Transportasi di Malang Raya terdiri dari transportasidarat dan udara. Kota Malang tidak memiliki transportasi air karena tidak memiliki laut dan sungai di Kota Malang terletak sangat dalam, jika dibanding dengan ketinggian tanah di sekitarnya.
Jalan raya
Jalan arteri
Kota Malang merupakan salah satu pusat transportasi darat yang terpenting di Jawa Timur bagian selatan, yaitu pertemuan dari sejumlah jalan raya yang menghubungkan Malang dengan kota-kota lainnya di Pulau Jawa.[1] Kota Malang terhubung dengan Jalan Nasional Rute 23 dengan rute Gempol-Kepanjen.[2] Kota Malang juga dihubungkan dengan beberapa jalan provinsi yang terhubung dengan Batu serta kota-kota lainnya di Jawa Timur, seperti Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Blitar, Kediri, dan kota lainnya di Pulau Jawa.[3]
Jalan tol
Jalan tol yang dalam waktu dekat segera terhubung dengan Kota Malang adalah ruas Pandaan-Malang yang terhubung dengan ruas Surabaya-Porong, Porong-Gempol, serta Gempol Pandaan yang akan menghubungkan Malang dengan Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur, serta Jawa Timur bagian utara dan wilayah Mataraman (Jawa Timur bagian barat). Ruas Tol Pandaan-Malang juga akan terhubung dengan ruas Gempol-Pasuruan[4] yang menghubungkan Malang atau Jawa Timur bagian selatan dengan wilayah Tapal Kuda di Jawa Timur. Ruas tol Pandaan-Malang juga akan menghubungkan Kota Malang dengan Bandara Abdul Rachman Saleh.[5]
Tol Pandaan-Malang akan beroperasi secara fungsional untuk lebaran2018 nanti.[6][7][8] Tol ini akan beroperasi fungsional sejauh 30 km dari Pandaan hingga Karanglo.[9]
Sampai tahun 2014, beberapa titik di dalam Kota Malang terhubung dengan 25 trayek angkutan kota (biasa disebut mikrolet). Unit kendaraan yang umum digunakan berupa produk Damitsu (Daihatsu, Mitsubishi, Suzuki) berkapasitas dua belas penumpang. Namun hampir sebagian besar unit menggunakan kendaraan Suzuki Carry. Setiap jalur mempunyai kode trayek seperti kode alfabetik, kode warna kendaraan dan kode strip warna tersendiri.
Seluruh unit angkutan kota memiliki kode warna yang seragam, yaitu bodi kendaraan berwarna biru tua. Hal tersebut bertujuan untuk membedakan unit angkutan kota dengan angkutan pedesaan. Sedangkan penjenamaan kode alfabetik menggunakan singkatan dari nama lintasan terminal, misalnya Arjosari (A), Landungsari (L), Gadang (G), Hamid Rusdi (H), dsb. Beberapa trayek bahkan memiliki identitas tambahan dengan menggunakan strip garis, misalnya trayek menggunakan strip garis warna jingga, trayek menggunakan strip garis warna putih, trayek menggunakan strip garis warna putih-merah, dsb.
Terdapat sekitar 25 trayek angkota di Kota Malang. Tidak semua angkota di Malang beroperasi 24 jam hanya angkot yang melewati jalur tengah saja yang melayani penumpang 24 jam seperti angkot AG dan GA (Arjosari-Gadang) via alun-alun. Sejak penyesuaian subsidi BBM, mulai bulan Mei Tahun 2015, tarif angkota di Kota Malang ini (sesuai Peraturan Wali kota Malang No. 6 Tahun 2015 tentang Tarip Angkutan) sebesar Rp4.000,00 (untuk umum) dan Rp 2.000,00 (untuk pelajar).[10] Meskipun demikian, terkadang ada keluhan penarikan tarif angkot antara Rp10.000—15.000,00.[11]
Berikut merupakan data stastistik jumlah unit angkutan kota yang beroperasi di Kota Malang pada tahun 2014, 2017 dan 2020.[12][13][14]
Untuk jalur bus, Terminal Arjosari yang merupakan terminal terbesar di Malang melayani rute ke seluruh jurusan kota-kota utama di pulau Jawa, Bali, NTB dan Sumatra baik kelas ekonomi, Bisnis maupun eksekutif. Untuk pemberangkatan tujuan luar kota Malang terminal Arjosari tidak siaga 24 jam. Pemberangkatan bus terakhir ke Surabaya habis pukul 22.30 WIB dan Baru ada pagi hari pukul 03.00 WIB. Sedangkan untuk kedatangan bus dari luar kota ke Arjosari siaga 24 jam. Terminal Arjosari relatif aman dari calo yang sering memaksa penumpang. Saat ini biaya peron/jasa ruang tunggu Terminal Arjosari telah dihapuskan (gratis).Terminal Gadang melayani rute Malang-Lumajang, Malang-Blitar-Tulungagung-Trenggalek. Namun, saat ini keberadaan Terminal Gadang telah digantikan oleh Terminal Hamid Rusdi yang terletak kurang lebih 2 KM di sebelah timur Terminal Gadang. Sedangkan Terminal Landungsari melayani rute Malang-Kediri, Malang-Jombang dan Malang-Tuban.
