Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

Senjata termonuklir

Rancangan dasar senjata termonuklir oleh Teller–Ulam. Radiasi dari bom fisi utama memadatkan bom fisi bagian kedua yang mengandung bahan bakar fisi dan fusi. Bagian kedua yang dipadatkan tersebut dipanaskan dari sebuah ledakan yang berasal dari fisi kedua.
Edward Teller pada 1958

Senjata termonuklir atau yang lebih dikenal dengan bom hidrogen adalah sebuah senjata nuklir yang memanfaatkan energi dari reaksi fisi nuklir utama untuk memadatkan dan membakar reaksi fusi nuklir kedua. Hasilnya adalah sebuah ledakan yang lebih dahsyat dibandingkan dengan ledakan yang dihasilkan oleh senjata-senjata fisi satu tahap. Senjata termonuklir ini biasa disebut bom hidrogen atau disingkat bom H (H-bomb dalam bahasa Inggris) karena senjata tersebut menggunakan reaksi fusi pada isotop hidrogen. Tahapan fisi diperlukan untuk memicu reaksi fusi pada senjata tersebut.[1]

Uji coba pertama senjata termonuklir dilakukan oleh Amerika Serikat pada 1952 dengan konsep yang dikembangkan oleh sebagian besar negara yang menggunakan senjata nuklir.[2] Rancangan modern dari semua senjata termonuklir di negara tersebut dikenal dengan susunan Teller–Ulam yang disusun oleh Edward Teller dan Stanislaw Ulam pada 1951[3] untuk Amerika Serikat, dengan beberapa konsep disusun oleh John von Neumann. Bom termonuklir pertama yang siap digunakan adalah "RDS-6s" yang diuji pada 12 Agustus 1953 di Uni Soviet. Perangkat yang sama juga telah dikembangkan oleh Britania Raya, Prancis dan Republik Rakyat Tiongkok.

Karena senjata-senjata termonuklir menunjukkan rancangan paling efisien dalam besarnya daya ledak dengan berat di atas 50 kiloton, sebenarnya semua senjata nuklir yang disebarkan oleh lima negara anggota NPT hari ini adalah senjata termonuklir dengan rancangan Teller-Ulam.[4]

Ciri utama rancangan senjata termonuklir yang siap digunakan adalah sebagai berikut.

  1. Pemisahan tahap-tahap ledakan yang ditandai dengan pacuan "ledakan utama" dan sebuah "ledakan kedua" yang lebih dahsyat.
  2. Pemadatan tahap kedua oleh sinar-X yang berasal dari reaksi fisi utama yang disebut "ledakan radiasi" kedua.
  3. Pemanasan pada tahap kedua setelah pemadatan sebelumnya yang dingin oleh ledakan fisi kedua pada tahap tersebut.

Mekanisme ledakan radiasi pada senjata tersebut disebut mesin kalor yang menggunakan perbedaan suhu antara tahap kedua yang bersuhu tinggi, saluran radiasi sekitar dan bagian dalam senjata yang dingin. Perbedaan suhu tersebut secara singkat dipertahankan oleh sebuah penahan panas kuat yang disebut "pendorong" yang juga berperan dalam melunakkan ledakan serta meningkatkan dan memperpanjang pemadatan pada tahap kedua. Jika dibuat dari uranium, pendorong tersebut dapat menangkap neutron yang dibuat pada reaksi fusi dan fisi yang sedang berjalan sehingga daya seluruh ledakan dapat meningkat. Banyak senjata dengan rancangan Teller–Ulam yang ledakannya didominasi oleh reaksi fisi pada pendorong dan menghasilkan lepasan hasil fisi nuklir radioaktif.[butuh rujukan]

Perbedaan dengan Bom Atom

Detonasi

Perbedaan mendasar antara bom hidrogen dan bom atom adalah proses detonasinya. Bom atom, seperti yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, kekuatan ledaknya merupakan hasil dari pelepasan energi yang tiba-tiba saat membelah inti unsur berat, seperti plutonium. Proses ini dikenal dengan istilah reaksi fisi.Beberapa tahun setelah bom atom pertama dikembangkan di New Mexico, pemerintah Amerika Serikat mengembangkan senjata yang bergantung pada teknologi bom atom tetapi proses detonasinya diperbanyak agar ledakannya lebih kuat. Senjata tersebut dinamakan bom termonuklir.

