Sindrom dunia kejamSindrom dunia kejam (bahasa Inggris: mean world syndrome) adalah fenomena atau kepercayaan seseorang dalam memersepsikan dunia lebih kejam dan menakutkan daripada kenyataan.[1] Penyebab sindrom dunia kejam yakni paparan jangka panjang terhadap konten kekerasan di media massa yang biasa terjadi dalam intesitas sedang hingga berat.[2] Sindrom dunia kejam pertama kali dicetuskan oleh profesor komunikasi, George Gerbner pada tahun 1960-an.[3] Penemu teori kultivasi tersebut menegaskan bahwa paparan dalam intensitas sedang hingga berat konten kekerasan akan meningkatkan rasa ketakutan, pesimisme, kecemasan, kewaspadaan penonton sebagai respons terhadap ancaman yang dirasakan.[4][5] Hal tersebut disebabkan pengaruh media yang dikonsumsi penonton, memiliki kekuatan dalam menginformasikan dan mempengaruhi opini, sikap serta keyakinan dalam menilai dunia. SejarahSindrom dunia kejam pertama kali dicetuskan oleh profesor komunikasi, George Gerbner, pada tahun 1960-an dalam upaya menganalisis efek media (terutama televisi) terhadap penonton.[2] Proyek Indikator BudayaTahun 1968, George Gerbner mendirikan Proyek Indikator Budaya atau Cultural Indicator Project (CIP) guna menganalisis pengaruh televisi terhadap sikap dan persepsi penonton terhadap dunia. Dalam proyek tersebut[6], diperoleh database sebanyak 3.000 program televisi dan 35.000 karakter untuk menganalisis tren konten dan cara mempengaruhi persepsi penonton terhadap dunia.[7] Teori KultivasiProyek Indikator Budaya atau Cultural Indicator Project (CIP) digunakan oleh George Gerbner dalam menganalisis teori kultivasi ciptaannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa media berperan dalam mempengaruhi persepsi penonton tentang kenyataan melalui visualisasi yang diperlihatkan di televisi sehingga menyebabkan perubahan persepsi seseorang terhadap dunia nyata, sedangkan dalam teori kultivasi memaparkan pernyataan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang dalam dunia televisi, maka semakin besar pula kemungkinan untuk mempercayai kenyataan sosial seperti kenyataan yang digambarkan dalam televisi.[8] George Gerbner melakukan validasi teori kultivasi dan hipotesisnya melalui survei intensitas menonton televisi dapat mempengaruhi sikap dan keyakinan seseorang terhadap dunia. Survei tersebut mengategorikan responden menjadi tiga kelompok berdasarkan intensitas waktu menonton televisi yakni "pemirsa ringan" (kurang dari 2 jam sehari), "pemirsa sedang" (2-4 jam sehari), "pemirsa berat" (lebih dari 4 jam sehari). Hasilnya, George Gerbner menemukan kategori "pemirsa berat" (lebih dari 4 jam sehari) memvisualisasikan dunia nyata seperti yang digambarkan dalam televisi. "Pemirsa berat" juga cenderung mengalami rasa malu, kesepian, dan depresi lebih banyak daripada kategori lain atau yang hampir tidak menonton televisi.[9] Teori kultivasi menjadi teori dasar sindrom dunia kejam. George Gerbner mendefinisikan Proyek Indikator Budaya atau Cultural Indicator Project (CIP) sebagai fenomena atau keyakinan seseorang yang menonton televisi dalam intensitas sedang hingga berat lebih cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang berbahaya dan menakutkan.[10] Referensi
|