Gereja Lutheran Injili Denmark atau Gereja Nasional, kadang-kadang disebut Gereja Denmark (bahasa Denmark: Den Danske Folkekirke atau Folkekirken secara harfiah: "Gereja Rakyat" atau "Gereja Nasional") adalah sebuah Gereja negara di Denmark.[4]Ratu Denmark yang sedang berkuasa adalah pemimpin sekuler tertinggi di Gereja Denmark.[5] Hingga 1 Januari 2019[update], sebanyak 74,7% dari penduduk Denmark merupakan anggota gereja,[5] meskipun keanggotaannya bersifat sukarela.[6]
Kekristenan diperkenalkan ke Denmark pada abad ke-9 oleh Ansgarius, Uskup Agung Hamburg-Bremen. Pada abad ke-10, Raja Harald Bluetooth menjadi seorang Kristen dan mulai mengatur mengenai gereja di Denmark, dan pada abad ke-11, Kekristenan sebagian besar telah diterima di seluruh wilayah Denmark. Sejak Reformasi Protestan di Denmark, Gereja di Denmark telah berubah haluan menjadi Lutheran Injili, dengan tetap mempertahankan tradisi-tradisi liturgi pra-reformasi. Pada tahun 1849, Konstitusi Denmark menetapkan gereja sebagai "Gereja bangsa Denmark" dan memberikan mandat bahwa negara mendukung Gereja.[7]
Gereja Denmark tetap meneruskan suksesi uskup dari zaman pra-reformasi. Kewenangan teologi dipegang oleh para uskup: sepuluh uskup di daratan Denmark dan satu uskup di Greenland, masing-masing uskup mengawasi wilayah keuskupannya. Tidak ada jabatan uskup agung dalam Gereja Denmark; Uskup Kopenhagen bertindak sebagai uskup primat (primus inter pares).
Struktur
Keuskupan
Gereja Denmark terdiri dari sebelas keuskupan yang masing-masing dipimpin oleh seorang uskup, termasuk Greenland (Kepulauan Faroe adalah keuskupan kedua belas yang kemudian memisahkan diri pada tanggal 29 Juli 2007). Tidak ada uskup agung dalam Gereja Denmark; sehingga yang bertindak sebagai uskup primat (primus inter pares) adalah Uskup Kopenhagen, yang saat ini dijabat oleh Peter Skov-Jakobsen. Sejauh ini, terdapat 103 dekenat, 2.158 paroki, dan sekitar 2.400 imam tertahbis (bahasa Denmark: præst) dalam Gereja Denmark.[8]
Setiap paroki memiliki dewan paroki yang dipilih oleh anggota jemaat gereja setiap empat tahun sekali. Dewan paroki bertugas mengurus segala urusan rumah tangga dari gereja setempat dan mengangkat beberapa personel gereja, termasuk para imam, pemusik, staff gereja, dan koster. Imam (bahasa denmark: præst) merupakan bawahan dari dewan paroki, kecuali dalam hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian seperti melakukan pelayanan gereja dan pelayanan pastoral. Paroki-paroki yang berada di area yang sama dikelompokkan ke dalam suatu Dekenat, dengan satu imam yang menjabat sebagai Dekan. Dekenat, dewan paroki, dan para imam adalah bawahan dari seorang uskup di wilayah keuskupannya.
Jemaat sukarela
Adanya sifat khusus yang memungkinkan terbentuknya jemaat sukarela (valgmenighed) di dalam Gereja. Jemaat sukarela mencakup beberapa persen dari anggota gereja. Mereka adalah perhimpunan sukarela, memilih dewan paroki dan imam paroki mereka sendiri, yang dibiayakan oleh mereka sendiri. Sebagai imbalannya, mereka dibebaskan dari pajak gereja. Jemaat sukarela dan imam parokinya berada di bawah uskup di wilayahnya, dan tetap menjadi anggota penuh dari Gereja Denmark. Secara historis, ketika sebuah paroki didominasi oleh imam dan jemaat yang konservatif, kaum liberal akan membentuk jemaat sukarela dengan imam mereka sendiri, begitupun juga sebaliknya. Saat ini, jemaat sukarela sering menjadi solusi untuk orang yang mendirikan gereja independen, tetapi tetap mempertahankan ikatan dengan gereja.
Paroki pilihan
Sifat khusus lainnya yang kurang umum dilakukan adalah paroki pilihan (sognebåndsløsning, secara harfiah "melepaskan ikatan paroki"). Jika seorang anggota Gereja tidak merasa senang dengan imam tertentu di parokinya, ia dapat memilih untuk dilayani oleh imam lain yang sesuai dengan pandangan Kekristenannya, misalnya di paroki terdekatnya.
Keanggotaan
Gereja Denmark
tahun
populasi
anggota
persentase
perubahan setiap tahunnya
1984
5.113.500
4.684.060
91,6%
1990
5.135.409
4.584.450
89,3%
0,4
2000
5.330.500
4.536.422
85,1%
0,4
2005
5.413.600
4.498.703
83,3%
0,4
2007
5.447.100
4.499.343
82,6%
0,4
2008
5.475.791
4.494.589
82,1%
0,5
2009
5.511.451
4.492.121
81,5%
0,6
2010
5.534.738
4.479.214
80,9%
0,6
2011
5.560.628
4.469.109
80,4%
0,5
2012
5.580.516
4.454.466
79,8%
0,6
2013
5.602.628
4.430.643
79,1%
0,7
2014
5.627.235
4.413.825
78,4%
0,7
2015
5.659.715
4.400.754
77,8%
0,6
2016
5.707.251
4.387.571
76,9%
0,9
2017
5.748.769
4.361.518
75,9%
1,0
2018
5.781.190
4.352.507
75,3%
0,6
2019
5.806.081
4.339.511
74,7%
0,6
Data statistik: tahun 1984,[9] 1990-2019[5], Sumber: Kirkeministeriet
Berdasarkan statistik resmi, dari Januari 2019, sebesar 74,7% dari penduduk Denmark merupakan anggota Gereja Denmark, satu persen lebih sedikit dari tahun sebelumnya.[5] Tingkat keanggotaan bervariasi, mulai dari 56,9% di Keuskupan Kopenhagen hingga 84,2% di Keuskupan Viborg. Dalam dekade terakhir, persentasi warga denmark yang menjadi anggota gereja perlahan menurun, alasan utama adalah imigrasi dari negara-negara non-Lutheran, penarikan diri beberapa anggota, dan tingkat yang rendah (59,5%) pada bayi dari warga denmark yang dibaptis dalam Gereja Denmark.[10]
Setiap orang yang dibaptis (umumnya baptisan bayi) ke dalam Gereja Denmark secara langsung telah menjadi anggota Gereja Denmark. Setiap anggota gereja dapat meninggalkan keanggotaannya dan dapat bergabung kembali menjadi anggota gereja sesuai keinginannya. Ekskomunikasi secara hukum dapat dimungkinkan, tetapi kejadiannya jarang terjadi. Contohnya termasuk jika seorang anggota gereja mengaku diri sebagai pemuja Setan. Seorang anggota gereja yang mendukung adanya reinkarnasi diekskomunikasi oleh Gereja Denmark, tetapi kemudian Mahkamah Agung membatalkan ekskomunikasinya pada tahun 2005.
Iman dan kehadiran di gereja
Menurut data terbaru, sekitar 2,4% [11] anggota gereja menghadiri ibadah kebaktian setiap minggu, meskipun pada Malam Natal lebih dari sepertiga dari populasi hadir. Namun, gereja masih digunakan untuk perayaan tradisional keluarga, termasuk baptisan dan penguatan (peneguhan sidi). Pada tahun 2017, sebesar 32,7% pernikahan[12][13] dan 82,6% pemakaman dilaksanakan di Gereja Denmark,[14] dan sebanyak 70% dari anak-anak yang duduk di kelas 7-8 diteguhkan imannya (sidi).[15] Tingkat kehadiran di gereja setiap minggu sama dengan di Norwegia dan Swedia. Menurut jajak pendapat tahun 2009, sebanyak 25% warga Denmark percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, dan sebanyak 18% yang percaya bahwa Dia adalah juruselamat dunia.[16]
Doktrin
Gereja Denmark menerima secara luas terhadap pandangan-pandangan teologis, selama mereka menyetujui buku-buku simbolik resmi yang telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Denmark Tahun 1683, seperti:
Edisi revisi dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru disahkan oleh Ratu Margrethe II pada tahun 1992. Buku Nyanyian (himne) edisi revisi disahkan pada tahun 2003. Baik Alkitab terjemahan maupun Buku Nyanyian menyiratkan perdebatan publik dan teologis.
Secara historis, perbedaan kontras terjadi antara kaum liberal yang diinspirasi oleh N. F. S. Grundtvig dengan gerakan-gerakan fundamentalis yang kuat, para pietis atau gerakan fundamentalis Alkitab (seperti Misi Indre). Ketegangan tersebut menimbulkan kekhawatiran timbulnya perpecahan di dalam Gereja Denmark. Tidehverv adalah pecahan kecil yang memiliki pandangan berdasarkan atas pandangan Lutheran, anti-modern, dan nasional-konservatif.[17][18] Gereja Denmark adalah anggota Komuni Porvoo antara Gereja Lutheran dan Gereja Anglikan.
Liturgi
Pelayanan Komuni mencakup tiga bacaan dari Alkitab: satu perikop dari salah satu bacaan Injil, salah satu dari Surat-surat Apostolik atau bagian lain dari kitab-kitab Perjanjian Baru, dan salah satu dari kitab-kitab Perjanjian Lama (sejak tahun 1992). Teks-teks bacaan yang diambil berdasarkan daftar resmi yang mengikuti tahun liturgi. Beberapa liturgi memiliki konten yang tetap namun bebas bentuknya. Pada bagian Doa Umum setelah khotbah, seorang imam dianjurkan untuk mendoakan keluarga kerajaan Denmark. Beberapa imam hanya menyebutkan "Ratu dan seluruh keluarganya", sedangkan imam-imam yang lain terkadang mencantumkan semua anggota keluarga kerajaan dengan nama dan gelarnya.
Khotbah, layaknya gereja-gereja Protestan pada umumnya, adalah bagian utama dari ibadah. Seorang imam mengambil titik awal dari teks bacaan pada hari Minggu tersebut, tetapi bebas untuk menyampaikan pesan pribadi mengenai isi bacaan tersebut. Pada kegiatan tertentu, orang yang bukan imam diizinkan untuk berkhotbah. Nyanyian rohani juga sangat utama dalam ibadah. Berbeda dengan Gereja Katolik dan Gereja Anglikan, jemaat Gereja Denmark duduk pada saat bernyanyi dan berdiri pada saat pembacaan Alkitab.
Seperti di gereja-gereja Lutheran pada umumnya, Gereja Denmark hanya mengakui dua sakramen, Baptisan dan Perjamuan Kudus. Sakramen tersebut dimasukkan dalam Pelayanan Komuni. Dahulu, pengakuan dosa dilakukan secara pribadi atau secara bersama-sama saat sebelum menerima Sakramen Perjamuan Kudus. Tradisi pengakuan dosa secara resmi masih ada, tetapi sangat jarang dilaksanakan. Tradisi yang resmi dilaksanakan adalah peneguhan sidi, pernikahan, pemberkatan pernikahan sipil, dan pemakaman. Pembaptisan darurat dapat dilakukan oleh setiap orang Kristen jika diperlukan.
Gereja dan negara
Sebagai pemimpin tertinggi Gereja Denmark, penguasa monarki harus menjadi anggota Gereja Denmark (pasal 6 Konstitusi Denmark). Hal ini juga berlaku kepada para pangeran dan putri kerajaan, tetapi aturan tersebut tidak berlaku bagi pasangan mereka. Namun secara tradisi, setiap orang yang menjadi anggota keluarga kerajaan telah berpindah atau menjadi anggota Gereja Denmark; sebagai akibatnya, Pangeran Henrik berpindah dari Katolik sebelum menikahi Ratu pada tahun 1968, dan Mary Donaldson juga berpindah dari gereja presbiterian sebelum menikahi Putra Mahkota Frederik pada tahun 2004.
Kebebasan beragama
Dengan adanya reformasi di Denmark pada tahun 1536, Kekristenan Lutheran ditetapkan sebagai agama negara. Pada abad berikutnya, pada masa perang agama berkecamuk di Eropa, diikuti pula penganiayaan kejam terhadap agama lain. Pengecualian hanya diberikan kepada para diplomat asing. Pada abad ke-16, kelompok kecil rahasia Katolik tersebar luas. Dari tahun 1683, Gereja Katolik Roma, Gereja Reformed dan Yahudi diizinkan di kota baru Fredericia, dan juga di Kopenhagen. Penganut non-Lutheran juga diizinkan di Friedrichstadt dan di Nordstrand, Slesvig, dan di Gluckstadt, Holstein. Dengan adanyaa Konstitusi pada tahun 1849, kebebasan beragama diperkenalkan di Denmark, tetapi Gereja Lutheran tetap menjadi gereja negara.
Agama yang diakui dan disetujui
Komunitas agama tidak memerlukan persetujuan untuk menikmati kebebasan beragama yang diberikan oleh konstitusi. Namun, jemaat-jemaat yang diakui negara (godkendte trossamfund) dapat menikmati hak-hak khusus. Mereka dapat melakukan pernikahan yang sah, mendirikan pemakaman mereka sendiri, mendapatkan izin tinggal bagi para imam asing, dibebaskan dari pajak perusahaan dan pajak properti, dapat mengajukan permohonan dari dana negara, dan anggotanya dapat memotong pajak biaya keanggotaan dan hadiah kepada para jemaat atau komunitasnya. Selain itu, jemaat-jemaat yang diakui oleh dekret kerajaan sebelum tahun 1970 (anerkendte trossamfund) dapat memberikan nama dan membaptis anak-anak dengan hukum yang berlaku, menyimpan buku register gereja mereka sendiri dan menuliskan akta berdasarkan pencatatannya.
Perbedaan hukum antara komunitas "yang diakui" dan "yang disetujui" masih tetap ada, tetapi sebagian besar bersifat historis. Komunitas yang diakui sebelum tahun 1970 hanya mencakup delapan komunitas Kristen dan satu komunitas Yahudi. Dari tahun 1970 hingga tahun 1990-an hanya beberapa jemaat Kristen telah disetujui, tetapi sejak tahun 1998, praktik liberal telah terjadi. Sejak itulah, badan ahli independen memutuskan tentang persetujuan komunitas-komunitas agama yang baru. Badan tersebut terdiri dari para profesor di bidang hukum, bidang studi agama dan bidang teologi dan bekerja di bawah Kementerian Hukum, yang sengaja dipisahkan dari Kementerian Urusan Gerejawi. Badan tersebut hanya menyelidiki apakah organisasi tersebut telah memenuhi ketentuan dasar, seperti memiliki sebuah doktrin, kepercayaan dan pemujaan, untuk disebut sebagai jemaat beriman. Pada tahun 2003, pengabsahan agama Forn Sed menyebabkan perdebatan publik.
Kurangnya otoritas pusat
Gereja Denmark, dalam praktiknya, dilarang memiliki jabatan resmi dalam politik atau hal-hal lain, dikarenakan Gereja Denmark tidak memiliki badan pusat yang dapat menentukan sikapnya: ataupun pemimpin spiritual (seperti uskup agung), ataupun majelis pusat atau sinode. Para Uskup memiliki pendapat terakhir mengenai pertanyaan-pertanyaan doktrinal dalam wilayah keuskupannya masing-masing. Ratu (dalam praktiknya Menteri Urusan Gerejawi) dan Parlemen adalah badan pusat, tetapi biasanya juga melaksanakan hal-hal administratif dan bersikap abstain terhadap pertanyaan-pertanyaan yang bersifat spiritual. Hukum Gereja jarang berubah, tetapi, jika hukum tersebut berubah, maka hanya berdampak pada hal-hal administrasi.
Pertama, prinsip-prinsip tersebut secara umum diyakini untuk menjamin sebua gereja yang toleran dan non-sektarian, di mana umat paroki dan para imam menikmati kebebasan tingkat tinggi untuk mempraktikkan penafsiran mereka sendiri terhadap Kekristenan Lutheran. Kedua, banyak politisi dan teolog Denmark mengklaim bahwa hanya model gereja-negara yang akan memastikan pembagian antara politik dan agama, karena Gereja tidak dapat ikut campur dalam masalah politik atau bahkan mengklaim berbicara dengan satu suara atas nama anggotanya. Mereka mengecilkan istilah gereja negara dan berpendapat bahwa, sesesuai dengan namanya, yaitu hanya "gereja rakyat".
Pasal 66 Konstitusi Denmark menetapkan peraturan gereja harus ditetapkan oleh hukum. Pernyataan tersebut berasal dari Konstitusi pertama pada tahun 1849, tetapi tidak pernah dilaksanakan. Dikhawatirkan bahwa perpecahan bisa saja terjadi jika otoritas pusat dibentuk. Dalam beberapa kasus, banyak para politisi yang menyimpang dan lepas tangan mengenai hal-hal doktrinal gereja. Di mana mereka melakukannya untuk tujuan mencegah kemungkinan perpecahan dalam gereja.
Pencatatan sipil
Gereja Denmark melakukan pencatatan sipil terhadap kelahiran, kematian, perubahan nama, dll. Penyimpanan kirkebøger ("buku catatan gereja") semacam itu adalah tradisi selama berabad-abad, yang bermula pada saat pemimpin paroki adalah satu-satunya wakil pemerintah di suatu wilayah pedesaan. Pada tahun 2002-2003, tradisi pencatatan gereja digantikan dengan sistem registrasi nasional elektronik baru yang disebut Personregistrering. Setelah protes pada tahun 2005, Menteri Pendidikan dan Urusan Gerejawi, Bertel Haarder, mengumumkan bahwa orang-orang yang karena berbagai alasan tidak ingin mengirimkan formulir pendaftaran (misalnya kelahiran dan penamaan) ke kantor gereja setempat, sekarang bisa mengirimkan formulir mereka ke kantor pusat yang terletak di Nykøbing Falster.
Pada tahun 2010, tugas orang tua untuk melaporkan kelahiran anak mereka dihapuskan. Sebaliknya, diputuskan bahwa di masa yang akan datang, pelaporan tersebut adalah tugas bidan untuk melaporkan semua kelahiran di Denmark (hanya ketika seorang bidan yang tidak ada pada saat kelahiran seorang anak adalah masih bagian kewajiban orang tua untuk melaporkan kelahiran anaknya). Sejak 1 Desember 2014, semua pendaftaran harus diserahkan dalam bentuk digital bila memungkinkan.
Bantuan ekonomi
Pasal 4 Konstitusi Denmark menetapkan bahwa "Gereja Lutheran Injili adalah Gereja Denmark yang sah dan didukung oleh negara." Di sisi lain, Pasal 68 memastikan bahwa warga tidak diwajibkan untuk membayar sumbangan pribadi untuk agama apapun selain agama mereka sendiri. Telah menjadi pertanyaan, bagaimana kedua prinsip tersebut dapat berjalan bersama-sama. Bukan anggota tidak perlu membayar pajak gereja, tetapi perusahaan negara menyumbang sekitar 12% dari pendapatan Gereja. Hal ini berarti setiap warga, bahkan bukan anggota, menyumbang rata-rata 130 krona per tahun (Rp 287.189). Selain itu, para uskup adalah pejabat tinggi yang gajinya dibayar penuh oleh negara. Sebagai imbalannya, tugas-tugas publik tertentu dilakukan oleh Gereja, seperti melakukan pendaftaran pencatatan penting dan mengelola pemakaman yang terbuka untuk semua denominasi.
Pemisahan gereja dan negara
Perdebatan tentang pemisahan gereja dan negara muncul sesekali di Denmark. Pengaturan saat ini didukung oleh sebagian besar partai politik. Hal ini telah ditantang selama beberapa dekade oleh sayap kiri dan oleh kalangan ateis; baru-baru ini juga oleh beberapa kalangan yang menganut ideologi liberal dan beberapa anggota dari gereja independen.
Para pendukung untuk pemisahan (pembubaran) berpendapat gereja negara melanggar kesetaraan agama-agama dan prinsip negara sekuler. Para pendukung untuk sistem saat ini berpendapat bahwa keanggotaan bersifat sukarela, bahwa keberadaan gereja negara memiliki akar sejarah kuno, dan gereja memenuhi tugas-tugas administrasi tertentu bagi negara. Mereka juga berpendapat akan sulit untuk memutuskan apakah perumahan milik gereja harus diserahkan kepada negara atau tidak. Bekas kepemilikan Gereja Katolik diserahkan ke Raja pada saat reformasi tahun 1536.
Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh harian gratis MetroXpress pada bulan April 2007, sebanyak 52% berharap untuk memisahkan gereja dan negara, 30% menentang, dan 18% ragu-ragu. Menteri Pendidikan dan Gerejawi, Bertel Haarder, menentang pemisahan tersebut: "Gereja dan negara akan dipisahkan ketika lebih dari setengah penduduk tidak lagi menjadi anggota. N. F. S. Grundtvig mengatakan demikian, dan saya mendukung pernyataan itu." Partai oposisi, Demokrat Sosial juga menentang pemisahan tersebut, tetapi mengatakan harus ada banyak kesamaan antar denominasi, mungkin dengan perusahaan negara dibayarkan kepada komunitas agama lain harus disetujui juga.[20] Kelompok imigran dan masyarakat Muslim terpecah pada masalah ini, karena beberapa orang berpendapat Kekristenan yang resmi lebih disukai daripada negara yang sepenuhnya sekuler.
Kesetaraan agama hanya ada di sebagian kecil negara-negara Eropa Barat. Selain Denmark, hanya Kepulauan Faroe, Islandia, Inggris, dan Yunani yang memiliki gereja negara resmi, sementara Skotlandia memiliki "gereja nasional" yang diakui secara resmi yang tidak memiliki hubungan dengan negara. Spanyol, Portugal, Italia dan Austria memiliki hubungan resmi dengan agama Katolik (konkordat), tetapi hubungan ini tidak mencakup agama Katolik yang diakui sebagai agama negara di negara-negara tersebut. Lebih lanjut, ada berbagai tingkat pendanaan publik gereja di Belgia, Luksemburg, Jerman, Norwegia, Swedia, di sebagian besar kanton Swiss, dan di wilayah Alsace-Moselle, Prancis.
Gereja Lutheran Injili yang serupa di wilayah Nordik
Penahbisan perempuan, yang telah dibahas dalam gereja sejak tahun 1920-an, telah diizinkan sejak tahun 1948, meskipun ada perlawanan yang lumayan kuat dari para klerus. Menteri Gerejawi kemudian dihubungi oleh dewan paroki yang ingin mempekerjakan imam perempuan. Dia memutuskan tidak ada halangan hukum dalam hal tersebut.[21] Wanita pertama yang menjadi uskup ditahbiskan pada tahun 1995. Saat ini, dua pertiga dari mahasiswa teologi adalah perempuan, dan para klerus diharapkan memiliki imam perempuan yang banyak dalam waktu yang dekat.
Di sebagian kecil kalangan konservatif, perlawanan terhadap perempuan tertahbis masih tetap ada. Pada tahun 2007, Uskup Viborg, yang dikenal sebagai seorang yang konservatif moderat, mengungkapkan bahwa ia telah memberikan perhatian khusus kepada para imam yang menentang penahbisan perempuan. Dia telah melaksanakan upacara pentahbisan sedemikian rupa sehingga imam baru yang begitu berharap bisa menghindari berjabat tangan dengan atau menerima penumpangan tangan dari wanita yang ditahbiskan sebagai imam. Menurut uskup, hal tersebut telah terjadi dua kali dalam 100 penahbisan yang telah dilakukannya. Masalah ini menjadi berita utama di tengah perdebatan tentang kalangan fundamentalis Islam yang menolak untuk berjabat tangan dengan lawan jenisnya. Menteri Pendidikan dan Urusan Gerejawi, Bertel Haarder, mengatakan ia akan membahas masalah ini dengan para uskup, tetapi ia juga menyatakan untuk menghormati yang memiliki pandangan yang berbeda. Sebaliknya, Menteri Tenaga Kerja, Claus Hjort Frederiksen, berpikir bahwa para imam yang bersangkutan harus diberhentikan, karena semua pegawai publik berkewajiban untuk berjabat tangan dengan siapapun.
Pernikahan sesama jenis
Sebuah jajak pendapat pada tahun 2011 dari masyarakat Denmark menemukan bahwa sebanyak 75,8% dari warga Denmark menyetujui pernikahan sesama jenis dilakukan di gereja.[22] Menurut sebuah survei tahun 2011 dari 1.137 imam, sebanyak 62% dari mereka mendukung pernikahan sesama jenis di Gereja dengan dasar yang sama kepada pasangan heteroseksual, sementara 28% menentang pernikahan sesama jenis.[23] Pada tahun 2004, sebuah jajak pendapat di antara para imam menyatakan bahwa sebanyak 60% menentang pernikahan sesama jenis di gereja.[24]
Posisi awal gereja
Sejak Denmark menyetujui pernikahan sipil sesama jenis (ikatan sipil) pada tahun 1989, pertanyaan tentang pemberkatan nikah sipil di gereja tersebut muncul. Setelah penyelidikan yang dilakukan oleh Asosiasi Gay dan Lesbian Nasional Denmark pada tahun 1993, para uskup membentuk sebuah komisi untuk memutuskan sikap mengenai masalah tersebut.
Sikap awal terhadap pendaftaran pernikahan sipil tersebut tercapai pada tahun 1997. Para uskup menyatakan bahwa pernikahan adalah rancangan Allah terhadap hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita, tetapi pandangan pernikahan tersebut tidak sesuai dengan fakta bahwa beberapa orang memilih untuk hidup bersama dengan orang yang berjenis kelamin sama dengannya, yang disetujui oleh masyarakat, yaitu pendaftaran pernikahan sipil. Para uskup tidak menyetujui untuk meresmikan ritual keagamaan yang baru, tetapi bagi pasangan yang menginginkan tanda non-ritual di gereja mengenai pernikahan sipil mereka harus diwajibkan. Dalam hal tersebut, semuanya bergantung pada keputusan pemimpin paroki yang sebelumnya telah mendapat nasihat dari uskupnya.[25]
Pada saat ini, banyak gereja yang memilih untuk memberkati pernikahan sipil tersebut, tetapi pemberkatan tersebut tidak termasuk dalam upacara hukum yang biasanya dilakukan oleh wali kota atau pejabat resmi di pemerintahan kota.[26]
Diterimanya pernikahan sesama jenis
Namun, pada tanggal 15 Juni 2012 Gereja Denmark memutuskan untuk melaksanakan pernikahan sesama jenis dan tidak hanya sekadar memberkati pernikahan tersebut; oleh karena itu, saat ini Denmark mengakui pernikahan sesama jenis. Di awal tahun 2012, Menteri Kesetaraan Gender, Urusan Gerejawi, dan Kerjasama Nordik, Manu Sareen, mengajukan rancangan undang-undang yang menyetujui pernikahan sesama jenis, kemudian disahkan oleh parlemen pada bulan Juni 2012.[27] Liturgi pernikahan telah dikembangkan dan disampaikan kepada parlemen dari kesebelas uskup yang menyetujui pernikahan sesama jenis di gereja.[28] Manu Sareen dan kebanyakan uskup pada awalnya mengusulkan bahwa pernikahan sesama jenis tersebut tidak dinyatakan sebagai 'pasangan', tetapi 'teman hidup' (livsfæller, neologisme Denmark), tetapi kemudian menteri mengubah pikirannya mengenai hal tersebut. Dua organisasi konservatif dalam gereja, Misi Batin dan Misi Lutheran, serta salah satu uskup tetap menentang terhadap pernikahan sesama jenis.[29] Hal tersebut bergantung dari keputusan masing-masing imam apakah akan melaksanakan pernikahan sesama jenis tersebut atau menolak. Pernikahan sesama jenis yang pertama dilaksanakan pada tanggal 15 Juni.[30]
Proses perjalanan diresmikannya pernikahan sesama jenis di Gereja Denmark dimulai pada tanggal 8 Februari 1973, ketika 'Imam Provo', Harald Søbye, melaksanakan pernikahan sesama jenis antar dua pria, meskipun tidak diakui secara hukum, atas saran dari seorang wartawan surat kabar Ekstra Bladet, yang mengumumkannya sebagai 'Pernikahan Gay Pertama di Dunia'. Pada tanggal 25 Februari 1973, Harald Søbye melaksanakan pernikahan sejenis lainnya, pasangan sesama wanita, dalam sebuah program televisi. Kejaksaan kemudian menyelidiki kasus tersebut, tetapi menyimpulkan bahwa pernikahan tersebut tidak ilegal. Søbye telah pensiun pada tahun 1964 sebagai aktivis politik, tetapi tetap menjadi imam tertahbis di dalam gereja. Selama 15 tahun, Søbye telah melaksanakan 210 pemberkatan pernikahan sesama jenis.[31]
Ketika Denmark mengajukan pernikahan sipil pada tahun 1989, masalah pernikahan sesama jenis selama beberapa tahun hanya mendapat perhatian yang sedikit. Pemberkatan nikah dari gereja perlahan memperoleh landasan (lihat di atas). Kemudian, kemungkinan terhadap pernikahan sesama jenis masih menjadi topik pembahasan. Masalah tersebut kemudian diangkat dengan cara yang tidak biasa oleh Perdana Menteri Anders Fogh Rasmussen pada tahun 2004, yang mengatakan bahwa ia akan menyetujui perubahan tersebut, meskipun ia mengaku berpendapat secara pribadi mengenai masalah tersebut dan bukan sebagai perdana menteri.
Pandangan di antara para pendukung bervariasi, apakah pernikahan tersebut harus disebut sebagai 'pernikahan' atau hanya 'ikatan sipil' (registreret partnerskab), yang saat ini disebut pernikahan sipil sesama jenis. Kemungkinan besar, para imam akan diizinkan untuk memutuskan sendiri apakah akan melaksanakan pernikahan sesama jenis atau tidak, sama halnya dengan hak untuk menolak menikah kembali dengan orang-orang yang telah bercerai (kebijakan yang diterapkan oleh sebagian kecil para imam konservatif).
