Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Veganisme

Veganisme
photographphotograph
photographphotograph
Searah jarum jam dari kiri: tahu campur, pizza kedelai,
kue mangkok vegan, dan makizushi
DeskripsiMenghindari pengonsumsian produk hewan
Pendukung awalRoger Crab (1621–1680)
James Pierrepont Greaves (1777–1842)
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Amos Bronson Alcott (1799–1888)
Donald Watson (1910–2005)
H. Jay Dinshah (1933–2000)
Asal istilahNovember 1944, dengan pendirian British Vegan Society
Vegan terkenal
Daftar vegan

Veganisme adalah sebuah filosofi dan gaya hidup yang peduli dan mempraktikkan kehidupan tanpa segala bentuk eksploitasi hewan, baik itu penolakan untuk mengonsumsi hewan untuk makanan, pakaian, serta penolakan uji coba pada hewan. Orang-orang yang mempraktikkan gaya hidup Veganisme disebut dengan Vegan.

Sejarah

Vegan merupakan bentuk yang lebih radikal dari vegetarian.[1] Istilah veganisme dikemukakan pertama kali pada 1944 oleh Donald Watson, seorang advokat asal Inggris yang fokus pada hak-hak hewan dan juga seorang pendiri The Vegan Society.[2] Jauh sebelum abad ke-20, konsep menghindari konsumsi daging sudah ada sejak berkembangnya peradaban masyarakat India kuno dan Mediterania Timur.[1] Dalam budaya India sendiri, praktik anti kekerasan atau disebut ahimsa mengisyaratkan adanya gagasan kehidupan tanpa daging.[3]

Nama vegan diambil dari beberapa huruf dari istilah "vegetarian" menjadi "vegan."[4] Pada dasarnya perbedaan vegetarian dengan vegan terletak pada konsep menu makanannya, karena vegetarian selain mengonsumsi produk nabati, juga masih mempertimbangkan makanan yang bersumber dari produk susu dan telur.[5] Salah satu pengikut veganisme paling awal adalah penyair Arab Al-Maʿarri (973-1057) yang pada masanya meninggalkan produk hewani untuk membantu kesehatannya dan karena faktor kepercayaannya akan perpindahan jiwa dan kesejahteraan hewan.[6]

Gelombang veganisme modern dimulai pada tahun 1951 oleh The Vegan Society sebagai gerakan edukasi pola makan yang kemudian berubah menjadi kelompok pembela hak-hak binatang. Mereka yang mengidentifikasi diri sebagai seorang vegan biasanya memiliki tujuan untuk menghindari tindakan eksploitasi binatang dalam semua aspek kehidupannya.[6]

Asupan nutrisi

Pola makan vegan mengecualikan semua asupan makanan yang bersumber dari hewan dan produk olahannya seperti daging, unggas, ikan, makanan laut, susu, telur,[7] mayones dan madu,[8] serta produk sampingannya seperti mentega, kasein, rennet dan laktoserum (whey).[9] Mereka hanya memakan makanan yang berasal dari tumbuhan seperti buah-buahan, sayuran, biji (biji chia, biji rami, labu, bunga matahari, wijen), biji padi-padian (gandum, oat, beras, jali, jagung, kinoa), kacang-kacangan (kacang hijau, buncis, edamame dan lentil) dan kacang pohon (kenari, macadamia, pekan). Pola makan vegan juga tidak membatasi makan makanan olahan selama tidak mengandung bahan yang berasal dari hewan.[10]

Pola makan vegan secara keseluruhan menyehatkan, tetapi menghindari protein hewani dapat mengalami risiko kekurangan sejumlah nutrisi seperti protein, asam lemak omega-3[8] kalsium, vitamin B12, vitamin D, kalium, seng, vitamin B2 dan yodium.[11] Protein diperlukan untuk menggerakkan semua reaksi kimia di dalam tubuh, asam lemak omega-3 digunakan untuk menjaga sel-sel tetap sehat, sementara kalsium membantu memperkuat tulang dan gigi. Namun sebagian besar nutrisi tersebut dapat diganti dengan nutrisi yang terdapat pada makanan berbasis nabati. Kebutuhan tubuh akan protein dapat diganti dengan mengonsumsi kedelai, kinoa, dan sebagainya. Asam lemak omega-3 dapat ditemukan pada biji rami dan suplemen nabati. Kalsium bisa didapat dari susu kedelai, almon, dan brokoli.[8]

