Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Hubertus Johannes van Mook

Hubertus van Mook
Hubertus van Mook, ca 1940-an
Gubernur Jenderal Hindia Belanda
Masa jabatan
8 Maret 1942 – 15 Oktober 1948
Di pengasingan hingga 1 Oktober 1945
Penguasa monarki
Sebelum
Pengganti
Louis Beel (sebagai Komisaris Tinggi)
Menteri Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan Belanda
Masa jabatan
21 Mei 1942 – 23 Februari 1945
Perdana MenteriPieter Sjoerds Gerbrandy
Sebelum
Pendahulu
Pieter Sjoerds Gerbrandy
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Hubertus Johannes van Mook

(1894-05-30)30 Mei 1894
Semarang, Hindia Belanda
Meninggal10 Mei 1965(1965-05-10) (umur 70)
L'Isle-sur-la-Sorgue, Prancis
Suami/istri
Alberta Diedrika Maureau
(m. 1894)
Anak2
AlmamaterUniversitas Leiden
Pekerjaan
  • Politikus
  • diplomat
  • penulis
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Hubertus Johannes "Huib" van Mook (30 Mei 1894 – 10 Mei 1965) adalah administrator Belanda di Hindia Belanda. Selama Revolusi Nasional Indonesia, ia menjabat sebagai Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari tahun 1942 hingga 1948.[1] Van Mook juga memiliki seorang putra bernama Cornelius van Mook yang belajar teknik kelautan di Institut Teknologi Massachusetts.[2] Dia juga menulis tentang Jawa - dan karyanya tentang Kota Gede adalah contoh yang baik dari seorang birokrat kolonial yang mampu meneliti dan menulis tentang cerita rakyat setempat.

Biografi

Kehidupan Awal

Hubertus van Mook lahir di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 30 Mei 1894. Ayahnya bernama Matheus Adrianus Antonius van Mook, yang meninggalkan Belanda tak lama setelah menikahi Cornelia Rensina Bouwman pada tahun 1893. Di Hindia Belanda, keduanya datang sebagai pengajar[3], dan ayahnya tak lama menjadi inspektur/penilik sekolah rakyat di Surabaya.[4] Meskipun Van Mook merupakan keturunan Belanda totok yang lahir di tanah Hindia, ia menganggap koloni Hindia Timur Belanda -terkhususnya Jawa- sebagai bagian terpisah dengan Negeri Belanda. Bahkan dia menganggap dirinya sebagai "orang Hindia"[5] dengan Jawa sebagai tanah kelahirannya.[6]

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar HBS di Surabaya, Van Mook pindah ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan tinggi teknik di Delft. Pada tahun 1914, ia sempat masuk dinas ketentaraan sukarela ketika Perang Dunia I dimulai, dan kemudian melanjutkan studi Indologie di Universitas Leiden pada tahun 1916 dan lulus pada tahun 1918. Aspirasi Van Mook terhadap masa depan koloni Hindia Belanda dimulai pada masa ini, dan sebagai ketua Perkumpulan Indoloog (Indologie Vereniging), ia mengorganisasikan sebuah kongres pelajar untuk mengumpulkan aspirasi para pelajar dari Hindia Belanda mengenai masa depan tanah kelahiran mereka.

Perhimpunan Indologie (Indologie Vereniging) pada tahun 1916. Van Mook berada di posisi kedua dari kiri

Kongres Pelajar Hindia di Leiden dilaksanakan pada tanggal 23-24 November 1917 dan dihadiri oleh beberapa perwakilan pelajar dari Hindia seperti Bagindo Dahlan Abdullah dan Han Tiauw Tjong. Hasil kongres tersebut merupakan kesepakatan melalui musyawarah di antara perwakilan organisasi pelajar, dimana koloni Hindia Belanda harus diberikan otonomi untuk dikembangkan sebagai negara terpisah dari Negeri Belanda, dengan sistem federasi yang menghormati hak-hak otonomi dari setiap daerah swapraja yang telah mengadakan perjanjian dengan pemerintah Hindia Belanda.[7]

