Serangan Carcassonne dan Trèbes
Pada tanggal 23 Maret 2018, terjadi serangkaian serangan teroris Islam di kota Carcassonne dan Trèbes di Prancis selatan. Redouane Lakdim, seorang warga Prancis-Maroko berusia 25 tahun (lahir 11 April 1992 di Taza, Maroko), menembak dua orang di sebuah mobil di Carcassonne (satu orang tewas) dan membajaknya. Ia melepaskan tembakan ke empat polisi (satu polisi luka parah). Lakdim pergi ke Trèbes, kemudian menyerang supermarket Super U, menewaskan dua warga sipil, melukai lainnya, dan menyandera sedikitnya satu orang. Ia sumpah setia kepada Negara Islam dan menuntut pembebasan Salah Abdeslam, satu-satunya tersangka serangan Paris November 2015 yang masih hidup. Seorang gendarme senior, Letkol Arnaud Beltrame, bersedia menukarkan dirinya dengan seorang sandera. Setelah buntu selama tiga jam, Lakdim menembak dan menusuk Beltrame. Pasukan GIGN langsung menyerbu supermarket dan menembak mati Lakdim. Lakdim disebut sebagai "prajurit Negara Islam" oleh Amaq News Agency. Presiden Prancis mencap serangan ini sebagai tindakan terorisme Islam. Lima orang tewas dalam serangan ini, termasuk pelaku, sedangkan lima belas lainnya luka-luka. Serangan CarcassonneMenjelang pukul 10:00 (09:00 UTC) tanggal 23 Maret 2018, Redouane Lakdim, bersenjatakan pistol, menghentikan sebuah mobil di pinggiran kota Carcassonne. Ia menembak dua orang di dalamnya (penumpangnya tewas dan sopirnya luka parah), lalu membajak mobil tersebut. Ia tampaknya menunggu di luar barak militer, kemudian memutuskan mencari barak polisi.[3] Ia menyerang empat polisi yang sedang berlari kecil ke barak dengan menabrak sekaligus menembak mereka.[1] Satu polisi tertembak; ia mengalami patah tulang dan cedera paru-paru. Lakdim kemudian mengendarai mobil tersebut ke Trèbes.[3] Krisis penyanderaanSekitar pukul 11:00, Lakdim memasuki supermarket Super U di Trèbes sambil membawa pistol, belati, dan tiga bom rakitan.[4] Saat itu terdapat lima puluh orang di dalam supermarket.[3] Ia meneriakkan "Allahu akbar",[5][6] menyatakan bahwa ia adalah prajurit Negara Islam,[7] dan mengaku bersedia "mati demi Suriah".[8] Ia menembak mati dua orang—karyawan supermarket dan pelanggan—dan menyandera sisanya.[2][3] Ia memerintahkan semua orang tiarap.[9] Sebagian besar sandera melarikan diri, sedangkan sisanya bersembunyi di ruang pendingin. Ratusan polisi dan gendarmerie segera tiba, menutup jalanan, dan mengevakuasi orang-orang di sekitar.[3][7] Mereka melihat Lakdim menyandera beberapa orang, termasuk perempuan yang dijadikan tameng hidup. Pasukan GIGN berkumpul di dekat supermarket. Menteri Dalam Negeri Gérard Collomb juga datang ke lokasi. Lakdim menuntut pembebasan Salah Abdeslam, tersangka utama serangan Paris November 2015.[3][7] Ia sempat keluar supermarket dan mengancam akan "meledakkan semuanya".[8] Polisi membawa ibu dan dua adik Lakdim untuk merundingkan pembebasan sandera, tetapi tidak berhasil.[2] Arnaud Beltrame, seorang letnan kolonel Gendarmerie Nasional berusia 44 tahun,[10][11][12] menawarkan agar ia ditukar dengan sandera terakhir, karyawan perempuan, dan Lakdim setuju. Beltrame menyalakan telepon genggamnya dan meletakkannya di meja supaya polisi bisa mendengar aktivitas di dalam. Setelah buntu selama tiga jam, Lakdim menusuk dan menembak Beltrame. Suara tembakan terdengar melalui telepon.[4] Pasukan GIGN langsung menyerbu supermarket pukul 14:40 dan terlibat baku tembak dengan pelaku. Dua menit kemudian, pelaku tewas. Dua anggota GIGN terluka. Tidak lama kemudian, anjing polisi memasuki gedung dan ambulans beserta helikopter tiba di lapangan parkir. Menteri Dalam Negeri dan pihak lainnya memuji kepahlawanan Beltrame.[2][3][9][13] Beltrame meninggal dunia di rumah sakit akibat luka yang dialaminya.[14] Otopsi menemukan bahwa Beltrame meninggal akibat luka tusuk mematikan di tenggorokan.[15] PelakuPelaku diidentifikasi bernama Redouane Lakdim, seorang pria Prancis-Maroko berusia 25 tahun yang lahir di Maroko. Ia tinggal di Carcassonne bersama orang tua dan adiknya dan rajin beribadah di masjid Carcassonne.[8] Sebelumnya, ia ditangkap dua kali atas kejahatan kecil dan sempat dipenjara selama satu bulan pada tahun 2016. Lakdim sangat aktif di jejaring sosial Salafis. Namanya dimasukkan ke daftar pantau ekstremis Islamis oleh pemerintah Prancis pada tahun 2014. Gerak-geriknya diawasi karena "radikalisme dan kedekatannya dengan aliran Salafis", tetapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda merencanakan serangan. Setelah ia tewas di Trèbes, polisi memeriksa rumahnya dan rumah teman dan kerabatnya. Polisi juga mewawancarai tetangga-tetangganya; salah seorang di antaranya menggambarkan Lakdim sebagai "pemuda yang baik". Menteri Dalam Negeri Gérard Collomb percaya bahwa ia bertindak sendirian.[3][7][9] Polisi menemukan catatan tentang Negara Islam di rumahnya yang tampaknya merupakan surat terakhir.[4] Lihat pulaReferensi
|