[2]Sejarah Tambora dimulai dengan abad ke-18 dimana kedatangan KH. Moestojib dan Ki Daeng dan beberapa orang Kerajaan Sumbawa, Mantan tahanan politik yang dihukum kerja paksa oleh VOC, mereka memutuskan tidak kembali ke kerajaan Tambora di Pulau Sumbawa, tapi bermukim di Batavia di tepi Kali Krukut bertempat tinggal tidak jauh dari Chinesee Camp atau Pecinan Glodok bersama dengan kelompok masyarakatnya.
Tidak ada nama Tambora pada Peta Gemeente Batavia 1912 , yang ada hanya Blandongan (Nama yang diberikan VOC) . namun Tambora tertera pada peta jalan sebagai Gang Tambora dan Gang Kampong Tambora. Staraatnamen in Batavia Vroeger en Jakarta Nu mencantumkan nama Gang Tambora atau Gang Kampung Tambora. dimana nama kampoong mencerminkan kedua nama itu adalah kawasan perkampungan, Gang Tambora atau Gang Kampong Tambora kini menjadi Jl. Tambora Raya.
Fakta mengatakan bahwa Tambora tidak pernah menjadi "Kampong" mandiri yang menginduk ke salah satu wijk. Gouvernementsbesluit No. 16 Tahun 1908 juga tidak pernah menyebut Tambora. Namun, berdasarkan penuturan warga sekitar Kecamatan Tambora bahwa pada jaman abad ke-18 wilayahnya di diami oleh warga yang berasal dari Sumbawa dan belanda tidak pernah memberikan nama Tambora sebagai suatu kawasan atau wilayah, yang ada adalah Gang Ikan, Gang Daging, Gang Patike, dan Gang Kampung Opak. setelah Tahun 1950-an ketiga gang tersebut menjadi Jl. Tambora I, Jl. Tambora V dan Jl. Tambora VII dan Jl. Tambora VI. pengubahan nama jalan tersebut memusnahkan identitas masa lalu jalan. karena setiap nama mencerminkan aktivitas masyarakat di dalamnya. Misalnya Gg. Ikan dihuni oleh masyarakat pedagang ikan, Gg. Opak dihuni oleh orang yang memiliki satu mata pencaharian saja.
Pada waktu itu, Pemerintah Kotamadya Batavia tampaknya tidak mempertimbangkan Tambora sebagai kampung dengan berbagai alasan. Tambora tidak dibentuk oleh VOC atau Hindia Belanda dan bukan berisi orang yang di mukimkan. kemungkinan lain jumlah orang sumbawa yang bermukim terlalu sedikit dan tidak memenuhi syarat pembentukan sebuah kampung.
di lokasi ini berdiri sebuah Masjid Tambora yang dibangun sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME. secara resmi pada Tahun 1959 di dirikan Masjid Jami Tambora untuk mengurus dan merawat masjid sampai dengan saat ini. sampai dengan saat ini Kecamatan Tambora memiliki 11 Kelurahan.
Pemerintahan
Pembagian administratif
Kecamatan Tambora terdiri dari 11 kelurahan, yakni:
Ditahun 2020, penduduk kecamatan ini berjumlah 241.889 jiwa, di mana laki-laki sebanyak 125.853 jiwa dan perempuan sebanyak 116.036 jiwa, dengan kepadatan penduduk 44.794 jiwa/km2.[3]
Kota Jakarta Barat, termasuk di kecamatan Cengkareng, warga berasal dari beragam Suku, Agama, Ras dan Adat istiadat (SARA). Berdasarkan data Sensus penduduk 2010, warga Jakarta Barat berasal dari beragam suku dan agama. Didominasi oleh suku Jawa, Betawi, Tionghoa, Batak, serta banyak juga berasal dari keturunan Sunda, Minangkabau, serta suku lainnya.[4]
Kemudian dalam hal keagamaan, penduduk kecamatan ini juga cukup beragam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kota Jakarta Barat tahun 2020 mencatat jumlah pemeluk agama, di mana Islam sebanyak 60,93%, kemudian Budha 22,89%, Kristen 16,10% (Protestan 11,47% dan Katolik 4,63%), Hindu 0,03% dan lainnya 0,05% (Konghucu dan kepercayaan).[3]