Riot Games, Inc. adalah sebuah badan penyelenggara turnamen olahraga elektronik, pengembang permainan video dan penerbit permainan videoAmerika Serikat yang berbasis di Los Angeles bagian barat, California. Perusahaan tersebut dibentuk pada September 2006 untuk mengembangkan League of Legends, sebuah permainan arena pertempuran online dengan pemain yang banyak. Sejak dirilis pada 2009, perusahaan telah menghasilkan beberapa produk terkenal dalam waralaba yang sama. Untuk gim, Riot Games mengoperasikan 14 liga esports internasional, dan League of Legends World Championship. Per Mei 2018, Riot Games memiliki 24 kantor di seluruh dunia dan mempekerjakan sekitar 2.500 staf. Sejak 2011, Riot telah menjadi anak perusahaan konglomerat Tiongkok Tencent.
Riot telah menerima kritik atas tuduhan diskriminasi gender dan pelecehan seksual di tempat kerja dan, akibatnya, menggunakan arbitrasi paksa dalam menyelesaikan sengketa tersebut.
Sejarah
Penemu dari Riot Games, Brandon “Ryze” Beck dan Marc “Tryndamere” Merrill menjadi teman ketika menjadi teman sekamar di University of Southern California, dimana keduanya mempelajari bisnis dan memiliki ketertarikan pada video game.[1] Beck dan Merrill mempercayai bahwa teralu banyak pengembang video game yang melompat dari satu game ke game yang lain teralu cepat, dan memikirkan tentang video game yang berjudul Defense of the Ancients yang membuktikan bahwa video game dapat didukung dan dimonetisasi dalam jangka panjang.[1][2] Mereka juga mendapat inspirasi dari perancang video game Asia yang mengenakan biaya untuk keuntungan tambahan.[3]
Beck dan Merrill mencari dana lewat keluarga dan investor malaikat, lalu berhasil mengumpulkan dana sebesar 1.5 juta dolar AS untuk meluncurkan perusahaan mereka.[3] Riot Games didirikan pada September 2006 dan membuka sebuah kantor di sebuah toko mesin tua di bawah sebuah jembatan bernama Interstate 405 di Santa Monica, California.[4][5] Orang pertama yang direkrut oleh Riot Games adalah Steve “Guinsoo” Feak, salah satu pengempang awal dari DotA Allstars, sebuah permainan yang dianggap sebagai fondasi dari aliran MOBA.[1] Saat mereka menyempurnakan pembuatan awal League of Legends, mereka menawarkan para investor sebuah perusahaan video game yang berakar pada e-commerce. Merrill mengatakan bahwa mereka mendekati para penerbit yang bingung dengan kurangnya mode single-player dan model bisnis free-to-play.[6] Setelah beberapa putaran pendanaan berjumlah 8 juta dolar AS, termasuk investasi oleh firma modal ventura Benchmark dan FirstMark Capital, serta perusahaan induk asal Tiongkok, Tencent, yang kemudian menjadi distributor dari League of Legends di Tiongkok.[3][7][8]
Setelah 6 bulan pengujian beta, Riot Games kemudian merilis League of Legends sebagai game free-to-play pada 27 Oktober 2009.[1][9] Perancang dan eksekutif game mereka berpartisipasi dalam forum online untuk membuat penyesuaian berdasarkan umpan balik dari para pemainnya.[3] Pada 10 Mei 2010, Riot Games mengumumkan bahwa mereka akan mengambil alih distribusi dan operasi dari game mereka di Eropa; untuk melakukan hal tersebut, Riot Games memindahkan kantor pusat Eropa mereka yang sebelumnya berada di Brighton menjadi di Dublin.[10] Pada Februari 2011, Tencent menginvestasikan 400 juta dolar AS untuk 93 persen saham Riot Games.[3][11] Tencent membeli 7 persen sisanya pada 16 Desember 2015 yang harganya tidak disebutkan.[3][12]
Di tahun 2012, untuk merespon toksisitas dan pelecehan di League of Legends, Riot Games meluncurkan sebuah “tim tingkah laku pemain” yang terdiri dari psikologis untuk melawan pelecehan pada game mereka.[13][14] Taktik Riot Games untuk mengatasi masalah di League of Legends, termasuk sebuah fungsi obrolan opt-in antara pemain lawan, menginformasikan pemain yang dilarang tentang alasan larangannya, dan membuat sebuah pengadilan para pemain untuk mempertimbangkan larangan, menghasilkan penurunan laporan tingkah laku pelecehan sebanyak 30 persen.[13] Kemanjuran dari hasil tersebut telah dipertanyakan oleh para pemain dan pers gaming.[15] Pada 2013, League of Legends menjadi game PC yang paling banyak dimainkan di dunia.[16][17] Dari 2014 hingga 2016, angka dari pemain aktif League of Legends bertambah dari 67 juta menjadi lebih dari 100 juta.[3][18]
Riot Games direlokasi ke gedung baru di atas kampus seluas 8 hektar di West Los Angeles pada 2015.[3][19] Pada Maret 2016, Riot Games mengakuisisi Radiant Entertainment, sebuah pengembang lain yang pada saat itu sedang mengerjakan Rising Thunder dan Stonehearth.[20] Rising Thunder dibatalkan setelah akuisisi dilakukan, dan tim yang mengerjakan game tersebut dialokasikan untuk sebuah proyek baru.[21] Pada 13 Oktober 2017, Beck dan Merrill mengumumkan bahwa mereka mengembalikan fokus mereka untuk mengembangkan game, bertujuan untuk menciptakan pengalaman baru bagi video game dan para pemain esports.[22] Beck dan Merrill menyerahkan operasi sehari-hari dan keseluruhan manajemen tim League of Legends kepada tiga karyawan lama: Dylan Jadeja, Scott Gelb dan Nicolo Laurent, yang sebelumnya menjabat sebagai Chief Financial Officer (CFO), Chief Technology Officer (CTO) dan presiden.[22] Kemudian, Gelb dan Laurent masing-masing menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) dan Chief Executive Officer (CEO), sementara Beck dan Merrill menjadi ketua Riot Games.[23] Hingga Mei 2018[update], Riot Games employs 2,500 people,[24] operating 24 offices around the world.[25]
