Al-Khansa
Tumāḍir binti Amru bin al-Ḥarth bin al-Sharīd al-Sulamīyah (575-645) (bahasa Arab: تماضر بنت عمرو بن الحرث بن الشريد السُلمية) atau dikenal luas dengan nama Al-Khansa (bahasa Arab: الخنساء, har. 'kijang') adalah penyair Arab abad ketujuh. Al-Khansa lahir dan besar di wilayah Najd (wilayah tengah dari Arab Saudi saat ini). Pada awalnya ia bersebrangan dengan nabi Islam Muhammad, tetapi kemudian memeluk Islam.[1] Pada masanya, penyair wanita hanya menyairkan elegi tentang kematian dan melantunkan untuk suku dihadapan khalayak umum. Al-Khansa mendapatkan ketenaran dan pengakuan dari khalayak umum dengan elegi untuk saudara laki-lakinya, Sakhr dan Muawiyah yang tewas dalam pertempuran. Ia dikenal sebagai penyair wanita terbaik dalam literatur sastra Arab. KeluargaAl-Khansa terlahir dalam keluarga kaya di Najd pada tahun 575.[butuh rujukan] Khansa’ lahir sebagai perempuan.[2] Nama lengkapnya adalah Tumadir bintu Amrin as-Syarib.[3] Sebagian pakar menyatakan bahwa nama asli Al-Khansa' adalah Tadamur binti Amru bin Tsarid Assulammy.[4] Khansa' dikenal sebagai seorang perempuan yang cantik dan pandai dari kalangan bangsa Arab. Ia dibesarkan di bagian utara Hijaz setelah melewati daerah Najed. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki bernama Muawiyah dan Shakhr. Khansa' menikah dengan seorang yang kaya raya dan mulia di kalangannya.[3] Khansa' memiliki empat orang anak laki-laki yang semuanya tewas di dalam medan perang.[5] Nama-nama anaknya berurutan ialah Yazīd, Muʿāwiyah, ʿAmr, dan ʿAmrah.[butuh rujukan] KehidupanMasa JahiliahPada masa jahiliah, Al-Khansa merupakan seorang penyair dari kalangan perempuan bangsa Arab. Hampir seluruh syair buatannya merupakan ungkapan ratapan. Gubahan sastra Arab dalam syair-syair buatan Al-Khansa ditujukan untuk mengenang kematian dua saudara laki-lakinya. Namanya adalah Mu’awiyah dan Sakhr.[6] Mu'awiyah terbunuh pada tahun 612 M oleh anggota dari suku lain. Lalu Khansa' meminta Sakhr untuk membalas dendam, tetapi saudaranya ini pun terluka dan meninggal satu tahun kemudian.[7] Puisi-puisi duka yang dibuatnya untuk Shakhr berkaitan dengan kisah kematiannya akibat menolong Al-Khansa dalam kesulitan dan musibah yang dialaminya bersama suaminya. Al-Khansa menerima separuh harta dari saudaranya ini karena suaminya mengalami kebangkrutan. Namun suaminya menggunakan dan menghabiskan harta yang diberikan kepadanya oleh Shakhr. Al-Khansa' kemudian menemui Shakhr lagi dan Shakhr kembali menolongnya. Hal ini berulang terus hingga kematian saudaranya. Al-Khansa' teringat dengan pertolongan Shakhr kepadanya semasa hidupnya sehingga ia terus merasakan kesedihan yang mendalam atas kematian saudaranya ini.[3] Ia melantukan puisi-puisinya terutama di pasar yang terletak di Ukaz.[8] Masa keislamanAl-Khansa menjadi salah satu perempuan yang menjadi Sahabat Nabi.[9] Puisi-puisi yang dilantukan oleh Al-Khansa juga terkenal pada masa keislamannya.[10] Al-Khansa memanfaatkan syair-syair yang dibuatnya untuk meningkatkan semangat kaum muslimin.[11] Pada Pertempuran Yarmuk yang dipimpin oleh Khalid bin Walid sebagai panglima, Al-Khansa berperan sebagai pasukan barisan belakang bersama dengan wanita lainnya. Mereka diberikan pedang, kayu dan batu sebagai senjata untuk menghalau pasukan musuh yang melarikan diri dari medan perang.[12] Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab tahun 14 Hijriah, pasukan kaum muslimin disiapkan untuk bertempur menghadapi pasukan Kekaisaran Persia. Sebanyak 41 ribu pasukan dai kaum muslimin dikerahkan. Dalam pertempuran ini, kaum wanita ditugaskan untuk merawat pasukan dan meningkatkan semangat mereka.[13] Pertempuan Qadisiyyah berakhir dengan kematian keempat putra Al-Khansa dalam keadaan syahid. Mereka tewas bersama dengan sekitar 7 ribu syuhada lainnya.[14] Setelah pertempuran berakhir dengan kemenangan umat muslim. Al-Khansa kembali bersama mereka tanpa membawa mayat-mayat dari putra-putranya. Setelah tiba di Madinah, Al-Khansa digelari dengan ibu para syuhada sebagai penghormatan atas dirinya.[14] Peran pentingAl-Khansa' dikenal sebagai orang pertama yang menggunakan terminologi politik di dalam syair. Ia menggunakannya untuk menyampaikan kondisi politik di masa hidupnya. Ia pertama kali menggunakannya ketika terjadi perang antara kabilahnya dengan kabilah Sahar.[4] KeahlianSeorang penyair Arab kontemporer bernama Al-Nābighah al-Dhubyānī mengemukakan bahwa Al-Khansa adalah penyair terbaik dari kalangan jin dan manusia.[15] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luar |