Murad I (bahasa Turki: I. Murat, Turki Otoman: مراد اول; 29 Juni 1326 – 15 Juni 1389) adalah pemimpin Utsmani ketiga dan berkuasa sepeninggal ayahnya antara tahun 1361 hingga 1389. Ia adalah putra Orhan dan Nilüfer Hatun. Murad I dijuluki Hüdavendigâr, yang berasal dari bahasa Persia: Khodāvandgār (خداوندگار), yang berarti "yang disayangi Tuhan".
Murad I dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani, dermawan, dan agamais. Ia demikian kokoh memegang semua aturan dan sangat mencintainya. Selalu berlaku adil pada rakyat dan tentaranya, mencintai jihad dan membangun masjid, sekolah, dan tempat berlindung.
Pemindahan ibu kota
Murad I mampu memperluas wilayahnya di Asia Kecil dan Eropa pada saat yang sama. Di Eropa, tentara Utsmani menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur. Pada tahun 1365, dia mampu menguasai Hadrianopolis (Ἁδριανούπολις), sebuah kota yang sangat stategis di Balkan dan dianggap sebagai kota kedua di Kekaisaran Romawi Timur. Murad I menjadikan kota ini sebagai ibu kota pemerintahannya mulai tahun 1363, menggantikan Bursa, dan mengubah nama ibu kota baru tersebut dengan nama Edirne.[1][2] Pemindahan ini secara resmi menggeser pusat kekuasaan Utsmani ke daratan Eropa.
Di tempat baru tersebut, Murad I menghimpun semua elemen yang akan menjadi cikal-bakal negara lengkap dengan prinsip-prinsip dasar sebuah pemerintahan. Terbentuklah serikat-serikat pegawai, divisi-divisi pasukan tempur, lembaga-lembaga yang terdiri dari praktisi hukum dan pemuka agama. Juga dilengkapi dengan lembaga kehakiman, madrasah, dan akademi-akademi militer untuk membangun paramiliter.
Murad terus melakukan perluasan wilayah Utsmani di daratan Eropa. Sementara itu pasukannya terus bergerak menuju Makedonia. Sebagai reaksi dari kebijakan Murad, maka dibentuklah persekutuan Salib Balkan yang diberkahi oleh Paus Urbanus V. Persekutuan ini terdiri dari tentaraSerbia, Bulgaria, Hungaria, dan Wallachia. Semua negara sekutu ini mampu menghimpun pasukan sebanyak 60.000 untuk menghadang pasukan Utsmani yang dikomandani oleh Lala Şahin Pasya, dengan pasukan yang lebih sedikit jumlahnya dari pasukan koalisi ini. Mereka disambut di sebuah tempat bernama Chernomen (kini Ormenio, Yunani), sebuah tempat dekat sungai Maritsa. Di tempat inilah terjadi pertempuran sengit dengan kekalahan di pihak koalisi Eropa. Dua pemimpin asal Serbia, Vukašin Mrnjavčević dan Jovan Uglješa Mrnjavčević, melarikan diri, namun keduanya tenggelam di dasar Sungai Maritsa. Sedangkan Raja Hungaria berhasil selamat dari kematian. Adapun Murad sendiri saat itu sedang sibuk berperang di Asia Kecil dan mengambil alih kepemimpinan beberapa kota. Setelah itu dia kembali ke ibu kota untuk mengatur kembali wilayah-wilayah yang ditaklukkan.
Sultan Murad I sendiri selalu memantau semua yang terjadi di Balkan, melalui para komandan perangnya yang ternyata membuat Serbia jengah. Mereka berkali-kali mengambil kesempatan ketidakhadiran Sultan di Eropa untuk menggempur pasukan Utsmani di Balkan dan wilayah sekitarnya. Namun mereka selalu gagal dan tidak pernah mendapat kemenangan berarti. Oleh karena itulah pasukan Serbia, Bosnia, dan Bulgaria bersekutu dan segera menyiapkan tentara Salib Eropa dalam jumlah yang demikian banyak untuk memerangi Utsmani – kali ini dengan persiapan yang matang dan kuat – menyerbu wilayahKosovo di Balkan. Ada sebuah peristiwa menarik saat itu. Seorang menteri Murad yang saat itu datang dengan membawa Al-Qur'an, tanpa sengaja membuka mushafnya dan pandangannya jatuh tepat pada Surah Al-Anfal ayat 65:
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu daripada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Seluruh yang hadir merasakan kemenangan akan segera tiba dan kaum muslimin bersuka cita dengannya.
