Bagian pertama dari trilogi, menceritakan tentang Rara Mendut yang adalah seorang perempuan rampasan dari Pati yang menolak ketika hendak diperistri oleh Tumenggung Wiraguna karena cintanya kepada Pranacitra. Dia dibesarkan di kampung nelayan pantai Utara Jawa, dan tumbuh menjadi seorang gadis yang trengginas (pemberontak) dan tak pernah ragu dan gentar untuk menyuarakan isi hati dan pikirannya. Sosoknya dianggap mendobrak tradisi dan tatanan di lingkungan istana Kesultanan Mataram di mana perempuan diharuskan bersikap serba halus dan serba patuh, tetapi ia tak pernah gentar. Bagi Rara Mendut yang pemberani, lebih baik menyambut ajal di ujung keris Sang Tumenggung Wiraguna daripada terpaksa melayani nafsu panglima tua tersebut.
Genduk Duku
Bagian kedua dari trilogi, menceritakan tentang Genduk Duku, sahabat erat dan boleh juga dibilang adik dari Rara Mendut yang membantunya menerobos bentengistana Mataram dan melarikan diri dari kejaran Tumenggung Wiraguna. Setelah kematian Rara Mendut dan Pranacitra, Genduk Duku menjadi saksi perseteruan diam-diam antara Tumenggung Wiraguna dan Pangeran Aria Mataram, putra mahkota yang kelak bergelar Sunan Amangkurat I dan yang sesungguhnya juga jatuh hati kepada Rara Mendut, perempuan rampasan yang oleh ayahnya, Sultan Agung Hanyakrakusuma, dihadiahkan kepada Tumenggung Wiraguna, panglimanya yang berjasa tersebut.
Lusi Lindri
Bagian terakhir dari trilogi, menceritakan tentang Lusi Lindri, anak Genduk Duku yang dipilih menjadi anggota pasukan pengawal Sunan Amangkurat I oleh Ibu Suri. Lusi Lindri menjalani kehidupan penuh warna di balik dinding-dinding istana yang menyimpan ribuan rahasia. Sebagai istri perwira mata-mata Mataram, ia menjadi tahu banyak dan bahkan terlalu banyak tentang politik dan intrik-intrik jahat yang terjadi di dalam istana. Semakin lama akhirnya nuraninya semakin terusik melihat kezaliman junjungannya. Akhirnya dia membulatkan tekad, lebih baik memilih untuk mati sebagai pemberontak daripada hidup nyaman bergelimang kemewahan.