Miafisitisme (kadang-kadang disebut henofisitisme) adalah kristologi dari Gereja-Gereja Ortodoks Oriental. Menurut miafisitisme, dalam satu pribadi Yesus Kristus itu, keilahian dan kemanusiaan dipersatukan dalam satu kodrat atau "hakikat" ("fisis"), kedua kodrat-Nya dipersatukan tanpa pemisahan, tanpa pembauran, dan tanpa alterasi.[1]
Menurut sejarah, umat Kristiani Khalsedonian telah menganggap bahwa Miafisitisme secara umum dapat diterima sebagai suatu penafsiran yang ortodoks, tetapi mereka tetap merasakan Miafisitisme dari non-Khalsedonian sebagai suatu bentuk Monofisitisme. Gereja-Gereja Ortodoks Oriental sendiri menolak penggolongan tersebut,[2] mereka lebih senang disebut sebagai non-Khalsedonian.
Sejarah
Istilah "miafisitisme" timbul sebagai tanggapan terhadap Nestorianisme. Karena nestorianisme berakar pada tradisi Antiokhiana dan ditentang oleh tradisi Aleksandriana, maka umat Kristiani di Syria dan Mesir yang ingin menjauhkan diri dari ekstrem-ekstrem nestorianisme dan berniat mempertahankan integritas dari posisi teologis mereka mengadopsi istilah miafisitisme guna mengekspresikan posisi mereka.
Teologi miafisitisme didasarkan atas suatu pemahaman mengenai hakikat (Bahasa Yunani: φύσις, fisis) dari Kristus: ilahi dan insani. Setelah terombang-ambing antara bidaah doketisme (bahwasanya Kristus semata-mata adalah manusia) dan adopsionisme (bahwasanya Kristus adalah seorang manusia yang dipilih Allah), Gereja mulai mengeksplorasi lebih jauh mengenai misteri hakikat Kristus. Setelah sepakat bahwa Kristus adalah baik ilahi maupun insani, kesulitan pertama yang timbul adalah nestorianisme, yang dianggap menekankan dua hakikat Kristus itu sedemikian rupa sehingga, bagi para penentang nestorianisme, tampak seolah-olah ada dua pribadi dalam satu tubuh. Nestorianisme mengajarkan bahwa bukan keillahian melainkan kemanusiaan Kristuslah yang dilahirkan oleh Santa Perawan Maria dan bahwa keilahian Kristus itu terpisah dariNya menjelang kematianNya secara fisik.
Reaksi atas nestorianisme adalah monofisitisme, yang menekankan bahwa Kristus hanya memiliki satu hakikat tunggal di mana keilahianNya menelan kemanusiaanNya selayaknya samudera menelan setetes cuka. Pandangan ini disebut Eutikianisme. Baik nestorianisme maupun monofisitisme dianggap sesat, tetapi pandangan Gereja masih terbagi-bagi dalam hal cara manakah yang terbaik untuk merumuskan tanggapan atas ajaran-ajaran bidaah itu. Karya Kirilos dari Aleksandria merupakan dasar dari pandangan miafisitisme. Dia berbicara tentang "satu (mia) hakikat dari Inkarnasi Sabda Allah" (Bahasa yunani: μία φύσις τοῦ θεοῦ λόγου σεσαρκωμένη, mia physis tou theou logou sesarkōmenē) dan tentang "kesatuan menurut hipostasis" (Bahasa Yunani: ἕνωσις καθ' ὑπόστασιν, henōsis kath' hypostasin), atau kesatuan hipostatik. Keunikannya adalah pandangan ini mengajarkan bahwa Kristus yang berinkarnasi itu memiliki satu hakikat, tetapi hakikat itu "berasal dari dua hakikat", yakni ilahiah dan insaniah, dan tetap mempertahankan semua karakteristik dari kedua hakikat itu. Sekalipun demikian, para penentang ajaran miafisit menganggapnya tidak lain daripada monofisitisme. Tanggapan alternatif, yang akhirnya menjadi dogma Byzantium, adalah diofisitisme. Ajaran ini menyatakan dengan jelas bahwa Kristus memiliki dua hakikat dan menekankan bahwa kedua hakikat tersebut tidak tercampur baur, tanpa perubahan, tidak terbagi-bagi, tanpa pemisahan: Kristus sepenuhnya adalah satu pribadi (Bahasa Yunani: ὑπόστασις, hipostasis). Tetapi penganut miafisit menilai ajaran diofisitisme mengarah pada nestorianisme, karena ungkapan "dua hakikat" dianggap menyiratkan pembagian atau pemisahan.[3]
