Abu ar-Rabi' Sulaiman al-Mustakfi Billah bin al-Hakim Biamrillah (bahasa Arab: أبو الربيع سليمان المستكفي بالله بن الحاكم بأمر الله) atau lebih dikenal dengan Al-Mustakfi II (lahir pada bulan Muharram 684 H wafat di Qush pada bulan Sya'ban 740 H/1340)[1] adalah seorang Khalifah Abbasiyah di Kairo, Mesir pada tahun 1302-1340.
Khalifah yang telah mempelajari beberapa ilmu ini dilantik menjadi khalifah pada bulan Jumadal Ula 701 H/1302, sesuai wasiat ayahnya. Namanya sering disebut-sebut dalam khutbah di Mesir maupun di Syam. Berita tentang pengangkatannya menyebar ke pelosok wilayah kekuasaan islam[1]
Peristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinannya
- Pada tahun 702 H, pasukan Bangsa Tatar menyerang Syam. Maka sultan bersama khalifah menyongsong mereka. Lalu berkecamuklah perang dan dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Pasukan Tartar tewas dalam jumlah yang sangat banyak, sisanya melarikan diri. Pada tahun ini juga terjadi gempa di Mesir yang menewaskan banyak warga karena tertimpa reruntuhan.[1]
- Pada tahun 704 H, gubernur Baybars al-Jasyankir al-Mansuri mengadakan sejumlah kegiatan dan pengajaran di masjid jami Al-Hakim. Ia merenovasi setelah bagian bangunannya rusak akibat gempa. Para hakim dari empat mazhab dijadikan pengajar fikih, sedangkan pengajaran hadis diserahkan kepada Sa'duddin al-Haritsi dan materi nahwu dipercayakan kepada Abu Hayyan.[1]
- Pada tahun 708 H, Sultan Malik an-Nasir Muhammad bin Qalawun menunaikan ibadah haji. Dengan diantar oleh sejumlah pejabat, ia berangkat dari Mesir pada bulan Ramadhan. Ia menolak diantar lebih jauh oleh mereka. Ketika sampai di kota Kurk dibentangkanlah jembatan penyeberangan untuknya. Ketika ia berada di tengah jembatan, ternyata jembatan tersebut runtuh. Tetapi ia selamat karena kuda yang dimilikinya melompat. Lima puluh orang pengawal yang berada di belakang sebagian besar berjatuhan ke jurang dan luka-luka. sedangkan empat orang pengawal meninggal dunia. Kemudian sultan menetap di kota Kurk. Ia menulis surat ke Mesir untuk memberitahukan bahwa secara sukarela dia mengundurkan diri dari jabatannya. Setelah hakim Mesir menyetujui pengunduran diri sultan maka ia mengabarkan tentang hal itu kepada hakim Damaskus. Lalu diangkatlah Baybar al-Jasyankir sebagai sultan pada 23 Syawal dengan gelar Malik Muzhaffar. Jabatan kesultanannya dikukuhkan oleh khalifah dengan memakaikan padanya pakaian kebesaran berwarna hitam dan serban yang dilingkarkan. Kabar ini disampaikan ke negeri Syam dalam lembar kertas berwarna hitam. Dalam suratnya ia mengawali tulisannya dengan kata-kata, Sesungguhnya ia dari Sulaiman dan bahwa ia diawali dengan Bismillahir-Rahmanir-Rahim[1]
- Pada bulan Rajab tahun 709 H, Malik an-Nasir kembali ke Mesir. Ia meminta agar kekuasaan yang pernah dilepaskan darinya diserahkan kembali kepadanya. Banyak penduduk yang menyatakan dukungan terhadap keinginannya itu. Ia datang ke Damaskus bulan Sya'ban dan kembali ke Mesir pada hari Idul Fitri, lalu naik ke atas benteng. Ketika ia datang, Baybars al-Muzhaffar yang sedang berada bersama orang-orangnya langsung ditangkap dan dibunuh.[1]