Zat besi berperan penting dalam produksi sel darah merah agar dapat membantu membawa oksigen ke seluruh tubuh. Zat besi yang ditemukan dalam sumber non-daging seperti pada kismis, gandum, tahu, maupun kacang-kacangan lebih sulit untuk dicerna. Untuk itu harus disertai dengan makanan yang mengandung Vitamin seperti jeruk dan brokoli karena dapat membantu tubuh menyerap zat besi.[12]

Makanan pengganti

Menjadi vegan berarti seseorang harus menghindari semua makanan yang bersumber dari daging atau produk olahannya dari daftar menu hariannya, untuk kemudian beralih ke jenis makanan lain yang dapat menjadi menu pengganti. Ahli gizi telah memberikan rekomendasi makanan pengganti yang bisa memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, diantaranya adalah:[13]

Manfaat

Seseorang yang mengubah gaya hidupnya menjadi vegan didorong karena berbagai alasan. Biasanya karena alasan etika, ingin melindungi lingkungan, atau juga dari segi kesehatan tubuh.[8]

Kesehatan

Sebuah tinjauan dari 12 uji coba terkontrol yang melibatkan total 1.151 relawan mengungkapkan bahwa mereka yang menjalani pola makan nabati selama kurang lebih 18 minggu mengalami kehilangan berat badan secara signifikan lebih banyak, sekitar 4,5 pon atau 2 kg dibanding mereka yang menjalani pola makan non-nabati.[2]

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pola makan nabati seperti veganisme dapat menurunkan risiko dan mengurangi gejala penyakit kronis tertentu, seperti penyakit jantung, kanker, memperlambat atau mencegah penurunan daya ingat, penyakit alzheimer pada orang dewasa dan diabetes. Salah satu penelitian di Amerika Serikat dengan lebih dari 200.000 relawan mengungkapkan bahwa mereka yang melakukan pola makan nabati berupa sayuran, buah-buahan, serealia utuh, kacang-kacangan (legumes) dan kacang pohon (nuts) memiliki risiko yang jauh lebih rendah terkena penyakit jantung daripada mereka yang tidak mengikuti aturan pola makan tersebut.[15]

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Loma Linda kepada 69.120 partisipan menunjukkan hasil bahwa pola makan vegan berkaitan dengan penurunan risiko kanker, terutama kanker khusus wanita.[16]. Sementara itu, hasil dari penelitian lain kepada lebih dari 31.104 partisipan menyatakan bahwa bahwa mengonsumsi buah dan sayuran dengan porsi yang lebih banyak dapat menyebabkan pengurangan 20% risiko demensia (penurunan daya ingat atau cara berpikir).[17]

Pola makan nabati juga telah terbukti dapat mengurangi kadar gula darah (HbA1c) pada penderita diabetes melitus tipe 2.[18] Disebutkan bahwa hampir 50% pola makan nabati (vegan dan lacto-ovo vegetarian) berpengaruh terhadap pengurangan risiko diabetes tipe 2 jika dibandingkan dengan diet non-vegetarian.[19]

Lingkungan

Orang yang mengikuti pola makan nabati cenderung memiliki jejak lingkungan yang lebih kecil. Menurut penelitian, pola makan nabati yang berkelanjutan dapat berpengaruh terhadap pengurangan 70% emisi gas rumah kaca dan penggunaan lahan serta menghemat penggunaan air 50% lebih sedikit.[20]