Kedua belah pasukan bertemu di Kosovo dan pertempuran terjadi pada Juni 1389. Murad memimpin pasukan Utsmani dengan kedua putranya, Bayezid dan Ya'qub masing-masing di sisi kanan dan kirinya. Sedangkan pasukan Serbia dipimpin oleh Lazar Hrebeljanović. Terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah kedua belah pasukan. Menurut Sedlar, pasukan Kristen berjumlah antara 12.000 sampai 20.000 orang, sementara pasukan Utsmani berjumlah 27.000 sampai 30.000 orang.[3] Menurut John K. Cox, pasukan Utsmani berjumlah sekitar 30.000 sampai 40.000 orang berhadapan dengan pasukan Kristen Ortodoks berjumlah sekitar 15.000 sampai 25.000.[4] Cowley juga sependapat dengan Cox terkait jumlah pasukan Utsmani, tetapi dia berpendapat bahwa pasukan Kristen berjumlah antara 25.000 sampai 30.000 orang.[5] Kedua belah pasukan mengalami pukulan berat dalam pertempuran ini. Meskipun Serbia kalah dalam pertempuran ini, pihak Utsmani juga mengalami kerugian besar sehingga mereka menunda perluasan wilayahnya.
Wafat
Terdapat perbedaan pendapat mengenai wafatnya Murad. Sumber kontemporer utamanya menyatakan bahwa Pangeran Lazar dan Murad kehilangan nyawanya saat pertempuran. Satu sumber Barat menyatakan bahwa Murad dibunuh saat pertempuran oleh bangsawan Serbia, Miloš Obilić, dengan sebilah pisau.[6][7] Sumber Utsmani menyatakan bahwa saat Murad tanpa pengawalan, seorang pasukan musuh yang bersembunyi di antara para jasad perang tiba-tiba muncul dan menusuk Murad dengan belati.[8][9] Sebagian sumber menyatakan bahwa seorang bangsawan Serbia bernama Miloš Ban berpura-pura ingin masuk Islam dan ingin mencium tangan Murad. Miloš kemudian membunuh Murad dengan belati yang disembunyikan di mantelnya.[10] Tradisi Yunani menyebut pembunuh Murad dengan Miloes. Miloes berpura-pura berada di pihak Utsmani, kemudian membunuh Murad dengan tombak.[8]
Murad I telah mewariskan sebuah kekuasaan yang demikian besar dari ayahandanya. Luasnya mencapai 95.000 km2. Artinya, selama kekuasaannya yang berlangsung selama 29 tahun, dia telah berhasil memperluas 5 kali lipat peninggalan ayahandanya, Orhan. Meski daftar Sultan Utsmaniyah selalu dimulai dari Osman I, Murad adalah pemimpin Utsmani pertama yang secara resmi menyandang gelar sultan, yakni pada tahun 1383.
Keluarga
Orang tua
Ayah – Orhan Bey, penguasa Negara Utsmani kedua. Saat berada pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya, Orhan cenderung hidup mengasingkan diri dan sebagian besar kendali negara diserahkan kepada Murad.
