Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Kemoterapi

Proses kemoterapi
Pasien sedang menjalani kemoterapi

Kemoterapi (bahasa Inggris: chemotherapy) adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan moderennya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.

Kemoterapi pada Kanker

Pengobatan kanker dewasa ini hampir selalu melibatkan operasi, penyinaran atau kemoterapi. Tujuan kemoterapi pada penyembuhan kanker adalah menghambat atau menghentikan pertumbuhan sel-sel onkogen (kanker) pada tubuh pasien. Prinsip kerja obat-obatan kemoterapi adalah menyerang fase tertentu atau seluruh fase pada pembelahan mitosis pada sel-sel yang bereplikasi atau berkembang dengan cepat, yang diharapkan adalah sel onkogen yang bereplikasi. Obat kemoterapi hampir tidak menimbulkan dampak pada sel yang sedang dalam masa beristirahat (tidak melakukan pembelahan), namun terkadang sel-sel rambut dan sel-sel yang sedang aktif membelah lainnya dapat terkena dampak obat ini apabila siklus mitosisnya berada dalam target obat-obatan kemoterapi yang sedang digunakan.

Efek Samping

Efek samping pasca sesi kemoterapi

Sebanyak 80% pasien yang mendapatkan kemoterapi akan mengalami mual dan muntah. Selanjutnya, pasien juga mengalami penurunan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Kerontokan rambut, termasuk bulu mata dan alis umumnya dimulai 2-3 minggu setelah pengobatan. Kemudian, rambut akan tumbuh kembali setelah 4-8 minggu setelah pengobatan. Kemoterapi juga sering kali dapat menimbulkan mukositis (perlukaan pada dinding saluran cerna / rongga mulut) dan ganggungan saraf tepi seperti kebas dan kesemutan di jari kaki dan tangan.[1]

Kemoterapi selain Kanker

Dalam penggunaaan selain kanker, istilah ini dapat juga menunjuk ke antibiotik (kemoterapi antibakteri). Dalam artian tersebut, agen kemoterapi modern pertama adalah arsfenamin Paul Ehrlich, sebuah senyawa arsenik yang ditemukan pada 1909 dan digunakan untuk merawat sifilis. Ini kemudian diikuti oleh sulfonamida ditemukan oleh Gerhard Domagk dan penisilin G ditemukan oleh Alexander Fleming.

Penggunaan lain dari agen kemoterapi sitostatik adalah perawatan penyakit autoimun dan penekanan transplant rejection (lihat immunosupresi dan DMARD).

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Pasien dan Informasi Kanker: Kemoterapi, RS. Dharmais Pusat Kanker Nasional.
  • ^ Tramer MR, Carroll D, Campbell FA, Reynolds DJ, Moore RA, McQuay HJ. Cannabinoids for control of chemotherapy induced nausea and vomiting: quantitative systematic review. BMJ 2001;323:16-21. PMID 11440936.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya