Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Suku Dayak Mali

Suku Dayak Mali adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Klemantan Dayak Darat (Land-Dayak) terdapat di Kecamatan Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau terutama mendiami seluruh Kecamatan Balai, Sanggau (Kota Kecamatan Batang Tarang), (kab.Sanggau) Kalimantan Barat.

Suku Dayak Mali

Suku Dayak Mali terbagi dalam beberapa sub-suku sebagai berikut:

Dayak Mali (bahasa Bahasa Dayak Mali utama/Induk)


Dayak Mali Peruan

Dayak Mali Taba / Dayak Taba

  • Sebagian/sepanjang daerah di Kecamatan Balai, Sanggau sampai ke Tayan Hulu,meliau, Jelimpo (kabupaten Landak)
  • Dialeknya: Bahasa Taba

Dayak Mali Keneles/Benawan

Agama

Suku Dayak Mali sebagian besar beragama Kristen Katolik dan sebagian Kristen Protestan, sedangkan yang beragama Islam hampir tidak ada[1] . Kebanyakan orang Dayak yang memeluk agama Islam karena perkawinan dengan Suku Melayu. Maka setiap perkawinan antara Dayak-Melayu, Dayak-Cina akan ada adat(sanksi) pindah suku. Ini hanya berlaku di Kalimantan barat. Tetapi ada sebagian Dayak mali mengakui diri secara umum dengan agama nenek moyang yaitu Kaharingan, Animisme, Dinamisme. Masyarakat Dayak menganggap agama Islam berkaitan dengan suku Melayu, sehingga apabila orang Dayak masuk Islam maka akan di sebut orang Melayu.

Strata sosial

Suku Dayak Mali sangat menghormati demang (kepala adat) yang merupakan kekuasaan tertinggi dalam adat. Kepala Adat menjadi pengayom atas seluruh aspek kehidupan bermasyarakat. Adat istiadat juga ditegakkan dengan sangat adil bagi masyarakat adat yang ada. Sementara itu, ada pemuka adat lain yang disebut panglima perang yang hanya berkuasa pada saat genting saja dan juga sebagai peredam/pendamai dalam masyarakat adat.[2]

Adat Istiadat

Perkawinan

Dalam budaya Dayak Mali, adat selalu ditetapkan berdasarkan hukum adat yang berlaku. Adat sekaligus hukum adat. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam adat perkawinan tersebut.

  • Hubungan keluarga mempelai. Kedua mempelai akan diberi sanksi apabila ada ikatan darah antara sampai keturunan ke-4. Boleh saja menikah asalkan membayar adat terlebih dahulu.
  • Antar hubungan saudara sekandung (Adik-kakak/ abang)= Adat Pelangkah. Apabila adik terlebih dahulu menikah maka adik tersebut harus membayar adat kepada kakak/ abang.
  • Hubungan antar suku (Tionghoa dan Melayu). Suku Dayak Mali telah membuat perjanjian dengan suku Melayu dan Tionghoa dari zaman nenek moyang. Apabila orang Dayak menikah dengan orang Melayu dan masuk Melayu (Islam) maka pihak Melayu harus membayar adat sebagai sanksi. Adatnya cukup besar dalam adat Dayak Mali. Demikian pula sebaliknya dan dengan suku Tionghoa juga terjadi hal yang sama. Tetapi dengan suku lain selain kedua suku tersebut tidak ada sanksi/ hukum adat yang berlaku. Suku yang lainnya bebas dari hukum bila menikah dengan suku Dayak mali. Tetapi bukan berarti bebas dari hukum yang lain yang berlaku bagi seluruhnya.
  • Penetapan hukum Adat pada saat mulai Pelaksanaan Perkawinan. Pada saat persiapan pernikahan akan ada perjanjian antara kedua mempelai tersebut. Dan jika dilanggar maka sangsinya akan lebih berat dari biaya pernikahan.

Pertanian

Berladang dalam suku Dayak Mali merupakan suatu tradisi yang sudah ada pada masa nenek moyang hidup. Ladang berpindah-pindah merupakan hal yang harus dilakukan, bagi suku Dayak sebab ladang berpindah-pindah selalu berkaitan dengan alam dan kesuburan tanah. Kalau tanah yang sama dibuka setiap tahun akan mengurangi kesuburan tanahnya. Maka membuka ladang yang sama bisa tiga sampai empat tahun lamanya. Waktu membuka ladang harus diadakan perjanjian dengan alam semesta terutama penunggu tanah (Sisil) ladang tersebut. Suku Dayak Mali percaya bawah manusia harus memberi makan dan membuat perjanjian agar penunggu tanah (Sisil) ladang tersebuat mau pindah ke tempat yang lain. Kalau tidak maka penunggu tanah tersebut bisa marah dan mengutuk manusia yang membuka ladang itu.

Budaya

Ngayau

Ngayau [3](memotong kepala manusia) merupakan budaya kanibal nenek moyang yang pernah ada dalam suku Dayak. Sekalipun budaya itu telah punah dan seharusnya sudah tidak ada lagi pada masa sekarang namun hal itu masih dapat kita saksikan pada era Orde Baru misalnya peristiwa Sanggau ledo (Kalbar) tahun 1997 dan peristiwa Sampit (Kalteng) tahun 2001. Ngayau merupakan budaya untuk mencari kepala manusia. Ketika kepala itu didapati maka keberanian, keperkasaan, kekuatan dan kehormatan akan diperoleh dengan seketika itu juga. Setiap orang Dayak yang mampu memperoleh kepala panglima suku atau orang yang terkuat dalam suku maka kekuatannya akan dapat diperoleh. Orang Dayak tersebut akan dikagumi sebagai panglima. Kepala panglima suku yang dipotong tadi akan dimakan dan tengkoraknya akan diawetkan. Kapala tersebut sampai sekarang masih digunakan untuk tarian Noto'gh. Yaitu menghormati/menghadirkan kepala manusia itu di depan umum pada saat selesai panen. Masih ada daerah-daerah tertentu yang sampai sekarang masih melaksanakan budaya Noto'gh tersebut.

Ganjor'ro adalah pesta adat selepas panen atau pesta bersyukur setelah panen padi. suku dayak mali dari kampung ke kampung akan menyelengarakan pesta ini untuk ucapan syukur pada apet kuya'ngh serta agar panenan pada tahun yang akan datang semakin berlimpah. upacara syukur ini dilaksanakan setahun sekali dan pesta syukurnya 3 atau 7 hari lamanya. ganjor'ro mengisyaratkan bahwa setiap orang harus berpesta sampai puas. suku dayak mali berpesta dengan makan-makan dan minum tuak ( sejenis minuman tradisional) sampai mabuk atau sering ada acara lomba besompok( bertanding minum minuman tuak) siapa yang tahan maka dialah pemenangnya.

Upacara notonkg atau Noton'gh adalah upacara untuk memberi makan kepada kepala nenek moyang. upacara ini masih terpelihara dengan baik dikampung-kampung tertentu yang memiliki/menyimpan kepala manusia zaman dulu. Upacara ini hanya berlangsung setahun sekali atau bila ada kejadian yang kurang baik dikampung

Balian adalah orang yang bekerja pada upacara adat Dayak yang bertugas untuk berurusan dengan Dunia Atas dan Dunia Bawah dari para roh manusia yang telah meninggal. Balian juga dapat bertugas memanggil jubata sebagai juru damai dalam suatu peristiwa yang menjadi topik pada suatu upacara adat, tugas ini seperti yang dilakukan oleh tukang tawar dalam upacara adat tersebut.

berancak adalah upacara untuk membersihkan kampung dari segala macam perbuatan jahat. berancak biasanya dilaksanakan selama 7 hari. adapun pantang yang harus dijalankan oleh orang dayak mali pada saat itu adalah: dilarang makan udang, terasi, ikan seluang (sejenis ikan air tawar dikalimantan), pakis dan rebung ( pucuk mambu), dilarang bernyanyi, bunyikan musik atau kendaraan, dilarang berpergian malam hari,dilarang menumbuk padi pada petang hari. setiap orang yang melangar peraturan tersebut harus membayar denda dan pantang saat itu dianggap batal dan harus diulangi lagi. semua biayanya dibayar oleh orang yang melangar pantang tersebut.

Tuak merupakan minuman khas Dayak. Setiap ada acara adat pasti pula ada arak atau tuak. Budaya membuat tuak merupakan budaya yang turun temurun. Orang Dayak sangat pandai membuat tuak dari ketan. Hasil dari fermentasi tersebut akan berubah menjadi minuman yang berasal dari tetesan minuman yang cukup membuat mabuk tersebut. Dalam tradisi Dayak yang disebut besompok (bertarung untuk minum arak) merupakan tradisi yang masih terpelihara sampai saat ini. Bukan sebagai kebangaan tetapi untuk mempererat persaudaraan dan keakraban karena tradisi dari zaman nenek moyang. Rasa minuman ini agak terasa manis tetapi bilater lalu banyak minum tuak ini maka sangat sulit untuk cepat pulih.

Hukum Adat

Hukum Adat adalah sanksi atau denda berupa barang-barang sebagai bukti adat itu sendiri. Sekalipun adatnya sederhana tetap akan menjadi bukti-bukti adat yang sah. Bagi orang Dayak adat merupakan hukuman yang sangat memalukan. Karena itu setiap orang Dayak harus tahu diri bahwa setiap orang yang bersalah sebenarnya ketika di adat maka sama harga dirinya telah hilang baginya sama dengan ditolak dalam masyarakat dayak Mali.