Untuk bom termonuklir, proses detonasinya terdiri dari beberapa bagian. Diawali dengan detonasi sebuah bom atom. Ledakan pertama mewujudkan suhu panas jutaan derajat, sehingga tersedia cukup banyak energi untuk menggabungkan dua inti atom pada tahapan kedua yang dikenal sebagai fusi nuklir.

Bentuk

Menurut para pakar, senjata terbaru Korea Utara ini memiliki perbedaan dengan bom atom sebelumnya. Yakni, perangkat dengan bilik yang mengingatkan pada bom hidrogen dua tahap.

"Gambarnya menampilkan bentuk yang lebih komplit dari sebuah bom hidrogen dengan bom fisi dan tahapan fusi yang terhubung dalam bentuk jam pasir," ujar Lee Choon-geun, peneliti Science and Technology Policy Institute di Korea Selatan.

Kekuatan

Bom termonuklir bisa ratusan hingga ribuan kali lebih kuat dari bom atom. Kekuatan ledakan bom atom seringnya diukur dalam kiloton atau ribuan ton TNT, sementara bom termonuklir biasanya diukur dalam megaton, atau jutaan ton TNT.

Target

Bulan dan Tahun Kota Negara Penjatuh bom
6 Agustus 1945 Hiroshima Jepang Amerika Serikat
18 Februari 193723 Agustus 1943 Chongqing China Jepang
16 April 1944 Beograd Serbia Jerman

Lihat pula

Referensi

  1. ^ The misleading term "hydrogen bomb" was already in wide public use before fission product fallout from the Castle Bravo test in 1954 revealed the extent to which the design relies on fission.
  2. ^ From National Public Radio Talk of the Nation, November 8, 2005, Siegfried Hecker of Los Alamos, "the hydrogen bomb – that is, a two-stage thermonuclear device, as we referred to it – is indeed the principal part of the U.S. arsenal, as it is of the Russian arsenal."
  3. ^ (March 9, 1951). "On Heterocatalytic Detonations I. Hydrodynamic Lenses and Radiation Mirrors". LAMS-1225. Los Alamos Scientific Laboratory. Diakses pada 26 September 2014. Diarsipkan 2019-04-04 di Wayback Machine. on the Nuclear Non-Proliferation Institute Diarsipkan 2018-11-29 di Wayback Machine. website. This is the original classified paper by Teller and Ulam proposing staged implosion. This declassified version is heavily redacted, leaving only a few paragraphs.
  4. ^ Carey Sublette (3 Juli 2007). "Nuclear Weapons FAQ Section 4.4.1.4 The Teller–Ulam Design". Nuclear Weapons FAQ. Diakses tanggal 17 Juli 2011.  "So far as is known all high yield nuclear weapons today (>50 kt or so) use this design."

Daftar pustaka

Rujukan dasar
Sejarah
  • DeGroot, Gerard, "The Bomb: A History of Hell on Earth", London: Pimlico, 2005. ISBN 0-7126-7748-8
  • Peter Galison and Barton Bernstein, "In any light: Scientists and the decision to build the Superbomb, 1942–1954" Historical Studies in the Physical and Biological Sciences Vol. 19, No. 2 (1989): 267–347.
  • German A. Goncharov, "American and Soviet H-bomb development programmes: historical background" (trans. A.V. Malyavkin), Physics—Uspekhi Vol. 39, No. 10 (1996): 1033–1044. Available online (PDF)
  • David Holloway, Stalin and the bomb: The Soviet Union and atomic energy, 1939–1956 (New Haven, CT: Yale University Press, 1994). ISBN 0-300-06056-4
  • Richard Rhodes, Dark sun: The making of the hydrogen bomb (New York: Simon and Schuster, 1995). ISBN 0-684-80400-X
  • S.S. Schweber, In the shadow of the bomb: Bethe, Oppenheimer, and the moral responsibility of the scientist (Princeton, N.J.: Princeton University Press, 2000). ISBN 0-691-04989-0
  • Gary Stix, "Infamy and honor at the Atomic Café: Edward Teller has no regrets about his contentious career", Scientific American (October 1999): 42–43.
Analisis lepasan

Pranala luar

Dasar
Sejarah
Kembali kehalaman sebelumnya