Ibu – Nilüfer Valide Hatun. Dia juga dikenal dengan nama Bayalun, Beylun, Beyalun, Bilun, Suyun, Suylun.[11] Sebagian pendapat menyatakan bahwa nama aslinya adalah Holofira dan merupakan anak dari penguasa Bilecik yang merupakan bawahan Romawi. Sebagian menyatakan bahwa dia adalah seorang putri Romawi bernama Helen. Ada juga yang menyatakan bahwa dia adalah seorang budak-selir. Dia masuk Islam dan diberi nama baru, Nilüfer, yang bermakna 'teratai' dalam bahasa Persia. Nilüfer menjadi ibu suri (valide hatun) saat Murad naik takhta. Setelah Nilüfer meninggal, Murad membangun "Nilüfer Hatun Imareti" (Dapur Umum Puan Nilüfer) pada 1388 untuk menghormati almarhumah.[12]
Pasangan
Gülçiçek Hatun. Menurut tradisi, Gülçiçek awalnya istri dari Aclan Bey, salah satu pangeran dari Kadipaten Karesi. Setelah kadipaten ini ditaklukan oleh Utsmani pada masa Orhan, Gülçiçek dibawa di istana Utsmani. Beberapa upaya dilakukan untuk menikahkan Gülçiçek dengan beberapa laki-laki, tetapi dia menolak semua nama-nama yang diajukannya sampai Murad yang mengajukan dirinya sendiri. Mereka menikah pada 1359.[13] Gülçiçek membangun masjid dan makam di Bursa yang kemudian menjadi tempatnya dikebumikan.[14][15]
Paşa Melek Hatun, putri Kızıl Murad Bey
Kera Tamara Hatun, putri Ivan Aleksandǎr, Tsar Bulgaria. Tamara yang terkenal akan kecantikannya menjadikan Murad berniat mempersuntingnya, juga sekaligus untuk menjalin perdamaian di antara Utsmani dan Bulgaria.[16] Saudara Tamara, Tsar Ivan Shishman, awalnya menolak.[16] Namun, karena tidak bisa menghentikan pergerakan Utsmani, Ivan pada akhirnya membawa Tamara di ibu kota Utsmani.[16] Tamara masih tetap menjadi pemeluk Ortodoks setelah menjadi istri Murad.[16] Dia meninggal dan dimakamkan di Bursa bersama anggota keluarga Utsmani yang lain.
Putra
Sultan Bayezid (1360 - 1403) – putra dari Gülçiçek. Menjadi Sultan Utsmaniyah sepeninggal Murad.
Yakub Çelebi (sekitar 1362 - 20 Juni 1389)
Savci Bey (sekitar 1364 - November 1385). Dia dan Andronikus bersekutu melawan ayah mereka masing-masing, Sultan Murad dan Kaisar Ioannes V. Savci dihukum mati oleh Murad, sedangkan Andronikus yang menyerah kepada ayahnya dipenjara dan dibuat buta atas desakan Murad
Yahşi – putra dari Gülçiçek
Ibrahim Bey (sekitar 1365 - sekitar 1385)
Putri
Nefise Hatun. Menikah dengan Alaattin Ali, Adipati Karaman. Karaman sendiri adalah kadipaten Turki yang menjadi pesaing Utsmani. Anak laki-laki Nefise, Mehmed II, menjadi Adipati Karaman sepeninggal Alaattin.
^"In 1363 the Ottoman capital moved from Bursa to Edirne, although Bursa retained its spiritual and economic importance." Ottoman Capital Bursa. Official website of Ministry of Culture and Tourism of the Republic of Turkey. Retrieved 19 December 2014.
^Sedlar, Jean W. (1994). East Central Europe in the Middle Ages, 1000-1500. University of Washington Press. hlm. 244. Nearly the entire Christian fighting force (between 12,000 and 20,000 men) had been present at Kosovo, while the Ottomans (with 27,000 to 30,000 on the battlefield) retained numerous reserves in Anatolia.
^John K. Cox (2002). The History of Serbia. Greenwood Publishing Group. hlm. 30. ISBN978-0-313-31290-8. The Ottoman army probably numbered between 30,000 and 40,000. They faced something like 15,000 to 25,000 Eastern Orthodox soldiers. [...] Accounts from the period after the battle depict the engagement at Kosovo as anything from a draw to a Christian victory.
^Cowley, Robert; Geoffrey Parker. The Reader's Companion to Military History. Houghton Mifflin Books. hlm. 249. On June 28, 1389, an Ottoman army of between thirty thousand and forty thousand under the command of Sultan Murad I defeated an army of Balkan allies numbering twenty-five thousand to thirty thousand under the command of Prince Lazar of Serbia at Kosovo Polje (Blackbird's Field) in the central Balkans.
^Helmolt, Ferdinand. The World's History, p.293. W. Heinemann, 1907.
^Fine, John. The Late Medieval Balkans, p. 410. University of Michigan Press, 1994. ISBN0-472-08260-4.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan