Benteng Tabanio
Benteng Tabanio (bahasa Inggris: Fort Tabanio) adalah bekas benteng historis sebagai pusat pertahanan militer Belanda yang terletak di Distrik Tabanio (sekarang Desa Tabanio), Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. SejarahPada abad ke-17 Tabanio merupakan sebuah kampung kecil di sekitar sungai Tabanio di pantai selatan Kalimantan. Kampung tersebut merupakan kawasan strategis dengan potensi ekonomi yang tinggi karena hasil lada, perikanan, dan tambang emas di daerah Pelaihari. Pada tanggal 6 Juli 1779 VOC membuat perjanjian dengan Sultan Banjar mengenai monopoli perdagangan. Pada pasal 7 perjanjian tersebut mengatur mengenai pembangunan benteng di Tabanio. Lalu mereka(VOC) membangun sebuah benteng yang berbentuk segi empat tidak beraturan di sekitar muara Sungai Tabanio. Masing-masing sudut benteng diperlengkapi dengan bastion yang berbangun bundar. Pintu gerbang menghadap ke laut. Tembok benteng terbilang cukup tinggi, yakni setinggi tubuh gapura.[1] Pada 1791, seorang insinyur Belanda, C. F. Reimer sebenarnya telah merancang sebuah desain benteng yang cukup besar di lokasi tersebut, namun sepertinya tidak direalisasikan.[2] Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang berkuasa antara tahun 1801-1818 suatu ketika memerintahkan untuk meninggalkan pos-pos perdagangan yang merugi di Kalimantan, termasuk di Tabanio. Pada tahun 1826 Sultan Adam dari Kesultanan Bandjar membuat kesepakatan dengan pemerintah Hindia Belanda di mana sultan menyerahkan daerah yang jarang penduduk di sekitar Tabanio. Kemudian benteng di Tabanio digunakan sebagai pusat pemerintahan sipil di daerah tersebut dan sekitarnya. Pada 1854 pemerintahan sipil dipindah dari Tabanio ke Pelaihari dan benteng tersebut kemudian ditinggalkan. Pelaihari berkembang menjadi wilayah penting saat itu karena adanya pertambangan batubara yang menghasilkan bahan bakar untuk kapal uap yang jumlahnya terus meningkat. Pada bulan Mei 1859 pemberontakan melawan Belanda meletus, yang kemudian disebut Perang Banjar (1859-1863). Sekelompok pejuang di bawah Kiai Demang Lehman, Kiaij Langlang (Kiai Langlang) dan Hadji Boeijasin (Haji Buyasin) menduduki benteng di Tabanio dan menghabisi pemegang pos di benteng tersebut. Kemudian Belanda merebut kembali benteng itu pada Agustus 1859. Lalu lima puluh prajurit dan dua meriam ditempatkan di benteng tersebut. Tabanio dijadikan basecamp untuk pengamanan area tersebut. Benteng Tabanio yang terdaftar sebagai benteng kelas 4 (untuk melawan musuh pribumi), kemudian dihapuskan dari daftar inventaris alat pertahanan Hindia Belanda.[2] Pejuang Perang Banjar di Benteng Tabanio
Lihat jugaReferensi
Pranala luar
|