- Pada tahun yang sama (709 H), menteri mengumumkan agar orang-orang kafir ahli dzimmah (yang mendapat perlindungan) mengenakan serban warna putih dan diwajibkan bayar pajak kepada negara sebesar enam ratus ribu dinar setiap tahun, sebagai tambahan terhadap yang telah berlaku. Namun Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menolak kebijakan ini, sehingga kebijakan ini dibatalkan.[1]
- Pada tahun itu pula (709 H), Raja Tartar Kharband menampakkan akidah Syi'ah di negerinya. Dia menyuruh para khatib agar tidak menyebut sahabat Rasulullah ﷺ selain Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain serta ahli bait Rasul. Hal ini berlangsung sampai ia meinggal tahun 716 H. Setelah meninggal, anaknya yang bernama Abu Sa'id menggantikannya. Tindakan-tindakan Abu Sa'id tampak adil, dan menegakkan sunnah dengan mengucap kata-kata Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Dan ia juga berhasil meredam sejumlah gejolak. Dia raja Tartar terbaik dan penyebar keadilan. Kondisi ini berjalan sampai ia tutup usia tahun 730 H. Setelah Abu Sa'id meninggal, kerajaan Tartar tidak pernah disebut lagi akibat konflik internal yang sangat hebat[1]
- Pada tahun 710 H, Sungai Nil meluap. Banyak desa terendam air dan banyak warga yang tewas akibat banjir.[1]
- Pada tahun 714 H, Sungai Nil meluap lagi selama tiga setengah bulan sampai menimbulkan bencana begitu parah.[1]
- Pada tahun 728 H, atap dan pintu Masjidil Haram di Mekkah dibangun.
- Pada tahun 730 H, pembangunan masjid Jami oleh Qushum di luar Bab Zuwailah rampung. Di tempat itu salat Jum'at didirikan dengan dihadiri oleh sultan dan para petinggi dengan khatib yang biasa berkhutbah yakni hakim agung Jalaluddin al-Qazwini, dan setelahnya adalah Fakhruddin bin Syakr.[1]
- Pada tahun 733 H, sultan melarang penjualan anak panah ke masyarakat umum dan melarang tukang ramal membuka praktik ramal-meramal.[1]
- Pada tahun yang sama (733 H), sultan membuat pintu Ka'bah dari kayu abanus yang dilapisi pernak murni seberat 335.300 misqal. Sultan membuat pintu tersebut setelah pintu ka'bah roboh dan diambil oleh Bani Syaibah. Pada pintu pertama tercantum penguasa Yaman.[1]
- Pada tahun 736 H, khalifah ditangkap lalu dipenjarakan di sebuah benteng tanpa ada seorang pun yang menemui. Penangkapan terjadi setelah adanya perselisihan antara khalifah dengan sultan. Pada bulan Dzulhijjah tahun berikutnya, khalifah bersama keluarga dan anak-anaknya yang berjumlah sekitar seratus orang diasingkan ke kota Qush. Semua kebutuhannya disediakan oleh sultan. Khalifah al-Mustakfi tetap berada di kota tersebut sebagai buangan sampai menemui ajalya tahun 740 H. Dia dikuburkan di tempat tersebut. Saat meninggal ia berumur 50 tahun lebih.[1]
Komentar ulama terhadap Khalifah al-Mustakfi II