Kiprah Politik di Hindia

Setelah kembali ke Hindia Belanda, Van Mook ditugaskan menjadi inspektur untuk mengurusi distribusi pangan di Semarang hingga tahun 1921. Dari tahun 1921 hingga 1924, Hubertus van Mook menjadi penasihat urusan pertanahan di Yogyakarta pada masa pemerintahan Hamengkubuwana VIII, dimana ia membantu reformasi hak kepemilikan tanah yang sebelumnya tidak melibatkan pihak Kesultanan menjadi wajib melibatkan Panitikismo. Ia juga membuat tulisan mengenai kehidupan warga Djogdjakarta di kawasan Kota Gede yang kemudian diterbitkan pada tahun 1926[8] saat ia kembali ke Belanda untuk menempuh studi mengenai Hukum Adat di bawah bimbingan Cornelis van Vollenhoven. Selama studi dalam bimbingan Vollenhoven dari tahun 1924 hingga 1926, Van Mook semakin memperdalam gagasannya mengenai masa depan Hindia Belanda. Namun pada tahun 1927, ia kembali ke Hindia dikarenakan adanya kebutuhan pekerja sipil, dimana Van Mook kemudian menjadi menjadi asisten residen urusan kepolisian di Batavia hingga tahun 1931.[9]

Maraknya penggrebekan, pemenjaraan, dan pengasingan terhadap aktivis-aktivis PKI yang terjadi setelah Pemberontakan 1927 menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan. Ketika Henri Carel Zentgraaff (editor di Java-Bode) bersama rekan reaksioner lainnya mendirikan Vaderlandsche Club (Klub Tanah Air) pada Oktober 1929 untuk mendukung dicabutnya kebijakan Politik Etis secara keseluruhan, Hubertus van Mook dan rekan-rekan sejawat lulusan Leiden seperti Jan Anne Jonkman pada Februari 1930 mendirikan Asosiasi Pendukung Pengembangan Sosial dan Politik di Hindia Belanda (yang selanjutnya dikenal sebagai De Stuw-groep) untuk mempertahankan Politik Etis, sembari mengusung kolaborasi positif antara kelompok penduduk di Hindia menuju Persemakmuran Hindia dan mengurangi praktik-praktik kekerasan seperti yang dilakukan oleh kelompok nonkooperatif bumiputera dan PID.[10] Persaingan antara VC dan Stuwgroep pada awal dekade 1930-an terjadi ketika Soekarno menjalani hukuman di Penjara Banceuy setelah ditangkap pada malam Tahun Baru 1930, dan dalam salah satu pidatonya di Volksraad, Van Mook mempertanyakan tentang hukuman penjara terhadap Soekarno dan empat anggota PNI lainnya yang dinilai terlalu keras untuk organisasi yang belum memberontak seperti yang telah dilakukan oleh PKI.[9]

Hubertus van Mook menjadi salah satu anggota Volksraad terakhir yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Cornelis de Graeff pada masa jabatan tahun 1931 hingga 1935 mewakili Stuwgroep.[10] Selama menjadi anggota dalam masa kegubernuran Bonifacius Cornelis de Jonge, Van Mook sering memprotes kebijakan pemerintah Negeri Belanda dan pemerintah kolonial pada masa Malaise yang dinilai memberatkan Hindia Belanda. Salah satu contohnya adalah pada saat kapal penjelajah De Zeven Provincien (yang awak kapalnya terlibat dalam Peristiwa Kapal De Zeven Provincien pada tahun 1933) diperbaiki dari tahun 1930 hingga 1932 sebagai persiapan untuk pemindahan dari Skuadron Belanda menuju Skuadron Hindia pada akhir tahun 1932, seluruh biaya perbaikannya (sebesar 500 ribu guilders) ditanggung oleh pemerintah Hindia Belanda, termasuk biaya pemulihan ketika kapal mengalami kerusakan dalam Peristiwa 1933.[11] Perlawanan politik Van Mook terhadap kebijakan reaksioner Gubernur De Jonge pada akhirnya membuat Van Mook tidak dipilih lagi menjadi anggota Volksraad pada tahun 1935, dan Van Mook sendiri ditunjuk sebagai pegawai senior di Departemen Urusan Ekonomi (Departement van Economische Zaken) untuk membantu pemulihan ekonomi Hindia.

