Film ini berkisah tentang Siska (Christine Hakim) yang patah hati karena tunangannya membatalkan perkawinan mereka dan menikah dengan gadis lain.
Siska yang kehilangan semangat hidup memutuskan keluar dari pekerjaannya dan hidup menyendiri. Leo, sahabat Jhonny, kakak Siska, mendekatinya untuk memenangkan taruhan dengan teman-temannya untuk menaklukkan Siska. Leo yang ’Don Juan’ berhasil membangkitkan semangat hidup Siska yang sudah terlelap dalam apati dan beku bagaikan gunung es, tetapi ia sendiri benar-benar jatuh hati kepada gadis itu.
Kesalahpahaman terjadi di antara mereka, menyebabkan mereka tidak bisa bersatu. Lalu, muncul pula Helmi, seniman pegawai klub malam, seorang pemuda yang lincah, perayu, dan licik. Badai demi badai yang hitam pekat melanda hati Siska. Namun, memang badai akhirnya pasti berlalu.
Teguh Karya merasa terpaksa dalam pembuatan film Badai Pasti Berlalu. Ia kemudian menceritakannya pada Pikiran Rakyat bahwa ia
"... ingin nafas, dan balas budi dari film-film terdahulu yang kurang laku. Selain saya ingin memvisualkan sebuah novel ke dalam bahasa visual."[1]
Sempat terjadi konflik antara Teguh Karya dan komposer Erros Djarot. Teguh tidak menyetujui pilihan Erros terhadap Berlian Hutauruk untuk mengisi jalur suara film ini. Teguh menganggap suara Berlian melengking, dan ia bahkan berkata "Suara apa ini... seperti suara Kuntilanak"[7] dan bersikeras bahwa Anna Mathovani, dengan vokalnya yang lebih halus, lebih pas untuk menyanyi di film ini. Namun, saat Erros mengancam menarik diri dari semua proyek ilustrasi musik dalam film tersebut, Teguh akhirnya mengalah.[8]
Badai Pasti Berlalu menerima sejumlah penghargaan. Pada Festival Film Indonesia 1977 di Ujung Pandang, film ini meraih empat penghargaan Piala Citra, yaitu pada kategori Sinematografi Terbaik (Lukman Hakim Nain), Penyunting Gambar Terbaik (Tantra Surjadi), Tata Suara Terbaik (Suparman Sidik), dan Tata Musik Terbaik (Erros Djarot). Film ini juga menerima penghargaan Piala Antemas Festival Film Indonesia 1979 sebagai film Indonesia paling laris pada musim 1977–1978 dan film terlaris kedua di Jakarta,[10] dengan jumlah penonton 212.551 orang.[1]
Tabloid Bintang menganggap Badai Pasti Berlalu sebagai film Indonesia terbaik kelima sepanjang masa,[1] sementara Rolling Stone Indonesia memasukkan albumjalur suara film ini sebagai album Indonesia terbaik sepanjang masa.[11]