Dalam tumpuk pemerintahan, seorang kepala daerah yang mengajukan diri untuk cuti atau berhenti sementara dari jabatannya kepada pemerintah pusat, maka Menteri Dalam Negeri menyiapkan penggantinya yang merupakan birokrat di pemerintah daerah atau bahkan wakil bupati, termasuk ketika posisi bupati berada dalam masa transisi.
Menurut Staatsblad Nederlands Indie Nomor 81 Tahun 1828, Keresidenan Banten di Hindia Belanda terbagi atas tiga kabupaten, di antaranya Kabupaten Utara (bahasa Belanda: Noorderregentshap) yang meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Selatan yang meliputi Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Barat, yaitu Kabupaten Caringin. Selanjutnya memperhatikan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tertanggal 24 November 1887 Np. 1/c tentang Batas Kota Serang dan Bagian Kota Pandeglang, Caringin, dan Lebak Pasal 29, 31, 33, 67c dan 131 Reglement (STBL Van Nederlanch India Tahun 1925 No. 380 LN. 1924 No. 74 Pasal 1) maka ditunjuk Kewedanaan Pandeglang, Menes, Caringin, dan Cibaliung. Bupati Caringin adalah Menak atau Priyayi Amtenar yang dipilih untuk bertanggung jawab dalam mengatur dan mengelola pemerintahan Kabupaten Caringin, sebagai bagian dari sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Pemerintah kolonial merekrut banyak menak Sunda sebagai pegawai negeri. Mereka menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam berhubungan dengan rakyat.
Setelah VOC runtuh dan mewariskan sistem birokrasi yang berbelit, pemerintah kolonial mengubahnya menjadi sistem birokrasi modern. Namun, karena tidak semua pegawai negeri dapat diisi orang-orang Eropa yang jumlahnya sedikit, kaum bumiputra pun dilibatkan untuk menempati pos-pos yang lowong. Pemerintah kolonial mengangkat para menak atau priyayi sebagai pegawai negeri agar mudah menjangkau rakyat bawah. Para menak yang secara sosial dipandang lebih tinggi tentu akan lebih mudah mensosialisasikan program-program pemerintah.