Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Hukum Pewarisan Mendel

Alel/gen dominan dan resesif pada orang tua (1, P), anak (2, F1) dan cucu (3, F2) menurut Mendel

Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya Percobaan mengenai Persilangan Tumbuhan. Hukum ini terdiri dari dua bagian:

  1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan
  2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.

Hukum segregasi (hukum pertama Mendel)

Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2

Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin anak), kedua gen induk (orang tua) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya. Hukum ini berlaku untuk persilangan dengan satu sifat yang berbeda.[1]

Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:

  1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu tampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (tampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
  2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah).
  3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (tampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya.

Persilangannya terdiri dari 2 yaitu

  1. Persilangan dominan

Contoh: Kelinci berbulu hitam (dominan) disilangkan kelinci berbulu putih (resesif). Jika fenotip pertama (F1) 100% berbulu hitam maka tentukan perbandingan fenotip kedua (F2)!

P1: HH (hitam) v hh (putih)
F1: Hh (hitam)
P2: Hh (hitam) v Hh (hitam)
F2: HH (hitam), Hh (hitam), Hh (hitam), hh (putih)

Jadi perbandingan F2 adalah hitam:putih = 3:1.

  1. Persilangan intermediel (semidominan)

Contoh: Kelinci berbulu hitam (dominan) disilangkan kelinci berbulu putih (resesif). Jika fenotip pertama (F1) 100% berbulu cokelat maka tentukan perbandingan fenotip kedua (F2)!

P1: HH (hitam) v hh (putih)
F1: Hh (cokelat)
P2: Hh (cokelat) v Hh (cokelat)
F2: HH (hitam), Hh (cokelat), Hh (cokelat), hh (putih)

Jadi perbandingan F2 adalah hitam:cokelat:putih = 1:2:1.

Hukum asortasi bebas (hukum kedua Mendel)

Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tumbuhan dengan warna bunga suatu tumbuhan, tidak saling memengaruhi.

Seperti tampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturunan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti tampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR (berwarna merah), Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.

Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan disebut monohibrida, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai dihibrida, dan seterusnya.

Pada gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan sB (tampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya tampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotipe SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.

Contoh ke-3, dengan 1 faktor dominan warna: putih dan merah

Contoh:

  1. Kacang ercis berbiji bulat berwarna kuning (BBKK) disilangkan dengan kacang ercis berbiji kisut berwarna hijau (bbkk). Tentukan perbandingan fenotip kedua (F2)!
P1: BBKK (bulat-kuning) x bbkk (kisut-hijau)
Gamet P1: BK || bk
F1: BbKk (bulat-kuning)
P2: BbKk (bulat-kuning) x BbKk (bulat-kuning)
Gamet P2: BK, Bk, bK, bk || BK, Bk, bK, bk
F2:
Persilangan F2
BK Bk bK bk
BK BBKK BBKk BbKK BbKk
Bk BBKk BBkk BbKk Bbkk
bK BbKK BbKk bbKK bbKk
bk BbKk Bbkk bbKk bbkk

Jadi perbandingan F2 adalah BK (bulat-kuning):Bk (bulat-hijau):bK (kisut-kuning):bk (kisut-hijau) = 9:3:3:1.

  1. Kacang ercis berbiji bulat berwarna hijau (BBkk) disilangkan dengan kacang ercis berbiji kisut berwarna kuning (bbKK). Tentukan perbandingan fenotip kedua (F2)!
P1: BBkk (bulat-hijau) x bbKK (kisut-kuning)
Gamet P1: Bk || bK
F1: BbKk (bulat-kuning)
P2: BbKk (bulat-kuning) x BbKk (bulat-kuning)
Gamet P2: BK, Bk, bK, bk || BK, Bk, bK, bk
F2:
Persilangan F2
BK Bk bK bk
BK BBKK BBKk BbKK BbKk
Bk BBKk BBkk BbKk Bbkk
bK BbKK BbKk bbKK bbKk
bk BbKk Bbkk bbKk bbkk

Jadi perbandingan F2 adalah BK (bulat-kuning):Bk (bulat-hijau):bK (kisut-kuning):bk (kisut-hijau) = 9:3:3:1.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Susilawati dan Bachtiar, N. (2018). Biologi Dasar Terintegrasi (PDF). Pekanbaru: Kreasi Edukasi. hlm. 147. ISBN 978-602-6879-99-8. 

Catatan

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya


Index: pl ar de en es fr it arz nl ja pt ceb sv uk vi war zh ru af ast az bg zh-min-nan bn be ca cs cy da et el eo eu fa gl ko hi hr id he ka la lv lt hu mk ms min no nn ce uz kk ro simple sk sl sr sh fi ta tt th tg azb tr ur zh-yue hy my ace als am an hyw ban bjn map-bms ba be-tarask bcl bpy bar bs br cv nv eml hif fo fy ga gd gu hak ha hsb io ig ilo ia ie os is jv kn ht ku ckb ky mrj lb lij li lmo mai mg ml zh-classical mr xmf mzn cdo mn nap new ne frr oc mhr or as pa pnb ps pms nds crh qu sa sah sco sq scn si sd szl su sw tl shn te bug vec vo wa wuu yi yo diq bat-smg zu lad kbd ang smn ab roa-rup frp arc gn av ay bh bi bo bxr cbk-zam co za dag ary se pdc dv dsb myv ext fur gv gag inh ki glk gan guw xal haw rw kbp pam csb kw km kv koi kg gom ks gcr lo lbe ltg lez nia ln jbo lg mt mi tw mwl mdf mnw nqo fj nah na nds-nl nrm nov om pi pag pap pfl pcd krc kaa ksh rm rue sm sat sc trv stq nso sn cu so srn kab roa-tara tet tpi to chr tum tk tyv udm ug vep fiu-vro vls wo xh zea ty ak bm ch ny ee ff got iu ik kl mad cr pih ami pwn pnt dz rmy rn sg st tn ss ti din chy ts kcg ve 
Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9