Konstitusionalitas
Kontroversi tersebut makin panjang bahwa adanya kemungkinan hal tersebut bertentangan dengan Konstitusi Denmark; Pasal 4 dari Konstitusi Denmark menyatakan: "Gereja Lutheran Injili adalah Gereja Denmark yang sah dan didukung oleh negara."[32]
Pasal 4 tidak hanya menetapkan "Folkekirken" (Gereja Denmark) sebagai gereja negara, tetapi juga memberikan batas-batas tertentu seperti apa itu gereja negara. Hal tersebut wajib tunduk pada doktrin Gereja Lutheran dan jika halnya, seperti diklaim oleh beberapa kritikus, doktrin Gereja Lutheran secara eksplisit menyatakan bahwa homoseksualitas adalah dosa, maka hal tersebut melanggar konstitusi yang memungkinkan adanya pernikahan sesama jenis di gereja negara.
Klerus homoseksual
Imam gay dan lesbian diyakini ada dan umumnya dianggap sebagai masalah pribadi. Dewan paroki menjadi titik sentral dalam memilih dan mempekerjakan imam baru, termasuk mewawancarai para kandidat. Setelah dipekerjakan, imam paroki adalah pegawai negeri dan tidak dapat diberhentikan kecuali ketika imam mengabaikan tugas-tugasnya, yang pada akhirnya akan menjadi keputusan dari uskup.
Pada tahun 2011, seorang imam wanita yang melayani dua paroki di sebuah pulau kecil diberhentikan setelah adanya kontroversi dengan dewan paroki Agersø, sementara paroki tetangganya, Omø, mendukungnya. Dia mengaku telah diturunkan karena masalah seksualitasnya, tetapi dewan paroki menolak tuduhan tersebut dan menyebutkan 'masalah kerjasama' sebagai penyebabnya. Dua puluh tahun yang lalu, dia mengaku sebagai seorang lesbian dan seorang yang melakukan sadomasokisme di program TV Swedia.[33][34]
Pada tahun 2009, seorang imam paroki di Tingbjerg, pinggiran kota Kopenhagen, pindah dari parokinya ke sebuah alamat rahasia setelah mendapat serangan terhadap rumah pastori (rumah dinas imam), mobilnya dan di gereja paroki. Rumah pastori tersebut siap untuk dijual. Menurut Avisen.dk, pemuda setempat mengklaim bahwa mereka mengganggunya karena ia mengaku secara terbuka sebagai seorang homoseksual, di antara alasan-alasan lain.[35] Imam itu sendiri membantah hal tersebut adalah suatu masalah, melainkan mengklaim serangan tersebut merupakan hal yang umum di 'distrik yang hancur', dan serangan tersebut semakin intensif setelah ia berbicara di depan umum mengenai kejahatan pemuda setempat.[36] Kebaktian minggu diadakan beberapa minggu kemudian dan dihadiri oleh beberapa tokoh penting yang mendukung imam tersebut, termasuk Perdana Menteri Lars Løkke Rasmussen, Menteri Pendidikan dan Urusan Gerejawi Bertel Haarder, dan fotografer Jacob Holdt.[37]
Tingbjerg adalah kawasan perumahan umum, yang terkenal dengan kekerasan antar geng dan kejahatan para pemudanya, dan distrik yang paling berbahaya di Kopenhagen.[38]
Deklarasi Dominus Iesus
Pada tahun 2000, departemen ekumenis Gereja Denmark secara terbuka mengkritik deklarasi yang dikeluarkan oleh Gereja Katolik Roma Dominus Iesus, yang secara kontroversial menggunakan istilah "komunitas gerejawi" untuk merujuk pada denominasi Protestan, termasuk gereja-gereja Lutheran. Gereja Denmark berpendapat bahwa ada efek merusak pada hubungan ekumenis jika salah satu gereja menghilangkan hak gereja lain untuk disebut sebagai Gereja dan bahwa hal tersebut hanya sebagai tindakan destruktif, sama halnya dengan seorang Kristen yang menyangkan orang Kristen yang lain untuk disebut sebagai seorang Kristen.[39]
^According to the Constitution of Denmark § 4, "the Evangelical-Lutheran Church is the Danish people's church and is supported as such by the State" ("den evangelisk-lutherske kirke er den danske folkekirke og understøttes som sådan af staten")
^[politiken.dk/indland/ECE816952/praest-paa-flugt-fra-tingbjerg-folk-er-bange/ Præst på flugt fra Tingbjerg: »Folk er bange« (Priest escaping Tingbjerg: 'People are afraid')], Politiken, 25 October 2009