  • Struktural Pemegang Hukum Adat
  1. Dua Real di pegang/ dipimpin oleh pak RT/ RW disebut Kebayan
  2. Empat Real dipimpin oleh Pesirah (Kepala Adat Kampung)
  3. Enam Real dipimpin kepala adat Dusun disebut Jaya
  4. Delapan [Mi'gh] Real dipimpin Kepala Adat Desa disebut Tumenggung adat
  5. Dua Belas Real dipimpin kepala adat (pemangku adat) Kecamatan disebut Mangku

Harmoni Budaya

Kepala Adat

kepala adat adalah orang yang menjadi puncuk pimpinan dalam adat atau pemegan adat dalam budaya dayak mali. mereka memegang struktur adat tertentu dan tidak boleh melangkahi pemegang adat yang lain. karena itu sebagai kekuasaan masing-masing kepala adat. kepala adat tidak ada urusan dengan perangkat yang lain. ini bukan bearti mereka seenaknya saja menjalankan adat yang ada. karena aturan adat istiadat sudah ditentukan oleh masyarakat. mereka hanya berfungsi sebagai pemimpin dalam sidang dan setelah keputusan yang sama dari masyarakt adat maka mereka menjelaskan sanksi sesuai dengan adat yang berlaku.

Domong adalah penasihat adat sebagai orang yang dituakan dalam masyarakat. mereka berhak menjelaskan aturan adat yang ada bila ada terjadi kekeliruan dalam menjelasan sanksi dalam adat.

Dukun adalah orang yang menyembuhkan penyakit yang ada dikampung atau bila terjadi sesuatu yang mengganggu ketenteraman kampung oleh mahluk halus. mereka hanya berfungsi secara penuh bila mengobati orang atau bila ada ucapan syukur di kampung.

Panglima Perang adalah orang yang memimpin masyarakat adat bila terjadi perang dalam masyarakat dayak mali. mereka hanya berfungsi saat ada perang dan bila kepala adat mengizinkan untuk berperang. tetapi bila tidak maka panglima perang tidak dapat pergi berperang dengan cara melangkahi wewenang kepala adat karena panglima perang bisa dikenakan sanksi oleh kepala adat.110.138.237.96 14:38, 10 Desember 2010 (UTC)

Mitologi

Pedagi(Tempat Penyembahan Apet Kuyan'gh, Jobata, Jubata)

Pedagi merupakan tempat untuk menaruh persembahan dalam upacara adat dayak Mali. mereka yakin bahwa pedagi merupakan rumah sementara jubata di dalam dunia ini. di pedagi itu orang datang untuk membawa niat,syukur dan silih atas segala apa yang di rencanakan selama hidupnya didunia. pedagi adalah tempat kedua setelah puncak gunung yang juga ada pedaginya yang merupakan memiliki penunggu yang berbeda. biasanya pedagi selalu dekat dengan rumah penduduk. mereka percaya bahwa yang menunggu pedagi tersebut adalah Apet Kuyan'gh yang memiliki sifat baik dan menjaga kampung. Apet Kuyan'gh selalu di identikan dengan orang tua yang sudah ubanan, berjengot putih dan bersorban. Apet Kuyan'gh dianggap peduli dengan keamanan kampung dan selalu memberi rejeki pada kehidupan mereka.

sisil adalah penunggu lembah atau tanah berawa. Setiap orang yang akan membuka ladang baru atau tanah baru diwajibkan untuk memberi persembahan dan memohon kepada Sisil untuk meninggalkan tempat tersebut. Masyarakat menyebutnya sebagai balas budi.

Kamang adalah dewa pedagi yang ada di puncak gunung dianggap sebagai pusat segala-galanya. Pedagi tersebut hanya bila ada hajatan kampung secara besar-besaran misalnya pada saat syukuran setelah panen padi, ketika ada perang. Pedagi tersebut di jaga oleh Kamang yang merupakan sosok seorang manusia yang raksasa berlumuran darah dan sebagai dewa pencabut nyawa. Itu bila manusia melanggar aturan atau kaidah yang ada dalam kampung.Kamang merupakan dewa yang paling keramat.

Catatan kaki

  1. ^ http://banuadayak.wordpress.com/2010/08/31/kepercayaan-dan-agama-orang-dayak
  2. ^ Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat. Edisi I: Maret 2008.
  3. ^ http://id.wikipedia.org/wiki/Ngayau, 12-12-2010.

110.138.237.96 14:43, 10 Desember 2010 (UTC)

Kembali kehalaman sebelumnya