Surah An-Nas (bahasa Arab: سورة الناس) adalah surah penutup (ke-114) dalam Al-Qur'an. Nama An-Nas diambil dari kata An-Nas yang berulang kali disebut dalam surah ini yang berarti manusia. Surah ini termasuk dalam golongan surah makkiyah terdiri dari 6 ayat. Isi surah adalah anjuran supaya manusia memohon perlindungan kepada Allah terhadap pengaruh hasutan jahat setan yang menyelinap di dalam diri.
Nama yang paling dikenal di berbagai cetakan Quran dan buku tafsir adalah Sūrah an-Nās. Penamaan tersebut sesuai dengan pembukaannya yang menyebutkan “Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhannya manusia’” dan pengulangan kata an-Nās (“manusia”) di dalam surah ini sebanyak lima kali. Al-Bukhari menamai surah ini Sūrah Qul A‘ūżu bi-Rabb al-Nās (سورة قل أعوذ برب الناس). Juga disebut Sūrah al-Mu‘awwiżatān (سورة المعوذتان “dua perlindungan”) bersama Sūrah al-Falaq. Bersama Surah al-Falaq juga, dua surah ini dinamai Sūrah al-Musyaqsyiqatain (سورة المشقشقتين “dua kicauan”) dan Sūrah al-Muqasyqisyatain (سورة المقشقشتين “dua penyembuh”).[1]
Teks
Allah pelindung manusia dari kejahatan bisikan setan dan manusia (1–6)
Nabi Muhammad menerima Surah al-Falaq, surah sebelum ini, dan surah ini setelah enam bulan terpengaruh sihir Labid bin al-A'sham dari Bani Zuraiq. Dua surah ini turun untuk dibacakan sebagai penyembuh sihir tersebut.[2][3]
Kedua surah ini adalah surah yang berpasangan. Tema sentral keduanya sama-sama permintaan perlindungan kepada Allah dari berbagai keburukan. Namun, keduanya berbeda dalam beberapa aspek. Pertama, penyebutan Allah dalam surah ini menggunakan atribut-Nya yang berhubungan langsung dengan manusia. Kedua, keburukan yang dimintai perlindungan darinya dalam surah ini khusus dari setan, sumber dari segala keburukan, sedangkan dalam surah sebelumnya ada macam-macam keburukan yang disebutkan. Ketiga, jika dalam surah sebelumnya disebutkan karakter setan, yaitu kedengkian, dalam surah ini disebutkan metode dan teknik setan; penyebutan semuanya bertujuan memberikan persepsi yang jelas kepada manusia tentang musuhnya agar bisa melindungi diri.[4]
Surat ini diawali perintah kepada Nabi Muhammad untuk mengucapkan suatu kalimat untuk meminta perlindungan menggunakan kalimat tersebut.[6] Perintah pengucapan ini berarti perintah untuk menjaga kalimat tersebut, bukan perintah untuk mengatakannya kepada orang lain sebagaimana yang ada pada ayat pertama Surah Al-Ikhlas.[6] Perintah ini juga berlaku kepada umat Islam karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa perintahnya khusus untuk Nabi, meskipun lafal perintah dalam surah ini ditujukan kepada Nabi.[6]
Muhammad diperintah untuk meminta perlindungan kepada Allah dengan menyebutkan tiga atribut-Nya: Tuhannya manusia, Raja manusia, dan Sesembahan manusia.[4] Suatu entitas pantas untuk dimintai pertolongan, termasuk perlindungan, jika memiliki ketiga atribut tersebut.[4]Isti‘āżah (استعاذة "permintaan perlindungan") yang ditujukan kepada Allah ini adalah permintaan perlindungan dari setan sebagai sumber dari berbagai keburukan.[7]
Rabb (رَبٌّ "Tuhan") maksudnya pemilik dan pencipta.[8] Rabb terkhusus digabungkan dengan kata manusia, sehingga menjadi gabungan kata "Rabb(nya) manusia". Penggabungan kata Rabb dengan manusia—selain makhluk lain yang juga Allah ciptakan dan kuasai—karena perlindungan yang diminta adalah dari keburukan setan yang ada di dalam hati manusia.[9] Keburukan tersebut menimpa manusia, menjadikan mereka sesat dan menyesatkan, sehingga sesuai jika Yang dimintai perlindungan disebutkan dengan gelar-Nya sebagai Tuhannya yang tertimpa keburukan.[9] Hal ini mirip dengan ungkapan kepada seorang pemilik budak, “Wahai pemilik fulan, jagalah budakmu agar tidak menggangguku.”[9]
Manusia tidak keluar dari aturan hukum Allah karena Allah adalah Raja manusia.[9] Kekuasaan hukum Allah dan kepemilikan-Nya tidak seperti kekuasaan hukum dan kepemilikan selain-Nya, sehingga ditambahkan bahwa Allah adalah sesembahan manusia.[10]
مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
Allah dimintai perlindungan dari setan. Ayat keempat tidak menyebutkan nama setan, tetapi atribut yang disebutkan cukup menjadi bukti untuk hal ini.[11] Setan disebut sebagai waswās (الوسواس), artinya yang berbicara dengan samar.[10] Setan menggunakan daya tarik propaganda, janji palsu, dan saran-saran jahat di pikiran manusia; untuk menyerang manusia.[11] Kata waswās dalam ayat ini dibuat khusus (ma‘rifat, dengan alif-lam ال) untuk menunjukkan kemutlakannya terhadap makna kiasan dan makna sebenarnya, sehingga mencakup setan yang memasukkan pikiran ke dalam jiwa manusia serta semua konspirator dan komplotan yang berbicara dengan samar dalam rangka pembunuhan, pencurian, dan penyesatan.[10]
Pranala luar
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
As-Sa'di, Abdurrahman Nashir (2003). "Tafsīr Sūrat al-Nās". Taysīr al-Karīm al-Raḥmān [Fasilitasi Yang Mahamulia Mahakasih] (dalam bahasa Arab). Beirut: Dar Ibn Hazm. hlm. 897.
Ibn 'Asyur, Muhammad ath-Thahir (1984). Al-Taḥrīr wal-Tanwīr [Pembebasan dan Pencerahan] (dalam bahasa Arab). 30. Tunis, Tunisia: Ad-Darut Tunisiyyah lin-Nasyr.