- Ibnu Hajar Al 'Asqalani dalam kitab ad-Durar al-Kaminah: Al-Mustakfi dikenal memiliki prilaku baik dan akhlak mulia, dermawan, indah tulisannya dan pemberani. Dia pandai main bola dan memanah. Dia selalu kumpul bersama para ulama dan ahli ilmu. Bahkan dalam beberapa hal dia mengungguli mereka. Sekalipun secara resmi al-Mustakfi diasingkan. tetapi para khatib tetap menyebut namanya dalam khutbah-khutbahnya. Di awal kekuasaannya, terjadi cinta kasih berlebihan antara dia dengan sultan. Mereka berdua sering keluar ke alun-alun untuk main bola. Bahkan banyak orang memandang mereka adalah dua orang bersaudara. Penyebab perselisihan antara mereka ialah adanya satu surat panggilan berisi tulisan yang menyebutkan bahwa khalifah meminta agar sultan hadir di majelis syari'ah (pengadilan), Khalifah marah karenanya. Kejadian ini menyebabkan sultan menangkap khalifah dan mengasingkannya ke kota Qush. Namun sultan tetap memberikan pelayanan terbaik kepada khalifah, bahkan lebih baik saat khalifah berada di Mesir.[1]
- Ibnu Fadhl dalam tulisan tentang biografi Khalifah al-Mustakfi memberi komentar bahwa Khalifah al-Mustakfi ucapannya indah dan sangat penyabar.[1]
Para tokoh yang wafat pada masa al-Mustakfi II
- Taqiyuddin Ibnu Daqiq al-Ied
- Zainuddin al-Fariqi, Syaikhnya mazhab syafi'i dan sesepuh Daru al-Hadits yang dipercaya menanganinya setelah an-Nawawi wafat, dan yang sesudahnya dipegang oleh orang yang sekapasitas dengannya yaitu Shadruddin bin Wakil
- Syaraf al-Fazzari
- Al-Hafidz Syarafuddin ad-Dimyathi
- Adh-Dhiya ath-Thusi, Penulis Syarh al-Hawi
- Syamsu as-Saruji, yang mensyarahi kitab Al-Hidayah di kalangan mazhab hanafi
- Imam Najmuddin bin Rif'ah, imam mazhab syafi'i pada masanya
- al-Hafidz Sa'duddin al-Haritsi
- Fahru at-Tauzi, ahli hadis Mekkah
- Rasyid bin Mu'allim, ulama besar mazhab hanafi
- Shadr bin Wakil, syaikhnya mazhab syafi'i
- Mikmal bin Syaraisyi
- At-Taj at-Tibrizi
- Fakhr bin Binti Abu Sa'ad
- Asy-Syams bin Izz, syaikhnya mazhab Hanafi
- Ar-Radhi ath-Thabari, Imam negeri Mekkah
- Safi Abu ats-Tsana
- Mahmud al-Armawi
- Syaikh Nuruddin Bakri
- Alla bin ath-Thar, murid an-Nawawi
- Asy-Syams al-Asbahani, pengarang kitab Tafsir, Mukhtashar Ibnu Hajib, Syarh Tajrid,
- Taqi ash-Shaigh, ahli qira'at, penutup para syaikh ahli qira'at
- Syihab Mahmud, syaikhnya para penakar pembuat dosa
- Jamal bin Muthahhir, Imam kaum Syi'ah
- Al-Kamal bin Qadhi Syuhbah
- Najm al-Qammuli, pengarang al-Jawahir dan bait-bait syair.
- Kamal az-Zamkalani
- Ibnu Taimiyah
- Ibnu Jabarah, penulis syarah kitab asy-Syathibiyah
- An-Najm al-Balisi, penulis syarah kitab at-Tanbih
- Burhan al-Fazzari, syaikh mazhab Syafi'i
- Al-Fakhr at-Turkamani, ulama kalangan mazhab Hanafi, penulis Syarh Jami al-Kabir
- Malik al-Muayid, penguasa kota Hamat yang mempunyai banyak karangan, diantaranya Nazham al-Hawi
- Syaikh Yaqut al-Arsyi, murid Abu al-Abbas al-Mursi
- Al-Badar bin Jama'ah
- Al-Fath bin Sayyidun Nas
- Quthub al-Halbi
- Zain al-Kattani
- Al-Qadhi Muhyiddin bin Fadhlullah
- Zain bin al-Murahhil
- Asy-Syaraf bin al-Baziri
- Jalal al-Qazwaini
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p As-Suyuthi, Jalaluddin (2013). Rekam Jejak Para Khalifah Berdasarkan Riwayat Hadits. as@-prima pustaka, Jakarta. ISBN 978-602-14145-2-1. Halaman 628, 629, 630, 631, 632.
|
---|
Pendiri | |
---|
Khalifah di Bagdad | |
---|
Khalifah di Kairo | |
---|
Wilayah penting | |
---|
Tokoh lainnya | |
---|
Lain-lain | |
---|
|