Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Teori segala sesuatu

Teori segala sesuatu (bahasa Inggris: theory of everything: ToE), teori final, teori akhir, atau teori master adalah suatu hipotesis tunggal, yang meliputi semua kerangka fisika teori koheren yang sepenuhnya menjelaskan dan menghubungkan semua aspek fisik dari alam semesta.[1]:6 Menemukan ToE adalah salah satu masalah yang belum terpecahkan dalam fisika. Selama beberapa abad terakhir, dua kerangka teoretis telah dikembangkan, yang secara keseluruhan, sangat mirip dengan ToE. Kedua teori ini, dimana semua fisika modern berada diatasnya, adalah relativitas umum (GR) dan teori medan kuantum (QFT). Relativitas umum adalah kerangka teoritis yang hanya berfokus pada gravitasi untuk memahami alam semesta di wilayah-wilayah dari skala besar dan massa tinggi: bintang, galaksi, kelompok galaksi, dan lain-lain. Di sisi lain, teori medan kuantum adalah kerangka teoritis yang hanya berfokus pada tiga gaya non-gravitasi untuk memahami alam semesta di daerah-daerah skala kecil dan massa rendah: partikel sub-atom, atom, molekul, dan lain-lain. Teori medan kuantum berhasil menerapkan Model Standar dan menyatukan interaksi (yang disebut Grand Unified Theory) di antara tiga gaya non-gravitasi: gaya lemah, gaya kuat, dan gaya elektromagnetik.[2]:122

Selama bertahun-tahun penelitian, fisikawan telah melakukan eksperimen dengan akurasi yang luar biasa hampir pada setiap prediksi yang dibuat oleh kedua teori ini ketika mereka diterapkan pada domain penerapan yang sesuai. Sesuai dengan temuan mereka, para ilmuwan juga mengetahui bahwa relativitas umum dan teori medan kuantum, yang saat ini mereka rumuskan, saling tidak kompatibel—keduanya tidak mungkin sama-sama benar. Karena biasanya domain penerapan relativitas umum dan teori medan kuantum sangat berbeda, kebanyakan situasi mengharuskan hanya satu dari dua teori ini yang digunakan.[3][4]:842–844 Ketidakcocokan antara relativitas umum dan teori medan kuantum tampaknya hanya menjadi masalah di daerah dengan skala sangat kecil atau sangat tinggi, seperti yang terdapat di dalam lubang hitam atau pada tahap awal alam semesta (yaitu sesaat setelah Dentuman Besar). Untuk mengatasi konflik ini, harus ditemukan suatu kerangka teoretis yang mengungkapkan kenyataan mendasar secara mendalam. Pemersatu gravitasi dengan tiga interaksi lainnya, untuk memadukan secara harmonis bidang-bidang relativitas umum dan teori medan kuantum ke dalam suatu keseluruhan yang mulus: sebuah teori tunggal yang pada prinsipnya mampu menggambarkan semua fenomena. Dalam mengejar tujuan ini, gravitasi kuantum telah menjadi area penelitian aktif.

Pada akhirnya ada suatu kerangka penjelasan, yang disebut "teori dawai", yang kemunculanya dimaksudkan untuk menjadi teori utama alam semesta. Teori dawai mengemukakan bahwa pada awal alam semesta (antara detik ke-0 dentuman besar hingga 10−43 detik setelah dentuman besar), empat gaya fundamental pernah menyatu menjadi satu gaya fundamental. Menurut teori dawai, setiap partikel di alam semesta, pada tingkat yang paling mikroskopik (Panjang Planck), terdiri dari berbagai kombinasi dawai bergetar (atau helai) yang masing-masing memiliki pola getaran tersendiri. Teori dawai selanjutnya mengklaim bahwa melalui pola osilasi khusus dari dawai, sebuah partikel massa dan muatan gaya yang unik terbentuk (artinya, elektron adalah jenis dawai yang bergetar satu arah, sedangkan up-quark adalah jenis string yang bergetar dengan cara lain, dan sebagainya).

Awalnya, istilah teori segala sesuatu digunakan dalam konotasi ironis untuk merujuk pada berbagai teori yang terlalu umum. Misalnya, kakek dari Ijon Tichy – karakter dari sebuah episode cerita fiksi ilmiah tahun 1960-an karya Stanisław Lem – diketahui sedang bekerja pada "Teori Umum Segala Sesuatu". Fisikawan John Ellis diklaim[5] telah memperkenalkan istilah ini ke dalam literatur teknis dalam sebuah artikel di jurnal ilmiah Nature pada tahun 1986.[6] Seiring waktu, istilah tersebut sering digunakan dalam mempopulerkan penelitian fisika teoretis.

Pendahulu sejarah

Dari Yunani kuno hingga Einstein

Di zaman Yunani kuno, filsuf pra-Sokratik berspekulasi bahwa keragaman fenomena yang teramati disebabkan oleh satu jenis interaksi, yaitu gerakan dan tumbukan atom. Konsep 'atom', yang dikenalkan oleh Demokritus, adalah usaha filosofis awal untuk menyatukan semua fenomena yang teramati di alam.

Archimedes mungkin merupakan ilmuwan pertama yang diketahui telah menggambarkan alam dengan aksioma (atau prinsip) dan kemudian menyimpulkan hasil baru dari aksioma tersebut. Dengan demikian dia mencoba untuk menggambarkan "segalanya" mulai dari beberapa aksioma. Setiap "teori segala sesuatu" juga diharapkan memiliki dasar sebuah aksioma dan bisa menyimpulkan semua fenomena yang dapat diamati dari aksioma-aksioma tersebut.[7]:340

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Steven Weinberg. Dreams of a Final Theory: The Scientist's Search for the Ultimate Laws of Nature. Knopf Doubleday Publishing Group. ISBN 978-0-307-78786-6. 
  2. ^ Stephen W. Hawking (28 February 2006). The Theory of Everything: The Origin and Fate of the Universe. Phoenix Books; Special Anniv. ISBN 978-1-59777-508-3. 
  3. ^ Carlip, Steven (2001). "Quantum Gravity: a Progress Report". Reports on Progress in Physics. 64 (8): 885. arXiv:gr-qc/0108040alt=Dapat diakses gratis. Bibcode:2001RPPh...64..885C. doi:10.1088/0034-4885/64/8/301. 
  4. ^ Susanna Hornig Priest (14 July 2010). Encyclopedia of Science and Technology Communication. SAGE Publications. ISBN 978-1-4522-6578-0. 
  5. ^ Ellis, John (2002). "Physics gets physical (correspondence)". Nature. 415 (6875): 957. Bibcode:2002Natur.415..957E. doi:10.1038/415957b. PMID 11875539. 
  6. ^ Ellis, John (1986). "The Superstring: Theory of Everything, or of Nothing?". Nature. 323 (6089): 595–598. Bibcode:1986Natur.323..595E. doi:10.1038/323595a0. 
  7. ^ Chris Impey (26 March 2012). How It Began: A Time-Traveler's Guide to the Universe. W. W. Norton. ISBN 978-0-393-08002-5. 

Bibliografi

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya