Wali Negara Pasundan
Wali Negara Pasundan adalah kepala negara dan jabatan politik tertinggi di Negara Pasundan yang berumur pendek (1948-1950). Menurut Peraturan Organisasi Konstitusi Pasundan, Wali Negara memiliki kewenangan untuk membubarkan Parlemen, mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri, membuat keputusan, dan menyerahkan rancangan undang-undang dan anggaran negara kepada Parlemen. Jika Wali Negara meninggal atau mengundurkan diri sebelum masa jabatan berakhir, Ketua Parlemen, yang juga bertindak sebagai Wakil Wali Negara, menggantikan posisinya. SejarahPemilihanPemilihan pertama untuk posisi Wali Negara diadakan pada tanggal 4 Maret 1948, selama Konferensi Jawa Barat Ketiga. Ada dua calon yang bersaing dalam pemilihan ini, dicalonkan oleh fraksi yang berbeda antar delegasi. Wiranatakusumah V, mantan Ketua Dewan Pertimbangan Agung, dicalonkan oleh fraksi kesatuan, sedangkan Hilman Djajadiningrat, mantan Bupati Sukabumi, dicalonkan oleh fraksi federalis. Wiranatakusumah memenangkan pemilu dengan 46 dari 54 suara.[1] Ketua Parlemen, Djuarsa menyiarkan hasil pemilihan ke wilayah Republik Indonesia, dan menyatakan bahwa Wiranatakusumah punya waktu seminggu untuk menerima pemilihannya.[2] Meski Pemerintah Republik Indonesia menganggap pemilu itu tidak demokratis, Wiranatakusumah diberi izin oleh pemerintah Indonesia untuk menerima pemilihannya. Maka, pemerintah Pasundan mengirimkan rombongan tiga orang, terdiri dari Soejoso, Adil Puradiredja, dan Thung Jie Leh, ke Jogjakarta dan mengantar Wiranatakusumah ke Negara Pasundan.[2] Meski awalnya Wiranatakusumah menentang pembentukan Negara Pasundan, namun ia dan pemerintah Indonesia menerimanya karena menganggap lebih baik posisi itu jatuh pada orang yang pro Indonesia daripada jatuh ke tangan orang pro-Belanda seperti Hilman. Masjkur, Menteri Agama Republik Indonesia, menyatakan bahwa "kemenangan Wiranatakusumah di Negara Pasundan juga merupakan kemenangan Republik Indonesia".[3] Jabatannya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung Indonesia diturunkan, dan diserahkan kepada Ario Soerjo.[1] KedatanganPada 19 Maret 1948, Wiranatakusumah akhirnya tiba di Lapangan Udara Andir (sekarang Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara) di Bandung. Ia disambut oleh penduduk Negara Pasundan. Tanpa diduga, sambutan meriah disertai teriakan "Merdeka" (yang merupakan penghormatan Indonesia) mendorong Belanda untuk menangkap beberapa guru dan siswa yang dianggap bertanggung jawab atas teriakan tersebut.[4] PelantikanPelantikan Wiranatakusumah dilakukan pada tanggal 24 April 1948. Pelantikan dihadiri oleh Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hubertus van Mook, Sekretaris Jenderal Pemerintah Federal Sementara, Abdul Kadir Widjojoatmodjo, dan Kepala Recomba (pemerintahan transisi) Jawa Barat, Hilman Djajadiningrat.[5] PembubaranSetelah terbentuknya Republik Indonesia Serikat, terjadi peperangan yang semakin menuntut masyarakat Pasundan untuk membubarkan negara. Pada tanggal 10 Februari 1950 bertempat di Gedung Pakuan, kediaman Wali Negara, Wiranatakusumah yang diwakili oleh wakilnya, Djuarsa, menyerahkan kekuasaannya sebagai Wali Negara Pasundan kepada Komisaris Republik Indonesia Serikat untuk Jawa Barat, Sewaka.[6] Proses seleksiPersyaratanUntuk dapat mencalonkan diri, calon harus warga negara Indonesia sejak lahir, berusia di atas tiga puluh tahun. Kandidat juga harus tinggal di negara bagian selama lima tahun. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 30 Peraturan Organisasi Konstitusi Pasundan.[7] PemilihanPemilihan Wali Negara terjadi setiap empat tahun dengan pemungutan suara nasional. Wali Negara sebelumnya dianggap memenuhi syarat untuk dipilih kembali setelah periode waktunya telah berlalu. Wali Negara mengundurkan diri setelah penggantinya menjabat.[7] Kekuasaan dan tugasPasal 34 sampai 39, Pasal 42, 49, 51, 52, 54, 55, 62, 80, dan 81 mengatur kekuasaan dan kewajiban yang berada di dalam Wali Negara. Menurut Peraturan Tata Tertib Pasundan, Wali Negara memiliki tugas mewakili negara dalam urusan pribadi. Wali Negara dapat menunjuk pengacara untuk mewakili dirinya sendiri dalam urusan tersebut. Wali Negara juga dapat membubarkan Parlemen Pasundan dengan keputusan. Keputusan tersebut harus menentukan tanggal pemilihan untuk parlemen baru, yang berlangsung dalam waktu dua bulan sejak hari pembubaran.[8] Dia juga menunjuk – dan dapat memberhentikan – Perdana Menteri, menteri dan anggota Pemerintah lainnya.[9] Wali Negara memiliki hak untuk mengajukan rancangan undang-undang dan keputusan, yang kemudian akan disahkan dengan konsultasi parlemen. Undang-undang yang memberlakukan rancangan undang-undang dan keputusan ini memiliki nama Perintah Negara, dan dikeluarkan oleh Wali Negara.[10] Perintah Negara harus ditandatangani oleh menteri yang bertanggung jawab dan Menteri Kehakiman.[11] Wali Negara juga harus menyerahkan rancangan anggaran negara kepada Parlemen sebelum 15 September setiap tahun dan rancangan tersebut harus dikembalikan oleh Parlemen kepada Wali Negara, lengkap dengan persetujuannya terhadap rancangan anggaran negara, sebelum 15 Desember setiap tahun. Penetapan anggaran harus dilakukan dengan keputusan Wali Negara.[12] Mengenai Pemerintahan Daerah Negara Bagian Pasundan, Wali Negara memiliki hak untuk memecah atau menggabungkan kabupaten dan kota di Negara Bagian Pasundan. Pembagian dan penggabungan kabupaten dan kota harus sejalan dengan keinginan penduduk.[13] Sumpah jabatanSebelum menjabat, Wali Negara akan diambil sumpahnya oleh Ketua Parlemen, dalam sidang umum Parlemen, diucapkan sumpah sebagai berikut:[8]
Garis suksesiDalam kasus ketidakmampuan, kematian, atau pengunduran diri, dari Wali Negara, Wakil Wali Negara, yang bertindak sebagai Ketua Parlemen, akan mengambil alih posisinya. Wakil Ketua Pertama Parlemen akan mengambil posisi Wakil Wali Negara / Ketua Parlemen. Jika Ketua Parlemen — yang dalam hal ini adalah Wali Negara — tidak dapat memenuhi posisi tersebut, maka Wakil Ketua Pertama akan mengambil alih posisinya, dan Wakil Ketua Kedua harus menggantikannya. Hal yang sama berlaku untuk Wakil Ketua Ketiga.[9] Daftar Wali Negara Pasundan
Referensi
Bibliografi
|