(kanan ke kiri) Hubertus van Mook bersama istri, sekretaris, dan anak kedua di Batavia pada tahun 1936
Pertemuan pejabat Belanda dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII pada tahun 1937. Van Mook berada di posisi paling kanan

Pada tahun 1937 dalam masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, Van Mook menjadi Direktur Departemen Urusan Ekonomi menggantikan George Hart yang pensiun.[12] Sebagai direktur, Van Mook meneruskan kebijakan Direktur Hart untuk memulihkan kebijakan ekonomi dalam Politik Etis, seperti menasionalisasikan bank-bank perkreditan untuk memudahkan akses perkreditan bagi rakyat jelata, juga mendirikan koperasi-koperasi untuk perkebunan rakyat di Jawa dan Sumatera.[11] Selain itu, Van Mook juga memberlakukan kembali kebijakan transmigrasi pada September 1938 untuk mengatasi resiko krisis pangan di Jawa Timur dengan tujuan di Kalimantan dan Lampung. Untuk mempromosikan Hindia Belanda kepada investor Eropa dan Amerika, Van Mook juga mengusulkan pembuatan film tentang Hindia berjudul "The Coveted Indies (Hindia yang Didambakan)" yang disutradarai oleh Deane Dickson dari Amerika Serikat dan dirilis pada awal tahun 1939 untuk Pameran Dunia April 1939 di New York.[13]

Para pejabat Belanda pro-Indonesia (berpakaian hitam) dalam pemakaman Mohammad Hoesni Thamrin pada Januari 1941. Van Mook berada di posisi ketiga dari kiri

Setelah jatuhnya Belanda dalam invasi Jerman pada Pertempuran Belanda di Mei 1940, pemerintah Jepang kembali mengadakan perundingan ekonomi dengan Hindia Belanda setelah Persetujuan Hart-Ishizawa pada tahun 1934 dan Persetujuan Van Mook-Kotani pada tahun 1938, dimana delegasi Hindia Belanda dipimpin oleh Van Mook dan delegasi Jepang dipimpin oleh Ichizo Kobayashi. Perundingan berjalan alot dengan keinginan Jepang untuk mendapatkan porsi pangsa pasar karet dan minyak yang lebih besar dari Hindia setelah Amerika Serikat memutus beberapa perjanjian dagang dengan Jepang, sementara Van Mook bersikukuh untuk tetap mempertahankan perjanjian ekonomi yang sudah disetujui dengan Inggris dan Prancis. Perundingan dilanjutkan oleh Menteri Luar Negeri Jepang Kenkichi Yoshizawa pada Desember 1940 dan berlangsung hingga Juni 1941 ketika pemerintah Jepang memutuskan untuk menghentikan perundingan. Setelah Jepang menduduki Indochina Prancis pada Juli 1941, Amerika Serikat menetapkan embargo ekonomi terhadap Jepang, yang kemudian disusul oleh Belanda dan Hindia Belanda pada bulan Agustus.

Pada tanggal 20 November 1941, Van Mook diangkat menjadi Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister van Kolonie) dalam pemerintahan Negeri Belanda (dalam pengungsian di London) pimpinan Pieter Sjoers Gerbrandy. Namun pada 8 Desember 1941, beberapa jam sebelum waktu keberangkatannya ke London untuk menerima jabatan secara resmi, Jepang menyerang Pearl Harbor. Setelah berdiskusi beberapa jam dengan Gubernur Starkenborgh, Perdana Menteri Gerbrandy, dan Ratu Wilhelmina melalui telegram, Starkenborgh dan Van Mook menyatakan deklarasi perang dari Hindia Belanda terhadap Jepang, menyusul Amerika Serikat.[14]

(kiri ke kanan) Charles van der Plas, Hubertus van Mook, dan Letjen Hendrik van Oijen dalam pemerintahan pengungsian di Brisbane, Australia pada tahun 1944

Pada tanggal 31 Desember 1941, beberapa minggu setelah pengeboman Pearl Harbour, Van Mook diangkat oleh Wilhelmina menjadi Wakil Gubernur-Jenderal dan berusaha mendapatkan dukungan militer dari Amerika Serikat untuk pengadaan persenjataan melawan Jepang. Namun bantuan militer terlambat datang dan masih berada di Australia meskipun telah dibayar lunas.[10] Saat Jepang mendarat di Jawa, Van Mook mengungsi ke Brisbane, Australia bersama beberapa petinggi sipil dan militer, sementara Gubernur Jenderal Starkenborgh dan Letnan Jenderal Hein ter Poorten tetap berada di Hindia. Gubernur Starkenborgh dan Jenderal Ter Poorten ditawan Jepang setelah menandatangani Perjanjian Kalijati, kemudian dibawa ke Manchuria dan baru dibebaskan pada bulan September 1945.

