang Eropa di area sekitar Pabrik Gula Balapulang.
Kontrol perusahaan PG Balapulang diperoleh kembali oleh Belanda ditahun 1947, administratur pabrik yang saat itu berada di pabrik gula yang sudah rusak ini mengadakan rapat pemegang saham. Kemudian pada tanggal 5 September 1950 dalam surat kabr De Tijd menyebutkan secara rinci tenteng kelanjutan perusahaan Pabrik Gula Balapulang. Setelah Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 dibentuklah Uni Belanda-Indonesia, maka semua perusahaan milik Belanda sebelum pendudukan Jepang dapat diperoleh kembali.
Surat kabar De Tijd menyebutkan selama pendudukan Jepang ditahun 1942-1945, perkebunan tebu milik perusahaan PG Balapulang diubah menjadi perkebunan teh, Jepang juga mengubah pabrik gula ini menjadi pabrik teh. Setelah masa Kemerdekaan Indonesia terjadi perlawanan warga Balapulang yang mengakibatkan pengrusakan besar-besaran pada pabrik gula ini, warga juga banyak mengambil alih tanah perkebunan. Perkebunan teh milik perusahaan Pabrik Gula Balapulang kini tanahnya hanya seluas 256 hektar yang masih bisa diproduksi. Perusahaan berencana merestorasi bangunan Pabrik Gula Balapulan yang sudah rusak ini menjadi pabrik teh, 116 hektar tanah disekitar pabrik cukup memenuhi syarat. Namun syarat restorasi areal ini masih belum mencukupi untuk pabrik teh yang menguntungkan. Rencana tersebut tertunda, pada akhirnya rencana itu mengalami kegagalan.
Pada tahun 1957 Pabrik Gula Balapulang dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia, hal ini menandakan berakhirnya kepemilikan pabrik gula dari tangan Belanda. Saat ini bangunan Pabrik Gula Balapulang sudah hancur, hanya beberapa reruntuhan bangunan dan tembok yang menandakan keberadaan pabrik gula. Rumah-rumah pegawai pabrik beralih fungsi menjadi kantor Polisi, Perhutani, pemukiman warga, dan lain-lain.
Pabrik Gula Balapulang ini menghadap ke arah timur atau letak bangunannya disebelah barat jalan raya Tegal-Purwokerto. Area Bangunan Pabrik Gula Balapulang saat ini meliputi dari Pasar Balapulang, Lapangan Balapulang, SMP N1 Balapulang, SD N Balapulang Kulon 02, Polsek Balapulang, Puskesmas Balapulang hingga ke selatan sampai di hutan jati.
Galeri
Emplasemen kereta lori Pabrik Gula Balapulang sekitar tahun 1920 - 1935