Minyak kayu putih (cajuput oil, oleum-melaleuca-cajeputi, atau oleum cajeputi) dihasilkan dari hasil penyulingan daun dan ranting kayu putih (M. leucadendra) yang merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh pohon tersebut. Minyak asiri ini dipakai sebagai minyak pengobatan, dapat dikonsumsi per oral (diminum) atau, lebih umum, dibalurkan ke bagian tubuh. Khasiatnya adalah sebagai penghangat tubuh, pelemas otot, dan mencegah perut kembung.
Minyak ini mengandung terutama eukaliptol (1,8-cineol) (komponen paling banyak, sekitar 60%), α-terpineol dan ester asetatnya, α-pinen, dan limonen.
M. quinquenervia dilaporkan juga menjadi sumber minyak asiri yang dinamakan sama.[1]
Minyak kayu putih banyak menjadi komponen dalam berbagai salep dan campuran minyak penghangat dan minyak telon diketahui menggunakan minyak kayu putih sebagai penyusunnya.
Potensi
Permintaan produk minyak kayu putih mencapai 1000 ton setahunnya. sedangkan, penanaman tumbuhan minyak kayu putih tidak dilakukan secara khusus, umumnya pohon ditumbuhkan bersama dengan tanaman lain seperti kentang. Berdasarkan data statistic yang ada, ditemukan bahwa terdapat 249 hektar hutan kayu putih yang ada di Maluku dan Jawa. Akan tetapi, tidak ada data yang menyebutkan jumlah petani maupun jumlah produksi minyak kayu putih. Permasalahan yang ada pada produksi minyak kayu putih di Indonesia adalah fluktuasi produksi minyak kayu putih mengenai pemeliharaan hon dan teknik ekstrasi yang tepat dalam mengekstrasi sineol dari pohon.
Standarisasi
Standar minyak kayu putih dapat dilihat berdasarkan kandungan sineol yang baik pada 50-65%. Selain kandungan sineol perlu diperhatikan juga konten air yang mampu mempengaruhi laju evaporasi dari kandungan tersebut. Hal ini menjadi penting sebab minyak kayu putih sering digunakan sebagai aroma terapi atau parfum yang membuat ketahanan aroma dan aroma yang mampu menyerang indera penciuman sangatlah penting.[2]
Terdapat beberapa kajian mengenai senyawa sineols yang merupakan salah satu senyawa dalam minyak atsiri ini, salah satunya adalah bioaktivitas dari senyawa ini. Kemudian ada pula penelitian mengenai cara fraksinasi dan isolasi senyawa tersebut secara spesifik [2].Kajian lanjutan yang dapat dilakukan adalah bagaimana sineol ini mampu menjadi agen anti kanker, anti kejang-kejang dan lain-lain atau kita pun dapat mencoba mencari tahu adakah pengaruh kelembaban kondisi tumbuh tanaman sehingga tanaman pohon tersebut tidak akan menghasilkan sineol dalam kondisi lembap dengan cara mencari tahu metabolit apa yang menggantikan sineol atau apakah ada perubahan metabolisme apabila pohon tersebut berada di tempat lembap (rawa-rawa). Kanjian lain yang dapat dilakukan adalah apakah ada senyawa penginduksi yang mampu menyebabkan pohon kayu putih memproduksi senyawa tersebut. Karena senyawa sineol hanya akan diproduksi sebagai metabolit sekunder sehingga pastinya terdapat metabolit yang menginduksi tanaman tersebut sehingga tanaman tersebut akan memproduksi sineol. Apabila kita mengetahui metabolit tersebut apa maka kita dapat menginjeksikan atau menyemprotkan atau memberikan metabolit tersebut dan melihat apakah ada peningkatan metabolit sekunder yang kita inginkan.
Lihat pula
Rujukan
- ^ Hiller K dan Melzig MF (2007) Die große Enzyklopädie der Arzneipflanzen und Drogen. Elsevier Spektrum. Heidelberg.
- ^ a b Helfiansah, R., & Sastrohamidjojo, H. (2012). ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN PEMURNIAN SENYAWA 1, 8 SINEOL MINYAK KAYU PUTIH (Malaleuca leucadendron). ASEAN Journal of Systems Engineering, 1(1)