Referensi

  1. ^ a b Suddath, Claire (30 Oktober 2008). "A Brief History of Veganism". Time (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-23. 
  2. ^ a b Piccoli, Giorgina Barbara (2015). "Low-protein diets in CKD: how can we achieve them? A narrative, pragmatic review" (PDF). Clinical Kidney Journal. 8 (1): 62. 
  3. ^ Pritchett, Liam (5 November 2020). "History Lesson: Where Do Vegans Come From?". LIVEKINDLY (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-23. 
  4. ^ "Where Did The Word "Vegan" Come From?". Dictionary.com (dalam bahasa Inggris). 28 Januari 2012. Diakses tanggal 2022-01-23. 
  5. ^ Staff, Mayo Clinic (20 Agustus 2020). "Vegetarian diet: How to get the best nutrition". Mayo Clinic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-23. 
  6. ^ a b Gordon, Elie (14 Januari 2021). "Reminder: The Roots Of Veganism Aren't White". Atmos (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-24. 
  7. ^ Henderson, Lily. "Should we be ditching meat and dairy?". Heart Foundation NZ (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-24. 
  8. ^ a b c d Watson, Stephanie (6 September 2021). "Vegan Diet: Foods, Benefits & More". WebMD (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-25. 
  9. ^ Oliver, Laura Michele (27 Desember 2018). "What Foods Do Vegans Avoid?". Healthy Eating | SF Gate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-25. 
  10. ^ Kate, Kate (26 Februari 2018). "What Vegans Can't and Can Eat? A List of Foods & Substitutes". The Green Loot (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-25. 
  11. ^ Bakaloudi, Dimitra Rafailia (2021). "Intake and adequacy of the vegan diet. A systematic review of the evidence". Clinical Nutrition. 40 (5): 1. 
  12. ^ "Vegan Diet: How to Get the Nutrients You Need". familydoctor.org (dalam bahasa Inggris). 31 Juli 2020. Diakses tanggal 2022-01-25. 
  13. ^ a b c d Chakravorty, Joyeeta (1 November 2020). "These easy food substitutes can help you turn vegan with ease - Times of India". The Times of India (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-24. 
  14. ^ a b c James, Meredith. "What Can't Vegans Eat: Essential Vegan Food Rules". TofuBud (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-25. 
  15. ^ Satija, Ambika; Bhupathiraju, Shilpa N. (2018). "Healthful and unhealthful plant-based diets and the risk of coronary heart disease in US adults" (PDF). Journal of the American College of Cardiology. 70 (4): 9–10. doi:10.1016/j.jacc.2017.05.047. 
  16. ^ Bartley, Yessenia Tantamango (2013). "Vegetarian Diets and The Incidence of Cancer In A Low-Risk Population" (PDF). Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 22 (2): 7. doi:10.1158/1055-9965. 
  17. ^ Jiang, Xian; Huang, Jiang (2017). "Increased Consumption of Fruit and Vegetables Is Related to a Reduced Risk of Cognitive Impairment and Dementia: Meta-Analysis" (PDF). Aging Neuroscience. 9 (18): 9. doi:10.3389/fnagi.2017.00018. 
  18. ^ Yokoyama, Yoko; Barnard, Neal D.; Watanabe, Mitsuhiro (2014). "Vegetarian diets and glycemic control in diabetes: a systematic review and meta-analysis" (PDF). Cardiovascular Diagnosis and Therapy. 4 (5): 380. doi:10.3978/j.issn.2223-3652.2014.10.04. 
  19. ^ Tonstad, Serena; Butler, Terry (2009). "Type of Vegetarian Diet, Body Weight, and Prevalence of Type 2 Diabetes" (PDF). Diabetes Care. 32 (5): 794. doi:10.2337/dc08-1886. 
  20. ^ Aleksandrowicz, Lukasz (2016). "The Impacts of Dietary Change on Greenhouse Gas Emissions, Land Use, Water Use, and Health: A Systematic Review" (PDF). PLOS ONE. 11 (11): 7. doi:10.1371/journal.pone.0165797. 

Lihat pula

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya