Gempa bumi Teluk Moro 1976
Gempa bumi dan tsunami Teluk Moro 1976 (bahasa Inggris: 1976 Moro Gulf earthquake and tsunami) adalah peristiwa gempa bumi berskala besar yang terjadi pada 17 Agustus 1976, pukul 00:11 Waktu Standar Filipina di sepanjang Teluk Moro di Laut Sulawesi dekat pulau Mindanao dan Sulu, Filipina. Dengan besaran magnitudonya setinggi 8.0 pada skala momen magnitudo, dan menyebabkan tsunami dengan ketinggian hingga 5 meter.[3] Ketinggian maksimum tsunami mencapai 9 meter di Lebak; 4,3 meter di Alicia; 3 meter di Teluk Resa di pesisir timur Basilan; dan di pulau Jolo dan Sacol. Sedikitnya 5.000 orang tewas selama gempa dan tsunami, dengan ribuan lainnya masih hilang. Beberapa laporan mengatakan bahwa sebanyak 8.000 orang tewas secara total, dengan sembilan puluh persen kematian akibat tsunami.[4] Lebih dari 8.000 orang secara resmi dihitung tewas atau hilang, 10.000 terluka, dan 90.000 kehilangan tempat tinggal, menjadikannya salah satu bencana alam paling dahsyat dalam sejarah Filipina.[5] DampakGempa utama dirasakan hingga sejauh kepulauan Visayas di Filipina tengah. Tsunami dahsyat meluluhlantahkan 700 kilometer garis pantai yang berbatasan dengan Teluk Moro di Laut Sulawesi Utara, mengakibatkan kehancuran dan kematian masyarakat pesisir Kepulauan Sulu, Mindanao bagian selatan khususnya provinsi Sultan Kudarat dan Sarangani (sebelumnya bagian dari Cotabato Selatan), dan di Semenanjung Zamboanga termasuk Kota Zamboanga dan Kota Pagadian.[5] Ketinggian ombak maksimum mencapai 9 meter di Lebak, Mindanao di pulau itu; 4,3 meter di Alicia; 3 meter di Teluk Resa di pantai timur Basilan; dan di pulau Jolo dan Sacol.[6] Setidaknya 5.000 orang tewas akibat gempa bumi dan tsunami, dan ribuan lainnya masih hilang. Beberapa laporan mengatakan bahwa sebanyak 8.000 orang kehilangan nyawa mereka, dengan sembilan puluh persen kematian disebabkan oleh tsunami yang terjadi setelahnya. Setelah gempa utama, masyarakat tidak menyadari perlunya mengungsi ke tempat yang lebih tinggi; ketika tsunami melanda, tsunami menyeret sebagian besar korban ke laut. Berdasarkan penyelidikan di wilayah yang terkena dampak, dipastikan bahwa gelombang mencapai ketinggian 4 hingga 5 meter (13 hingga 16 kaki) ketika menghantam wilayah tersebut. Ada laporan aktivitas tsunami yang lemah sampai ke Jepang. Di Kota Zamboanga, 14 bangunan rusak sebagian. Kota ini terhindar dari kerusakan parah akibat tsunami yang dipicu gempa bumi ini karena Pulau Basilan dan Pulau Santa Cruz berfungsi sebagai penyangga dan pembelok gelombang.[5]
Lihat pula
Referensi
|