Kedespotan Morea (bahasa Yunani: Δεσποτᾶτον τοῦ Μορέως) atau Kedespotan Mystras (bahasa Yunani: Δεσποτᾶτον τοῦ Μυστρᾶ) adalah sebuah provinsi dari Kekaisaran Bizantium yang ada antara pertengahan abad ke-14 dan pertengahan abad ke-15. Ukuran wilayahnya berubah-ubah selama keberadaannya, tetapi akhirnya berkembang meliputi hampir seluruh bagian selatan Semenanjung Yunani yang dikenal dengan nama Peloponnesos, dan selanjutnya dikenal dengan nama Morea selama abad pertengahan dan awal zaman modern. Wilayah itu biasanya berada dalam kekuasaan satu atau lebih anak-anak Kaisar Bizantium yang sedang memerintah, yang bergelar despotes (pengertian yang berbeda dengan despotisme). Ibu kotanya adalah kota berbenteng Mystras, tidak jauh dari kota kuno Sparta, yang menjadi pusat penting perkembangan Renaisans Palaiologos.
Sejarah
Kedespotan Morea terbentuk dari wilayah yang direbut dari Kepangeranan Akhaea bangsa Franka. Wilayah tersebut sebelumnya merupakan bekas wilayah Bizantium, yang dikuasai seusai Perang Salib Keempat (1204). Pada 1259, penguasa kepangeranan William II Villehardouin kalah dalam Pertempuran Pelagonia melawan Kaisar Bizantium Mikhael VIII Palaeologos. William terpaksa menebus kebebasan dirinya dengan menyerahkan sebagian besar bagian timur Morea dan serta benteng-benteng yang baru dibangunnya. Wilayah yang diserahkan tersebut kemudian menjadi pusat dari wilayah Kedespotan Morea.
Kaisar Bizantium setelahnya, Yohanes VI Kantakouzenos, mereorganisasi wilayah ini selama pertengahan abad ke-14 untuk membuatnya menjadi tanah lungguh (apanase) bagi anaknya, Despot Manuel Kantakouzenos. Saingan mereka dinasti Palaiologos merebut Morea setelah wafatnya Manuel pada tahun 1380, dan Theodoros I Palaiologos menjadi despot di 1383. Theodoros memerintah hingga tahun 1407, ia mengkonsolidasikan kekuasaan Bizantium dan membangun pengertian dengan tetanggnya yang lebih kuat —khususnya dengan Kesultanan Utsmaniyah yang ekspansionis, yang kepemimpinannya (suzerenitas) ia akui. Ia juga berusaha menghidupkan kembali perekonomian lokal dengan pemukim Albania untuk menetap di wilayah ini.
Para despot berikutnya putra-putra dari Kaisar Manuel II Palaiologos, saudara dari despot Theodoros: yaitu Konstantinos, Demetrios, dan Thomas. Seiring makin berkurangnya kekuasaan Latin di Peloponnesos sepanjang abad ke-15, Kedespotan Morea diperluas hingga meliputi keseluruhan semenanjung pada 1430, dengan wilayah-wilayah yang diperoleh hadiah maskawin pernikahan, serta penaklukan Patras oleh Constantinos. Namun pada 1446, Sultan Utsmaniyah Murad II menghancurkan pertahanan Bizantium — yaitu dinding Hexamilion di Tanah Genting Korintus.[1] Serangannya tersebut membuat semenanjung itu menjadi terbuka terhadap invasi, meskipun Murad meninggal sebelum ia bisa memanfaatkannya. Penggantinya Mehmed II "Sang Penakluk" menaklukkan ibu kota Bizantium Konstantinopel pada tahun 1453. Para despot Morea Demetrios Palaiologos dan Thomas Palaiologos, saudara-saudara dari kaisar terakhir, gagal untuk mengirim bala bantuan apapun, karena Morea baru pulih dari serangan Utsmaniah sebelumnya. Ketidakmampuan mereka memimpin mengakibatkan terjadinya Pemberontakan Yunani-Albania terhadap mereka, sehingga mereka mengundang pasukan Utsmaniyah untuk membantu mereka mengatasi pemberontakan itu. Pada saat itu, sejumlah tokoh berpengaruh Morea Yunani dan Albania membuat perdamaian pribadi dengan Mehmed.[2] Setelah bertahun-tahun pemerintahan yang tidak kompeten oleh para despot, mereka gagal untuk membayar upeti tahunan kepada Sultan, dan akhirnya mereka sendiri pemberontakan terhadap pemerintahan Utsmaniyah, hingga Mehmed mendatangi Morea pada Mei tahun 1460. Demetrios berakhir sebagai tahanan Utsmaniyah dan adiknya Thomas melarikan diri. Pada akhir musim panas, Utsmaniyah telah menguasai hampir semua kota-kota yang sebelumnya dimiliki oleh orang-orang Yunani.
Beberapa daerah tetap bertahan untuk sementara waktu. Semenanjung Monemvasia yang berbatu-batu menolak untuk menyerah dan selama waktu singkat berada dalam kekuasaan corsair Katalan. Setelah penduduk berhasil mengusirnya, mereka lalu memperoleh persetujuan dari Thomas untuk menjadi daerah di bawah perlindungan Paus sebelum akhir tahun 1460. Semenanjung Mani Peninsula, yang terletak di ujung selatan Morea, bertahan dengan membentuk koalisi longgar antar klan-klan lokal, dan menjadi daerah di bawah perlindungan Venesia. Daerah terakhir yang bertahan adalah Salmeniko, di barat laut Morea. Graitzas Palaiologos menjadi komandan militer di sana, yang bertugas di Kastil Salmeniko (juga dikenal dengan nama Kastil Orgia). Ketika kotanya akhirnya menyerah, Graitzas dan pasukan penjaganya serta beberapa penduduk kota tetap bertahan di kastil hingga Juli 1461, saat mereka lalu melarikan diri dan mencapai wilayah Venesia. Dengan demikian, berakhirlah wilayah resmi terakhir dari Kekaisaran Bizantium.[3][4][5][6][7][8]
Setelah tahun 1461, wilayah-wilayah terakhir non-Utsmaniyah adalah yang dikuasai oleh Venesia: kota-kota pelabuhan Modon dan Koroni di ujung selatan Morea, Argolid di Argos, dan pelabuhan Nafplion. Monemvasia pada akhirnya menyerahkan diri kepada Venesia pada awal Perang Utsmaniyah-Venesia 1463-1479.
Despot Bizantium di Morea
Manuel Kantakouzenos (1349–?)
Mikhael Asan ?
Andreas Asan (?–1354)
Manuel Kantakouzenos (kembali berkuasa) (1354–1380)
Matthaios Kantakouzenos (1380–1383)
Demetrios I Kantakouzenos (1383)
Theodoros I Palaiologos (1383–1407)
Theodoros II Palaiologos (1407–1443)
Constantinos Palaiologos (1428–1449), setelah 1449 menjadi kaisar di Konstantinopel. Setelah itu, pemerintahan bersama di bawah saudara-saudaranya: