Artikel ini perlu dikembangkan dari artikel terkait di Wikipedia bahasa Inggris. (Juli 2024)
klik [tampil] untuk melihat petunjuk sebelum menerjemahkan.
Lihat versi terjemahan mesin dari artikel bahasa Inggris.
Terjemahan mesin Google adalah titik awal yang berguna untuk terjemahan, tapi penerjemah harus merevisi kesalahan yang diperlukan dan meyakinkan bahwa hasil terjemahan tersebut akurat, bukan hanya salin-tempel teks hasil terjemahan mesin ke dalam Wikipedia bahasa Indonesia.
Jangan menerjemahkan teks yang berkualitas rendah atau tidak dapat diandalkan. Jika memungkinkan, pastikan kebenaran teks dengan referensi yang diberikan dalam artikel bahasa asing.
Nama Tionghoa biasanya terdiri dari 2 karakter sampai 4 karakter, walaupun ada yang lebih dari 4 karakter, tetapi umumnya nama seperti itu adalah mengambil terjemahan dari bahasa lain sehingga tidak dianggap sebagai nama Tionghoa.
Nama Tionghoa mengandung marga dan nama. Marga Tionghoa diletakkan di depan nama, biasan
ya 1 sampai 2 karakter; nama mengikuti marga.
Evolusi nama Tionghoa
Di zaman dahulu, menurut catatan literatur kuno ada peraturan bahwa nama seorang anak biasanya baru akan ditetapkan 3 bulan setelah kelahirannya. Namun pada praktiknya, banyak yang memberikan nama sebulan setelah kelahiran sang anak, bahkan ada yang baru diberikan setahun setelahnya. Juga ada yang telah menetapkan nama terlebih dahulu sebelum kelahiran sang anak.
Di zaman Dinasti Shang, orang-orang masih menggunakan nama dengan 1 karakter. Ini dikarenakan mereka belum mengenal marga dan juga karena jumlah penduduk yang tidak banyak.
Sebelum zaman Dinasti Han, biasanya nama Tionghoa hanya terdiri dari 2 karakter yang terdiri dari 1 karakter marga dan 1 karakter nama. Namun setelah Dinasti Han, orang-orang mulai memiliki sebuah nama lengkap yang terdiri dari 3 karakter (1 karakter marga dan 2 karakter nama pribadi - yang terdiri dari 1 karakter nama generasi dan 1 karakter nama diri) selain daripada nama resmi mereka yang 2 karakter itu.
Di zaman Dinasti Jin, orang-orang baru memakai nama dengan 3 karakter seperti yang kita kenal sekarang.
Nama menjadi sebuah hal yang penting bagi seseorang dipengaruhi oleh pemikiran Konfusius tentang pentingnya penamaan bagi penonjolan karakter seseorang.
Pada kasus-kasus yang sangat langka, seseorang dapat memiliki nama dengan lebih dari tiga karakter:
Dua karakter marga (seperti Sima, Zhuge), satu karakter generasi, dan satu karakter nama diri. Contoh: Sima Xiangru
Nama marga suku minoritas yang mengadopsi nama Tionghoa. Contoh: suku Manchu yang menguasai dinasti Qing menggunakan marga Aisin Gioro; kaisar dinasti Qing terakhir bernama Aisin Gioro Puyi (enam karakter)
Nama generasi
Di dalam nama dengan 3 karakter, biasanya kita mengenal adanya nama generasi. Nama yang mengandung nama generasi adalah 1 karakter marga, 1 karakter generasi dan 1 karakter nama. Pada tingkatan generasi yang sama dalam satu keluarga besar biasanya memiliki nama generasi yang sama.
Nama generasi ditetapkan oleh leluhur dengan mengambil sebuah puisi atau bait di dalamnya untuk penamaan generasi turun-temurun. Biasanya sebuah puisi berisikan 16, 20 atau bahkan 24 karakter buat 16, 20 atau 24 generasi ke bawah. Sampai generasi ke-17, 21 atau 25, nama generasi akan dimulai kembali dari karakter generasi pertama.
Nama generasi ini tidak lazim digunakan di semua keluarga karena biasanya hal seperti ini merupakan monopoli orang terpelajar. Karena pendidikan tidak umum bagi rakyat biasa pada zaman dulu di Tiongkok, maka banyak pula keluarga yang tidak menggunakan nama generasi dalam pemberian nama.
Suku Tionghoa-Indonesia sebelum zaman Orde Baru rata-rata masih memiliki nama Tionghoa dengan 3 suku kata. Walaupun seseorang Tionghoa di Indonesia tidak mengenal aksara Han, tetapi biasanya nama Tionghoa di Indonesia tetap diberikan dengan cara romanisasi. Karena mayoritas orang Tionghoa di Indonesia adalah pendatang dari Hokkien, maka nama-nama Tionghoa berdialek Hokkien lebih lazim daripada dialek-dialek lainnya.
