Mahmud I diakui sebagai sultan oleh pemberontak begitupun pejabat pengadilan namun beberapa minggu setelah penobatannya negara berada di tangan pemberontak. Ketua mereka, Patrona Halil, berpacu dengan sultan baru ke Masjid Eyub di mana upacara Mahmud I yang segera mulai dengan pedang Othman dilaksanakan; banyak perwira kepala yang didepak dan pengganti mereka yang diangkat atas perintah pemberontak yang pemberani yang telah bertugas di tingkat Yennisari dan yang muncul sebelum sultan bertelanjang kaki dan di seragam lamanya sebagai prajurit biasa. Seorang jagal Yunani yang bernama Yanaki telah menghargai Patrona dan meminjaminya uang selama 3 hari kekacauan. Patrona menunjukkan terima kasihnya dengan memaksa Divan mengangkat Yanaki sebagai Hospodar Moldova. Keangkaraan kepala pemberontak membuatnya tak lama didukung. Khan Krimea, yang diancam mundur, berada di Istambul dan dengan asistennya Wazir Agung, Mufti dan Aga Yeniceri berhasil membebaskan pemerintahan dari perbudakan. Patrona dibunuh dalam kehadiran sultan setelah sebuah Divan yang ia meminta perang mesti dideklarasikan terhadap Rusia. Istri Yunaninya, Yanaki, dan 7.000 orang yang mendukungnya juga dihukum mati. Kecemburuan yang dirasakan perwira Yenisari terhadap Patrona, dan kesiapan mereka untuk membantu pengancurannya, banyak membantu pengerahan tenaga pendukung Mahmud I dalam mengakhiri pemerintahan pemberontak setelah berlangsung hampir 2 bulan.[1]
Masa-masa akhir pemerintahan Mahmud I didominasi perang dengan Persia dan Rusia.
Mahmud I mempercayakan pemerintahan kepada wazirnya dan menghabiskan sebagian besar waktunya menyusun puisi.