Kapal tempur kelas Yamato
Kapal tempur kelas Yamato (大和型戦艦 , Yamato-gata Senkan) adalah kelas kapal perang dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang dibangun dan dioperasikan selama Perang Dunia II. Dengan berat 72.000 ton (73.000 t) pada saat muatan penuh, ini merupakan kapal tempur terberat dan paling kuat yang pernah dibangun. Kapal kelas ini bersenjatakan artileri laut terbesar yang pernah dipasang pada kapal tempur yaitu sembilan meriam 460 milimeter (18,1 in) yang masing-masing mampu menembakkan peluru 1.360 kg (3.000 lb) sampai radius lebih dari 42 km (26 mil). Dua kapal tempur kelas ini (Yamato dan Musashi) diselesaikan, sementara yang ketiga (Shinano) diubah menjadi sebuah kapal induk selama proses konstruksi. Karena ancaman kapal selam dan kapal induk Amerika, baik Yamato dan Musashi menghabiskan sebagian besar karier mereka di pangkalan angkatan laut di Brunei, Truk, dan Kure―dikerahkan pada beberapa kesempatan untuk menanggapi serangan Amerika pada pangkalan militer Jepang―sebelum berpartisipasi dalam Pertempuran Teluk Leyte pada bulan Oktober tahun 1944, sebagai bagian dari Armada Tengah Laksamana Kurita. Musashi tenggelam dalam pertempuran tersebut oleh serangan udara Amerika. Shinano tenggelam sepuluh hari setelah penugasannya pada bulan November 1944 oleh kapal selam USS Archerfish, sementara Yamato tenggelam tanggal 7 April 1945 pada Operasi Ten-Go. Kapal di kelasnya
Yamato (大和?) adalah kapal tempur Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dalam Perang Dunia II, sekaligus kapal utama dalam Armada Gabungan Jepang. Nama kapal ini diambil dari nama Provinsi Yamato. Sebagai kapal pertama dalam kelasnya, Yamato bersama kapal sekelasnya, Musashi merupakan kapal tempur terbesar dan terberat yang pernah dibangun. Berat kapal dengan muatan penuh 72.800 ton, dan dipersenjatai dengan sembilan meriam utama kaliber 46 cm (18,1 inci). Kapal ini dibangun dari 1939 hingga 1940 di Arsenal Angkatan Laut Kure, Prefektur Hiroshima, dan secara resmi mulai ditugaskan pada akhir 1941. Sepanjang tahun 1941, Yamato dijadikan kapal bendera yang dinaiki Laksamana Isoroku Yamamoto. Kapal ini pertama kali berlayar sebagai anggota Armada Gabungan selama Pertempuran Midway, Juni 1942. Selama tahun 1943, Yamato secara terus menerus dipindah-pindahkan dari Truk ke Kure, dan lalu ke Brunei untuk menghindari serangan udara Amerika Serikat terhadap pangkalan militer Jepang. Yamato hanya pernah sekali menembakkan meriam utama ke sasaran musuh. Kesempatan itu diberikan kepadanya pada bulan Oktober 1944, namun Yamato segera diperintahkan pulang setelah serangan dari kapal perusak dan pesawat-pesawat tempur dari gugus tugas kapal induk pengawal "Taffy" berhasil menenggelamkan tiga kapal penjelajah berat dalam Pertempuran Lepas Pantai Samar. Yamato karam bulan April 1945 dalam Operasi Ten-Go. Musashi (武蔵?) adalah kapal kedua dari kelas-Yamato pada Perang Dunia II milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Musashi dan kapal saudarinya, Yamato, adalah kapal perang bersenjata yang paling berat dan paling kuat yang pernah dibuat, mampu mengangkut 72.000 ton muatan dan dipersenjatai dengan sembilan meriam utama 46 cm/45 Tipe 94 yang memiliki kaliber sebesar 46 sentimeter (18.1 inch). Kapal ini tidak selamat dari pertempuran Sibuyan. Dinamai berdasar Provinsi Musashi di Jepang. Musashi mulai dioperasikan pada pertengahan 1942, dimodifikasi untuk bisa berfungsi sebagai kapal perang bagi Armada Gabungan, dan menghabiskan sisa tahun tersebut di kancah peperangan. Kapal tersebut dipindahkan ke Kepulauan Truk pada awal 1943 dan berlayar beberapa kali pada tahun itu dengan armada yang gagal menemukan pasukan Amerika. Musashi ditugaskan beberapa kali untuk mengangkut tentara dan peralatan perang dari Jepang ke berbagai pulau yang dikuasainya pada tahun 1944. Karena terkena torpedo pada awal 1944 oleh kapal selam Amerika, Musashi terpaksa kembali ke Jepang untuk diperbaiki, dengan penambahan persenjataan anti-pesawat udara yang canggih. Kapal ini ikut serta dalam Pertempuran Laut Filipina pada bulan Juni, tetapi tidak melakukan kontak senjata dengan armada laut Amerika. Musashi ditenggelamkan oleh sekitar 19 torpedo dan 17 bom yang dilancarkan oleh pesawat tempur Amerika pada tanggal 24 Oktober 1944 di Pertempuran Teluk Leyte. Lebih dari setengah awak kapal berhasil diselamatkan. Bangkai kapal ditemukan pada bulan Maret 2015 oleh Paul Allen dan tim penelitinya. Shinano adalah kapal induk yang dibangun oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (IJN) yang terbesar selama Perang Dunia ke-II. Ditetapkan Mei 1940 sebagai kapal kelas Yamato ketiga. Diganti menjadi kapal induk untuk menutupi kekurangan kapal induk karena kekalahan Jepang di Pertempuran Midway. Penyatuan antara lambung kapal tempur dan struktur kapal induk memang menjadi kelemahan, tetapi kapal ini bisa dipasang hangar 'terbuka' dan dek landasan pacu yang terlindungi.[5] Ia diperintahkan untuk berlayar dari Pangkalan Angkatan Laut Yokosuka ke Pangkalan Angkatan Laut Kure untuk penyesuaian terakhir dan penambahan 50 unit pesawat Yokosuka MXY7 Ohka, tetapi langsung diterjunkan ke medan tempur. Meski diawaki oleh awak kapal yang berpengalaman, desain dan konstruksi kapal menjadi kelemahan yang serius. Tidak memiliki pompa yang memadai dan sistem pengendalian kebakaran. Shinano tenggelam pada tanggal 29 November 1944 oleh Kapal selam Archerfish 160 mil laut tenggara Tanjung Muroto. Tenggelamnya Shinano dikarenakan banjir pada lambung kapal yang berlebih karena ruang kedap air belum dipasang, tidak seperti Yamato dan Musashi.[5] Proyek Nomor 111 dan 797Proyek Nomor 111 dan 797, direncanakan sebagai kapal kelas Yamato ke-empat dan kapal kedua yang merupakan penyempurnaan dari Shinano. Lambung kedua kapal dibuat setelah peluncuran Yamato pada bulan Agustus tahun 1940 dan konstruksi dilaksanakan sampai Desember 1941, ketika Jepang mulai mempertanyakan program pembangunan kapal perang nya―dengan perang yang semakin berkecamuk, sumber daya yang dibutuhkan dalam membangun kapal akan menjadi jauh lebih sulit didapatkan. Akibatnya, pengerjaan lambung kapal keempat, yang baru dibuat sekitar 30%, dihentikan dan dihancurkan pada tahun 1942; sisa bahan dari lambung kapal tersebut digunakan untuk konversi kapal tempur Ise dan Hyūga menjadi kapal perang/kapal induk hibrid. Galeri
Referensi
Bacaan lanjutan
|