Banyak nama yang diindonesiakan adalah suku kata nama belakang Hokkien dengan imbuhan Barat[1] atau Indonesia yang menghasilkan banyak nama yang terdengar eksotis. Meskipun dua orang Tionghoa memiliki nama keluarga Tionghoa yang sama, mereka bisa memiliki nama Indonesia yang berbeda. Misalnya, seseorang dengan nama belakang "林" (Mandarin: Lín, Kanton: Lam atau Lum, Hokkien: Liem atau Lim = hutan) dapat mengadopsi "Limanto", dan yang lainnya dapat menggunakan "Halim" sebagai nama yang terdengar Indonesia. Aktivis politik dan pengusaha terkenal Sofjan Wanandi (Liem Bian Koen)[2] menerjemahkan Lin ke dalam bahasa Jawa kuno "wana" dan menambahkan imbuhan laki-laki "ndi", menghasilkan nama marga baru Wanandi.[3]
Di zaman Orde Baru, di bawah pemerintahan Soeharto, warganegara Indonesia keturunan Tionghoa dianjurkan untuk mengindonesiakan nama Tionghoa mereka dalam arti mengambil sebuah nama Indonesia secara resmi. Misalnya Liem Sioe Liong diubah menjadi Soedono Salim. Walaupun demikian, di dalam acara kekeluargaan, nama Tionghoa masih sering digunakan; sedangkan nama Indonesia digunakan untuk keperluan surat-menyurat resmi.
Namun sebenarnya, ini tidak diharuskan karena tidak pernah ditetapkan sebagai undang-undang dan peraturan yang mengikat. Hanya tarik-menarik antara pendukung teori asimilasi dan teori integrasi wajar di kalangan Tionghoa sendiri yang menjadikan anjuran ini dipolitisir sedemikian rupa. Anjuran ganti nama tersebut muncul karena ketegangan hubungan Republik Rakyat Tiongkok dengan Indonesia setelah peristiwa G30S. Tahun 1966, Ketua Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB), Kristoforus Sindhunata menyerukan penggantian nama orang-orang Tionghoa demi pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa.[4] Anjuran ganti nama paling keras disuarakan di Jawa, sehingga mereka yang paling merasakan perubahan identitas.[5]
Seruan ini mendapat kecaman dari kalangan orang Tionghoa sendiri dan cemoohan dari kalangan anti-Tionghoa. Yap Thiam Hien secara terbuka menyatakan bahwa nama tidak dapat menjadi ukuran nasionalisme seseorang dan ini juga yang menyebabkan nasionalis terkemuka Indonesia itu tidak mengubah namanya sampai akhir hayatnya. Cemoohan datang dari KAMI dan KAPPI yang pada waktu itu mengumandangkan nada-nada anti-Tionghoa yang menyatakan bahwa ganti nama tidak akan mengganti otak orang Tionghoa serta menyerukan pemulangan seluruh orang Tionghoa berkewarganegaraan RRT di Indonesia ke negara leluhurnya.[4]
Ganti nama ini memang merupakan satu kontroversi karena tidak ada kaitan antara pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa dengan nama seseorang, juga karena tidak ada sebuah nama yang merupakan nama Indonesia asli.[oleh siapa?]
Hingga saat ini, beberapa orang Tionghoa enggan menggunakan nama Tionghoanya karena khawatir dengan isu SARA dan kebiasaan masa Orde Baru. Masih sedikit sekali nama-nama asli Tionghoa yang tertera di KTP.[6]
Daftar ini belum tentu lengkap. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Daftar ini diurutkan berdasarkan pinyin. Tabel ini hanya mencakup ejaan berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan. Nama keluarga di kehidupan nyata mungkin menggunakan sistem ejaan yang ketinggalan jaman seperti Ejaan Van Ophuijsen. Variasi nama keluarga yang terdengar Indonesia ditandai dengan tanda kurung.
Sekarang ini, biasanya untuk memudahkan orang yang memiliki nama Tionghoa juga memiliki romanisasi dari lafal nama Tionghoa mereka ataupun memiliki nama Barat. Sistem romanisasi yang paling baku dan paling banyak digunakan sekarang ini adalah sistem Hanyu Pinyin. Tata cara penulisan nama Tionghoa dalam bentuk romanisasi yang paling sering digunakan saat ini adalah dengan memisahkan antara suku-kata marga dan nama.