Adapun 2 sub terminal lainnya adalah Sub-Terminal Madyopuro di bagian timur Kota Malang, tepatnya di daerah Madyopuro (dekat Sawojajar) dan Sub-Terminal Mulyorejo yang terlatak di sebelah barat daya Kota Malang, tepatnya di daerah Mulyorejo Kecamatan Sukun. Terminal tersebut hanya disinggahi oleh angkutan kota.
Kereta api
Kota Malang dilalui jalur kereta api percabangan Kertosono–Bangil dari lintas selatan, tengah, dan timur Pulau Jawa. Tiga stasiun kereta api aktif yang melayani wilayah Kota Malang maupun Malang Raya, yakni Stasiun Malang atau Stasiun Kotabaru terletak di pusat kota Malang yang merupakan stasiun utama di wilayah Malang Raya melayani layanan kereta api antarkota dari berbagai kelas maupun lokal Commuter Line dan berperan sebagai stasiun ujung dari kedua jalur kereta api percabangan seperti Kertosono–Malang di lintas selatan serta tengah maupun Bangil–Malang di lintas timur Pulau Jawa. Stasiun penting lainnya adalah Stasiun Malang Kotalama di Kecamatan Sukun yang merupakan stasiun kedua di wilayah tersebut melayani beberapa layanan kereta api antarkota maupun lokal dan stasiun ini terletak di selatan Kota Malang. Stasiun terakhir di Kota Malang adalah Stasiun Blimbing terletak di Kecamatan Blimbing hanya melayani kereta api lokal Commuter Line dan stasiun terkecil diantara kedua stasiun utama (Malang dan Malang Kotalama).
Pesawat udara
Kota Malang dan seluruh kawasan Malang Raya dilayani oleh sebuah bandar udara yang bernama Bandar Udara Abdul Rachman Saleh[15] yang lokasinya berada di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Bandara Abdul Rachman Saleh menghubungkan Malang dengan kota-kota lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Denpasar, Makassar, dan sebagainya. Bandara Abdul Rachman Saleh juga menjadi bandara terbesar kedua di Jawa Timur setelah Bandara Juanda di Surabaya. Bandara ini mulai berkembang sejak peristiwa Lumpur Lapindo yang menghambat perjalanan dari Malang ke Bandara Juanda. Sebelumnya bandara ini adalah bandara militer yang sesekali digunakan untuk kegiatan tertentu, seperti balap mobil drag race yang memerlukan lintasan yang panjang. Rencananya, Bandara Abdul Rachman Saleh akan ditingkatkan statusnya menjadi bandara internasional serta memperpanjang landasan pacu bandara.[16][17]
Saat ini, Bandara Abdurrahman Saleh telah terhubung dengan Jalan Tol Pandaan–Malang. Pintu tol terdekat dari bandara ini adalah GT Pakis.
Wacana pengembangan angkutan massal cepat
Pemerintah kota Malang tengah merencanakan pembangunan sistem transportasi massal dalam kota berbasis rel dalam bentuk monorel dan kereta gantung gondola.[18] Beberapa pengamat transportasi dari perguruan tinggi di Malang menilai wacana pembangunan kereta gantung gondola tidak cocok menjadi alat transportasi massal di Malang karena tidak sesuai dengan mobilitas masyarakat setempat yang tinggi serta pertimbangan aspek keamanan dan keselamatanpenumpang sehingga saat ini Pemerintah Kota Malang fokus mematangkan wacana pembangunan monorel yang telah mendapat sambutan dari masyarakat Kota Malang dalam mengatasi kemacetan yang terjadi di jalan-jalan protokol Kota Malang.[19][20][21] Rencananya, monorel tersebut akan diletakkan di depan Stasiun Malang. Dari sana, monorel itu nantinya akan menjangkau pusat pendidikan, mal, dan rumah sakit.[22]