Serah terima jabatan kepala pemerintahan dari Hubertus van Mook (baris depan, paling kanan) kepada Louis Beel (baris depan, kedua dari kanan) pada 3 November 1948

Pada tahun-tahun akhir Perang Pasifik, Van Mook yang berada di Australia tetap menyandang pangkat Wakil Gubernur Jenderal meskipun secara de facto bertindak selaku Gubernur Jenderal karena Gubernur Starkenborgh masih ditawan Jepang, hal ini dikarenakan beberapa anggota pemerintahan darurat Belanda di London menolak Van Mook yang dianggap terlalu liberal dan pro-Indonesia. Van Mook melaksanakan tugas sebagai Gubernur Jenderal dari tanggal 14 September 1944 sampai 1 November 1948 ketika ia digantikan oleh Louis Joseph Beel.

Van Mook kemudian memutuskan hubungan dengan Indonesia dan negara asalnya, dan bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, tidak lama setelah itu, ia meninggal di Prancis.[15]

Kehidupan Pribadi

Hubertus van Mook memiliki seorang istri, Alberta Diedrika Maureau (1894-1987), dan dua orang anak, Cornelis 'Kees' van Mook (1927-1995) dan Alberta 'Dink' van Mook (1930-2003).[9]

Rujukan

  1. ^ Kahin (2003), p. 23
  2. ^ Kahin (2003), p. 23
  3. ^ DH, Agung (2017-08-17). "Bagaimana Hubertus van Mook Mencintai Indonesia dan Dibenci olehnya". tirto.id. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  4. ^ Swantoro 2017, hlm. 290, 292.
  5. ^ Ooi 2004, hlm. 1385.
  6. ^ Bayly & Harper 2007, hlm. 170.
  7. ^ ""Kami, Orang Indonesia" Bergema di Belanda". Historia.id. 2017-03-16. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  8. ^ Pramasta, Dandy (2019-08-29). "Masuk Daftar Kota Terindah di Asia Versi CNN, Ini Kisah Kotagede Yogyakarta". Kompas. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  9. ^ a b c Van den Berge, Tom (2014). H.J. van Mook, 1894–1965. Een vrij en gelukkig Indonesië (dalam bahasa Belanda). Bussum: Thoth. ISBN 9789068686265. 
  10. ^ a b c Bossenbroek, Martin (2023). Pembalasan Dendam Diponegoro. Jakarta: OBOR. ISBN 978-623-321-253-3. 
  11. ^ a b Yong Mun, Cheong (1982). H.J. van Mook and Indonesian independence, A study of his role in Dutch-Indonesian relations, 1945-1948. Den Haag: Martinus Nijhoff. hlm. 17. ISBN 978-9024791415. 
  12. ^ (Inggris) Cribb, Robert (1993). "Development policy in the early 20th century". hlm. 240. Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2011-06-05. Diakses tanggal 23 December. 
  13. ^ "Wajah Indonesia di Film Dokumenter Langka, Berkisah Tentang Kehidupan Sebelum Kemerdekaan". TribunStyle.com. Diakses tanggal 2024-08-17. 
  14. ^ Onghokham (1982). Runtuhnya Hindia Belanda (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Gramedia. hlm. 165–166. ISBN 979-403-030-9. 
  15. ^ Keat Gin Ooi (2004), pp 1365-1386

Bahan bacaan

Lihat pula

Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda
1942-1948
Diteruskan oleh:
Louis Joseph Maria Beel
Didahului oleh:
Pieter Sjoerds Gerbrandy
Menteri Jajahan
1942-1945
Diteruskan oleh:
Josef Ignaz Julius Maria Schmutzer
Kembali kehalaman sebelumnya