Susunan tektonik wilayah Laut Maluku cukup unik. Ini adalah satu-satunya contoh tabrakan antarbusur aktif di dunia yang menenggelamkan sebuah cekungan samudra melalui subduksi secara dua arah. Lempeng Laut Maluku telah ditenggelamkan oleh dua lempeng tektonik mikro, Lempeng Halmahera dan Lempeng Sangihe. Kerumitannya saat ini dikenal sebagai Zona Tabrakan Laut Maluku.
Keberadaan Halmahera sebagai lempeng tektonik yang terpisah dari Lempeng Laut Maluku belum disepakati oleh para paleogeolog. Ada yang melihat Halmahera sebagai sambungan timur Lempeng Laut Maluku dan Sangihe sebagai sambungan baratnya. Hal yang tampak saat ini adalah Halmahera merupakan bagian dari perpanjangan Laut Maluku yang bersubduksi pada masa Neogene antara 45 dan 25 juta tahun yang lalu.[1]
Seismisitas menunjukkan lempeng Halmahera mencapai kedalaman sekitar 200 km.[1]Tomografi seismik memperlihatkan bahwa Halmahera masuk lebih dalam sampai setidaknya 400 km.[1] Baik Sangihe maupun Halmahera terekspos ke permukaan, sedangkan lempeng Laut Maluku sepenuhnya tenggelam di bawah dua lempeng mikro ini. Batas selatan Lempeng Laut Maluku juga merupakan batas Lempeng Laut Filipina dan Lempeng Australia. Batas tersebut bergerak ke atas. Karena Lempeng Sangihe dan Halmahera bersambung dengan Lempeng Laut Maluku, ini berarti ketiga sambungan tersebut bergerak ke utara di mantel bersama Lempeng Australia.[1]
Zona luas berkecepatan tinggi di bawah Lempeng Kepala Burung di kedalaman 400–600 km diperkirakan oleh R. Hall dan W. Spakman sebagai sisa sambungan yang bersubduksi di bawah Lempeng Halmahera. Zona luas berkecepatan tinggi lainnya di bawah Laut Sulawesi di kedalaman 700–1000 km diperkirakan sebagai sisa sambungan di bawah Lempeng Sangihe. Kedua sisa tersebut berasal dari sambungan yang bersubduksi di bawah Busur Filipina-Halmahera 45 sampai 25 juta tahun yang lalu.[1]
Dalam model ini, Lempeng Kepala Burung dan Halmahera dipisahkan oleh Patahan Sorong, patahan timur-barat lateral besar.
Model sebelumnya menganggap wilayah ini sebagai Busur Halmahera, busur pulau vulkanik tanpa dasar lempeng tektonik. Penelitian yang lebih baru tahun 1990-an dan seterusnya menggantikan teori tersebut dengan teori Lempeng Halmahera.[1]
^ abcdefR. Hall and W. Spakman, Australian Plate Tomography and Tectonics in R. R. Hillis, R. D. Müller, Evolution and Dynamics of the Australian Plate, Geological Society of America Special Papers 2003, #372, p377 ISBN 0-8137-2372-8