Tanjung Riau adalah nama kelurahan yang berada di kecamatan Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Indonesia. Luas wilayah kelurahan ini adalah 23,90 km², dengan jumlah penduduk tahun 2020 sebanyak 23.987 jiwa, dan kepadatan 1.004 jiwa/km².[1]
Sejarah Singkat
Pada awalnya, Kampung Tua Tanjung Riau tidak disebut sebagai Kampung Tua, melainkan Tanjung Riau. Dalam bahasa melayu, daerah pesisir yang menjorok disebut Tanjung, lalu dikarenakan berada di wilayah Provinsi Riau (sebelum akhirnya memekarkan diri menjadi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2002). Kampung Tua Tanjung Riau yaitu RW 001 dan RW 002 sudah ada semenjak beberapa ratus tahun yang lalu dengan nama Tanjung Riau yang memiliki penduduk mayoritas adalah orang Melayu yang berasal dari Tanjung Pelanduk (sekarang menjadi Kawasan Industri Tanjung Uncang) dan Tanjung Batu (sekarang menjadi Marina City) yang mengungsi ke Tanjung Riau (Kampung Tua) setelah digusur karena kedua wilayah tersebut akan dijadikan kawasan industri. Selain kedua wilayah tersebut, penduduk Kampung Tua Tanjung Riau juga berasal dari Pulau Kasu, Pulau Lengkang, dan Pulau Sarang. Pada saat itu, Kota Batam hanya mempunyai 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sekupang, Kecamatan Belakang Padang dan Kecamatan Lubuk Baja/Nagoya dan Tanjung Riau termasuk ke wilayah Kecamatan Belakang Padang. Kawasan-kawasan lainnya yang berada disekitar Kampung Tua Tanjung Riau seperti Kampung Ponjen, Kampung Baru, Kampung Bukit dan sebagainya adalah wilayah yang baru muncul sekitar 30 tahun yang laulu. Pada saat, Nyat Kadir menjabat sebagai walikota Batam Periode 2001-2005 barulah ada penyebutan Kampung Tua untuk pribumi yang tinggal di Kota Batam dan hingga saat ini, terdapat 32 Kampung Tua yang ada di Kota Batam termasuk Kampung Tua Tanjung Riau dengan Kecamatan Sekupang.
Demografi
Kota Batam dikenal sebagai salah satu kota yang multikultural di Indonesia, kemajemukan masyarakat terlihat dalam identitas warga, termasuk etnis dan agama kepercayaan. Masyarakat kota Batam dan termasuk di kecamatan Sekupang, didominasi oleh suku Melayu, Batak, Jawa, dan Minangkabau.[2] Ada juga kelompok etnis lain seperti Tionghoa, Bugis, Nias, Timor, Sunda, Minahasa, dan lainnya.
Bahasa yang digunakan di daerah ini umumnya adalah bahasa Indonesia, juga bahasa Melayu Batam dan bahasa lainnya seperti Batak yang kebanyakan adalah Batak Toba, bahasa Minangkabau, dan bahasa Jawa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Batam 2019, pemeluk agama di kecamatan ini cukup beragama, dimana Islam 85,26%, kemudian Kristen 13,60% (Protestan 12,09% dan Katolik 1,51%), Budha 0,98%, Hindu 0,13% dan lainnya 0,03%.[1]
Pekerjaan
Pekerjaan warga didominasi oleh karyawan swasta dan buruh, atau pekerja industri yang ada disekitar kota Batam. Ada juga yang merupakan pedagang, nelayan, tenaga medis, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pekerja kantoran lainnya termasuk perbankan, dan juga sebagai ibu rumah tangga dan sebagainya.[1]
Kesenian dan adat
1. Berzanji, merupakan suatu adat atau kebudayaan yang biasanya ditemukan disaat ada pasangan yang sedang menikah. Seperti contoh, saat pihak laki-laki ingin menikahi perempuan pilihannya, maka orang tua dari pihak laki-laki yang akan mendatangi rumah pihak perempuan bersama rombongan, di antara rombongan tersebut, terdapat 2 orang yang ahli pantun. Setelah berbalas pantun, pihak dari perempuan akan ditanyai mengenai kesediaannya untuk menikah dan apabila bersedia maka dibuatlah sebuah perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh kedua keluarga dari kedua belah pihak memiliki isi perjanjian yaitu hantaran mas kawin dan anggaran belanja. Sesepuh atau akrab dipanggil tetua adat yang tinggal di Kampung Tua Tanjung Riau melakukan berzanji saat acara pernikahan, doa-doa keselamatan, kematian dan sebagainya. Salah satu tetua adat yang terkenal untuk melakukan Berzanji adalah Wahing.
2. Tarian Melayu seperti Zapin dan Joget Dangkung. Joget Dangkung biasanya dilakukan oleh sekelompok orang (5-10 orang) berpasangan menggunakan alat musik tradisional Dangkung dan Labuh. Teknisnya laki-laki yang ingin berpasangan dengan salah seorang perempuan harus "membayar" agar keduanya bisa berjoget bersama. Pembayarannya pada tahun 1960-1970 menggunakan sen/dollar Singapura termasuk transaksi lainnya dan hinga pada tahun 1970-an barulah mata uang Rupiah digunakan oleh masyarakat setempat.
3. Pesta Anak Pantai, merupakan pesta yang menampilkan kesenian dari suku-suku yang ada di Kampung Tua Tanjung Riau. Pesta ini termasuk agenda tahunan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan agenda utama yaitu lomba sampan layar yang diikuti kelompok peserta dari Tanjung Riau dan pulau-pulau yang berada disekitaran Tanjung Riau. Kegiatan lain dalam Pesta Anak Pantai ini adalah Gebuk Bantal, Joget Dangkung, dan Dendang Anak. Salah satu tokoh kesenian di Kampung Tua Tanjung Riau adalah Pak Saptono dan Pak Tengku Fauzur.
Referensi
Pranala luar