Yayasan Jantung Indonesia
Yayasan Jantung Indonesia (Inggris: Indonesian Heart Foundation) adalah lembaga nirlaba yang fokus kepada peningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya pencegahan Penyakit Jantung dan Pembuluh darah melalui pemasyarakatan Panca Usaha Jantung Sehat ProfilSejarah Yayasan membawa kita kembali ke tahun 1974 ketika anak perempuan berusia 10 tahun yang bernama Dewi Sartika menjalani operasi jantung untuk menyelamatkan nyawannya yang sepenuhnya dibiayai dari sumbangan masyarakat. Dari peristiwa itulah Yayasan Jantung Indonesia Dewi Sartika didirikan pada 4 Oktober 1974 dengan tujuan utama membantu operasi Jantung dari keluarga tidak mampu. Pada tahun 1978 Yayasan Jantung Indonesia Dewi Sartika masuk sebagai anggota Federasi Jantung Sedunia, dan dengan semakin aktifnya Yayasan di tingkat Nasional maka pada 9 November 1981 Yayasan Jantung Indonesia Dewi Sartika berubah menjadi Yayasan Jantung Indonesia. Program
Badan - Badan Pelaksana
Jaringan OperasionalYayasan Jantung Indonesia memiliki 29 kantor cabang utama (data tahun 2016), 54 cabang dan Pertumbuhan Klub Jantung Sehat, yang hingga saat ini telah berjumlah lebih dari 3700 klub (data tahun 2009) yang tersebar di seluruh indonesia.
Sejarah Gagasan Berdirinya YayasanPada Kongres Ilmiah Kardiologi Nasional yang pertama pada tanggal 10-12 Agustus 1974 di Taman Ismail Marzuki Cikini Jakarta, dikemukakan kasus penyakit jantung Dewi Sartika gadis cilik berusia 9 tahun, putri seorang karyawan PJKA, yang kurang mampu. Para dokter peserta konperensi memutuskan untuk segera mengatasinya dengan alat pacu jantung, sebab penggunaan obat-obatan sudah tidak memberikan manfaat. Alat tersebut disamping harganya mahal, juga harus didatangkan dari luar negeri. Muncul gagasan untuk mengetuk hati masyarakat Indonesia, dengan perantaraan mass-media. Diperlukan bantuan dana untuk pembelian alat pacu jantung bagi Dewi Sartika. Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Prof. G.A. Siwabessy dan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menyarankan agar dibentuk badan sosial yang menangani masalahmasalah penyakit jantung, dan bagaimana dapat diwujudkan pemberian layanan yang sama bagi penderita penyakit jantung baik dari kalangan mampu maupun tidak mampu. Kasus tersebut menjadi perhatian dan ekspose wartawan berhasil menggugah hati masyarakat untuk memberikan bantuan melalui mass media. Kemudian melalui Humas Departemen Kesehatan berita tersebut disebarluaskan ke seluruh Indonesia. Akhirnya terkumpullah bantuan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tukang sapu, para dokter kardiologi hingga murid-murid sekolah. Dana yang diperoleh melebihi harga sebuah alat pacu jantung. Dalam gelora kisah kemanusiaan ini, timbul gagasan dan kongres akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa dirasakan perlu adanya satu lembaga bertingkat nasional yang bertujuan membantu para penderita penyakit jantung dari kalangann kurang mampu. Lima ahli kardiologi terkemuka yaitu (alm.) Dr. Sukaman, (alm.) Dr. Loetfi Oesman, Dr. Lily Ismudiati Rilantono, Dr. Dede Kusmana, dan Dr. Boerman mengambil inisiatif mendirikan sebuah yayasan. Atas persetujuan orang tua gadis di atas, organisasi nirlaba ini dinamakan Yayasan Jantung Indonesia Dewi Sartika, berdiri pada tanggal 4 Oktober 1974 dengan modal Rp. 3.081.000,- melalui akta notaris Soeleman Ardjasasmita. Kegiatan InternasionalDalam peranannya didunia internasional Yayasan Jantung Indonesia adalah pemrakarsa berdirinya Asean Federation of Heart Foundation dan Asia Pacific Heart Network serta turut aktif dalam berbagai kegiatan internasional Federasi Jantung Sedunia seperti ; rangkaian acara Hari Jantung Sedunia dan Go Red for Women untuk mengingatkan kaum perempuan akan bahaya penyakit jantung dan pembuluh darah yang juga dilaksanakan di beberapa negara. Yayasan Jantung Indonesia turut membantu WHO untuk menanggulangi masalah rokok sebagai faktor risiko, antara lain dalam kegiatan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA). berupa pawai obor beranting keliling Asia termasuk Indonesia. Kegiatan Hari Tanpa Rokok Sedunia sebagai salah satu program WHO, Pranala luar |