Konsili Khalsedon (451) kerap dipandang sebagai titik awal percabangan kristologi, karena konsili ini mengadopsi diofisitisme. Akan tetapi, karena sebagian besar Gereja di syria dan Mesir, yang menganut pandangan miafisitisme, menolak keputusan konsili itu, maka kontroversi tersebut menjadi suatu masalah sosio-politis utama dalam Kekaisaran Byzantium. Ada berbagai upaya persatuan antara dua kubu (termasuk Henotikon pada tahun 482), dan beberapa kali dilakukan perubahan atas perimbangan kekuasaan. Kendati demikian, keputusan Konsili Khalsedon tetap menjadi ajaran resmi Gereja Ortodoks Timur, Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan tradisional. Gereja-Gereja Ortodoks non-Khalsedonia biasanya dikelompokkan bersama sebagai Gereja Ortodoks Oriental. Selama beberapa tahun terakhir, para pimpinan berbagai cabang Gereja ini telah berbicara mengenai perbedaan-perbedaan dalam kristologinya masing-masing yang tidaklah seekstrem pandangan yang dianut secara tradisional.
Pandangan lain
Telah banyak dibicarakan mengenai kesulitan-kesulitan dalam memahami istilah-istilah teknis Bahasa Yunani yang digunakan dalam kontroversi-kontroversi tadi. kata-kata utama adalah οὐσία (ousia, 'esensi'), φύσις (fisis, 'hakikat'), ὑπόστασις (hypostasis, 'realitas konkret/pribadi'), dan πρόσωπον (prosopon, 'topeng/pribadi'). Bahkan dalam Bahasa Yunani sekalipun, makna dari kata-kata tersebut saling tindih-menindih. Kesulitan-kesulitan ini bahkan makin bertambah bilamana istilah-istilah teknis tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain. Dalam Bahasa Syria, fisis diterjemahkan dengan kata kyānâ (ܟܝܢܐ), dan hipostasis dengan kata qnômâ (ܩܢܘܡܐ). Ketidakjelasan makna bahkan makin kabur antara kata-kata tersebut, dan tidak dapat digunakan secara filosofis sebagaimana kata-kata aslinya dalam Bahasa Yunani. Oleh sebab itu beberapa pihak beranggapan bahwa miafisitisme ditimbulkan oleh kendala bahasa.
Gereja-Gereja Miafisit
Sebagaimana telah disebutkan di atas, komuni Gereja Ortodoks Oriental, meskipun kadang kala disebut monofisit, menolak menatah-mentah label tersebut. Komuni Ortodoks Oriental mencakup Gereja Apostolik Armenia, Gereja Ortodoks Suriah, Gereja Suriah Ortodoks Malankara dari India, Gereja Ortodoks Koptik (termasuk Gereja Ortodoks Britania yang berada di bawah Patriark Aleksandria), Gereja Tewahedo Ortodoks Ethiopia (tewahido adalah sebuah kata dalam Bahasa Ge'ez yang berarti 'dijadikan satu'), dan Gereja Ortodoks Eritrea yang baru saja berstatus autokefalus.
Satu atau lebih Gereja-Gereja Katolik Independen, yang kendati tidak menjalin komuni penuh dengan Gereja-Gereja Ortodoks Oriental dengan berbagai alasan, juga menerima kristologi ini, termasuk Gereja Katolik Antiokhia di Amerika. Dalam diskusi-diskusi teologis baru-baru ini, beberapa teolog Gereja Katolik Lama dan Gereja Anglikan sudah mulai menerima bahwa kristologi ini, meskipun berbeda, tetapi konsisten dengan formulasi Konsili Khalsedon.
Lihat pula
Referensi
Pranala luar