Mao Zedong; Mao adalah marga 1 karakter, Zedong adalah nama 2 karakter
Jiang Zemin; Jiang adalah marga 1 karakter, Zemin adalah nama 2 karakter
Sima Yi; Sima adalah marga 2 karakter, Yi adalah nama 1 karakter
Auwjong Pengkoen (dialek Hokkian); Auwjong adalah marga 2 karakter, Pengkoen adalah nama 2 karakter
Ada pula penulisan dengan tata cara penulisan nama Barat, di mana nama pemberian ditulis terlebih dahulu dan nama keluarga mengikuti di belakang. Nama keluarga di Barat dapat disamakan dengan marga di kalangan Tionghoa.
Zemin, Jiang; Zemin adalah nama pemberian, Jiang adalah nama keluarga (marga)
Nama barat berikut ini disertai oleh marga Tionghoa di belakang nama Barat tersebut sesuai dengan kaidah penamaan di Barat yang menempatkan nama keluarga di belakang nama pemberian.
James Soong Chuyu; James adalah nama Barat, Soong adalah marga Tionghoa, Chuyu adalah nama Tionghoa
Jacky Cheung; Jacky adalah nama Barat, Cheung adalah marga Tionghoa dalam dialek Kantonis
Pengaruh Nama Tionghoa terhadap Nama Korea, Jepang dan Vietnam
Nama orang Korea, Vietnam dan Jepang juga mendapat pengaruh besar dari nama Tionghoa.
Sampai sekarang nama orang Korea masih terdiri dari 3 karakter suku-kata walau ditulis dalam karakter Hangul. Marga orang Korea adalah bersumber dari marga Tionghoa.
Orang Vietnam sendiri menggunakan nama Tionghoa namun dengan lafal bahasa Viet serta ditulis dengan romanisasi.
Orang Jepang menggunakan nama yang ditulis dengan karakter Han, tetapi mayoritas dengan 4 karakter, 2 karakter marga dan 2 karakter nama.
Istilah sistem kekeluargaan Tionghoa di Indonesia
Sebutan
Indonesia
Aco/Kongco
Kakek buyut
Aca/Maca/Athai
Nenek buyut
Akong/Akung/Nyaung/Engkong/Kungkung
Kakek
Ama/Nyama/Ema/Popo
Nenek
Sun
Saudara laki-laki dari kakek/nenek
Ipo
Saudara perempuan dari kakek/nenek
Apek
Kakak laki-laki dari ayah
Acek/Encek
Adik laki-laki dari ayah
Ako/Kuku
Saudara perempuan dari ayah
Toaku
Kakak laki-laki dari ibu
Ku/Kiukiu/Engku
Adik laki-laki dari ibu
Ieie/Ayi
Saudara perempuan dari ibu
Aku
Saudara ipar laki-laki dari ayah/ibu
Akim/Engkim/Acim/Encim/Amu/Asing
Saudara ipar perempuan dari ayah/ibu
Papa
Ayah/ Boss
Mama
Ibu
Koko
Kakak laki-laki
Cici
Kakak perempuan
Dede / Titi
Adik laki-laki
Meme
Adik perempuan
Rujukan
^Bailey&Lie (2013), hlm. 24, "While denotive meanings—“Sunny” for a newborn who needs sun or “Nelson” as praise for a boy’s father—play a role in name choice, it is these names’ social associations with the West and the group pattern of Western-name choice that is socially significant here. In fixing Western names to their children, a practice that breaks from both Chinese and Indonesian traditions, Chinese Indonesians are making significant statements about how they see the world and their positions in it. The statements they are making are intimately tied to state discrimination, to their understandings of their positions in Indonesian society, and to the indexical meanings that Western names carry for them."
^Meijuan, Lu (1986-01-17). "國際羽球賽球星介紹" [Master Bulutangkis Internasional Taipei (1986)]. catalog.digitalarchives.tw (dalam bahasa Tionghoa). Diakses tanggal 2024-01-26.
^Anggraeni, Dewi (2008-02-06). "Arief Budiman: Defying the Chinese stereotype" [Arief Budiman: Menentang stereotip Tiongkok]. The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-01-26.
^Li, Zhihan (2021-04-16). "印尼歌手坐擁超過2千萬粉絲!推超吸睛圖像小說辣翻眾人" [Penyanyi Indonesia ini memiliki lebih dari 20 juta penggemar! Novel grafis yang sangat menarik perhatian semua orang]. Yahoo News (dalam bahasa Tionghoa). Diakses tanggal 2024-01-25.
^Hui, Audrey Yu Jia (2022-04-21). "Audrey 俞佳慧 About Me". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-01-27. Diakses tanggal 2024-01-27.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)