Pada 2015 ia menjabat sebagai Duta Besar Australia untuk Indonesia. Jabatan tersebut berlangsung selama hampir 3 tahun mulai dari Januari 2015 hingga 4 Desember 2017.[2]
Karier
Perjalanan karier Paul Grigson telah dimulai sejak era 1990-an. Berbagai posisi di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia pernah dipegangnya, di antaranya adalah Media Liaison Officer (1991-1992), penasehat untuk menteri luar negeri Australia (1992), direktur pada parliamentary liaison and freedom of information section (1992-1993), divisi internasional di departemen perdana menteri dan kabinet Australia (1997-2000), asisten sekretaris untuk bidang kemaritiman cabang Asia Tenggara (2000-2003) dan asisten sekretaris untuk divisi Asia Tenggara (2004-2007), kepala staf departemen untuk menteri luar negeri Australia (2007-2008) dan sekretaris deputi (2010).[3]
Jabatan sebagai duta besar Australia untuk Indonesia bukanlah jabatannya sebagai duta besar untuk pertama kalinya. Sebelumnya ia pernah menjadi duta besar Australia untuk Myanmar (2003-2004) dan duta besar Australia untuk Thailand (2008-2010). Posisi lain yang pernah dipegangnya adalah konselor dan kepala deputi misi di Kedutaan Besar Australia di Phnom Penh, Kamboja (1993-1995), kepala negosiator dari kelompok monitoring perdamaian di Bougainville (2000), perwakilan khusus Australia untuk Pakistan dan Afghanistan (2014).[3][4]
Kemudian per Januari 2015 Paul ditunjuk oleh Perdana MenteriTony Abbott untuk menjadi Duta Besar Australia untuk Indonesia, menggantikan Greg Moriarty yang telah bertugas selama tiga tahun dari 2012 hingga 2015. Ia kemudian menyerahkan surat kepercayaan kepada Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta pada 19 Maret 2015.[5] Setelah bertugas selama hampir 3 tahun, ia kemudian mengakhiri masa jabatannya pada akhir 2017. Pada 22 November 2017 ia berpamitan dengan wakil presiden Jusuf Kalla kemudian pada 4 Desember 2017 ia merayakan pesta perpisahan sebagai duta besar.[2][6]
Kerja sama dengan Indonesia
Tugas seorang duta besar adalah menjalin hubungan dan kerja sama dengan negara bersangkutan. Hal itu pula yang dilakukan oleh Paul Grigson selama menjabat sebagai duta besar untuk Indonesia periode 2015-2017.
Salah satu bentuk kerja sama yang coba dijalin Australia melalui dirinya adalah kerja sama di bidang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Menjelang hari perempuan internasional yang jatuh pada 8 Maret 2016 Paul meluncurkan strategi untuk kesetaraan gender dan pemberdaan perempuan dalam sebuah resepsi yang diadakan di Kedutaan Besar Australia yang baru di Jakarta. Dalam acara tersebut ditampilkan presentasi dari dua wanita inspiratif, Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care dan salah satu dari sepuluh wanita Indonesia yang paling inspiratif versi majalah Forbes tahun 2015,Profesor Caroline McMillen, Wakil Rektor dan Presiden Universitas Newcastle di Australia. Strategi tersebut berperan dalam meningkatkan kemajuan dalam tiga bidang utama dari kebijakan luar negeri dan kerja sama pembangunan Australia, yakni mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, pemberdayaan ekonomi perempuan; dan partisipasi perempuan dalam kepemimpinan dan pembangunan perdamaian.[7]
Bidang transportasi dan keamanan siber juga tak luput dari perhatian Paul. Pada 13 September 2017 ia bertemu dengan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi untuk kemudian memberikan undangan Menteri Transportasi Australia terkait penandatanganan MoU kerja sama transportasi RI - Australia. Selain itu mereka juga membahas tentang peningkatan penerbangan dari Lombok, Labuan Bajo dan Bali ke Australia.[8]
Adapun pada 2 Oktober 2017 Paul mendatangi Jusuf Kalla untuk membahas masalah kerja sama di bidang keamanan siber. Tindak lanjut dari kerja sama itu adalah diadakannya pelatihan keamanan siber di Australia untuk pemangku kepentingan di Indonesia, seperti Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tak hanya soal siber, dalam pertemuan mereka juga membahas tentang kerja sama ekonomi dan berbagai isu, salah satunya adalah krisis kemanusiaan yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar.[9]
Penarikan dubes
Pada 29 April 2015, tak lama setelah dua warga Australia, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dieksekusi mati di Nusa Kambangan karena kasus narkoba, Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott memberikan instruksi untuk melakukan penarikan duta besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson. Dari 1.200 warga Australia yang diberikan jajak pendapat, hanya 42% saja yang setuju atas tindakan Abott. Sisanya menyatakan kontra. Hal senada juga disampaikan oleh Aaron Connolly, seorang peneliti di Program Asia Timur dari Institut Lowy dan mantan menteri luar negeri Australia, Bob Carr. Mereka berdua menyayangkan keputusan Tony Abbott.[10][11]
Menindaklanjuti keputusan Abbott, Paul Grigson kemudian pulang ke Perth, Australia pada 3 Mei 2015. Di sana ia berencana bertemu dengan Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop untuk melakukan konsultasi.[12] Penarikan Paul dari Indonesia kemudian menjadi peristiwa bersejarah dalam hubungan Indonesia dengan Australia karena untuk pertama kalinya Australia melakukan penarikan duta besar karena masalah narkoba.[11]
Setelah sebulan tidak melakukan tugas di Indonesia, Paul Grigson kemudian kembali lagi ke Jakarta pada Selasa, 9 Juni 2015 yang ditandai dengan kembali aktifnya akun twitter @DubesAustralia yang dipegang oleh Paul.[13][14] Hal ini dibenarkan oleh Julie Bishop yang menyatakan bahwa pada hari Selasa, Paul telah berada di Indonesia.[15]
Referensi
^Trade, corporateName= Department of Foreign Affairs and. "Australian Embassy in". indonesia.embassy.gov.au. Diakses tanggal 2017-12-14.