Pada Oktober 2019, Riot Games mengumumkan beberapa game baru: sebuah versi dari League of Legends untuk perangkat seluler dan konsol yang berjudul League of Legends: Wild Rift, sebuah versi perangkat seluler dari mode Teamfight Tactics di League of Legends yang berdiri sendiri, dan permainan kartu koleksi digital berjudul Legends of Runeterra, dengan ketiganya dijadwalkan untuk rilis di tahun 2020.[note 1] Perusahaan ini juga memperkenalkan beberapa game yang akan dirilis di masa depan – sebuah game tactical shooter berjudul Valorant (yang dinamakan dengan nama kode Project A), Project L, dan Project F – yang belum diberikan detail lengkapnya selain deskripsi dari aliran permainannya.[27][28]
Pada Desember 2019, Riot Games mengumumkan Riot Forge, sebuah label penerbitan yang dipimpin oleh Leanne Loombe. Label tersebut bermitra dengan studio pengembangan game yang lebih kecil untuk pembuatan game League of Legends, dengan beberapa game jenis ini sedang dalam pengembangan.[29] Dua game dari Riot Forge diumumkan di The Game Awards 2019, yaitu: Ruined King: A League of Legends Story oleh Airship Syndicate, dan Convergence: A League of Legends Story oleh Double Stallion Games.[30] Divisi lain, Riot Tabletop, diumumkan pada Januari 2020, untuk memproduksi permainan meja; permainan mereka pertama berjudul Tellstones: King’s Gambit yang dirilis pada tahun 2020.[31]
Riot mengakuisisi Hypixel Studios pada April 2020, yang telah mereka investasikan selama delapan belas bulan sebelumnya untuk membantu mereka mempublikasikan Hytale, sebuah game sandbox berbasis voxel.[32] Lalu pada bulan yang sama, Riot mengumumkan rencananya untuk mendirikan sebuah kantor di Singapura pada akhir tahun itu. Riot Games Singapura bertujuan untuk mendukung game buatan Riot yang sudah ada dan akan berfokus utama pada pengembangan game-game baru dari perusahaan tersebut.[33] Jason Bunge dipekerjakan sebagai Chief Marketing Officer dari Riot Games pada Oktober 2020.[34]
Esports
Riot Games mengoperasikan liga esports di seluruh dunia. Ini termasuk Seri Kejuaraan League of Legends, yang terdiri dari liga-liga di Amerika Utara dan Eropa.[35][36] Secara total, ada lebih dari 100 tim di 14 liga regional Riot Games di seluruh dunia.[37][38] Tim bersaing selama satu musim yang dipisahkan menjadi dua pemisahan musiman.[38] Tim mendapatkan poin kejuaraan untuk lolos ke dua kompetisi internasional utama: Mid-season invitational dan League of Legends World Championship.[39][40]League of Legends World Championship dari Riot games adalah turnamen profesional tahunan di akhir setiap musim.[41][42]
Selama tahun 2010 dan 2011, tim Riot Games mengembangkan konten baru untuk League of Legends;[1] pada saat itulah perusahaan menyadari bahwa orang-orang juga suka menonton permainan yang dimainkan.[1] Hasilnya, Riot Games mendirikan liga esports League of Legends yang memproduksi siaran mingguan dan membuat jadwal permainan profesional.[1] Menyusul acara kejuaraan dunia pertama Riot Games pada tahun 2011, diadakan sebuah pertemuan kecil di sebuah konferensi di Swedia, perusahaan memutuskan untuk mengubah turnamen mereka menjadi acara seperti olahraga profesional.[3] Riot berinvestasi dalam peralatan penyiaran, menyewa produser program olahraga, dan melatih pemain pro agar "siap untuk TV".[3] Pada tahun 2012, Riot Games mengadakan turnamennya di Pusat Galen Universitas California Selatan, menawarkan hadiah uang US$1 juta.[3] Riot Games telah mengadakan turnamen di Berlin, Seoul, Madison Square Garden di New York City, dan Staples Center di Los Angeles.[3]
Perusahaan menjual sponsor perusahaan, merchandise, dan hak streaming untuk liga esports-nya.[3] Pada 2015, investor membeli saham dalam tim dan mulai membangun regu mereka sendiri.[3] Di antara pemilik tim di liga Riot Games juga merupakan pemilik Washington Wizards, Cleveland Cavaliers, Houston Rockets, Golden State Warriors, Philadelphia 76ers, Los Angeles Dodgers, co-founder AOL Steve Case, dan life coach Tony Robbins.[3][43][44]''Inc.'' mengutip pertumbuhan liga dan kepemilikan profil tinggi sebagai bagian dari alasannya menjadikan Riot Games sebagai Perusahaan Terbaik Tahun 2016.[3] Menyusul perdebatan mengenai apakah pemain dan pelatih pro harus memiliki bagian yang lebih besar dari pendapatan esports Riot Games dan kekhawatiran yang muncul tentang perusahaan yang membuat perubahan dalam game sebelum pertandingan, perusahaan mengeluarkan surat terbuka pada tahun 2016 yang menjanjikan pembagian pendapatan yang lebih tinggi dan lebih banyak kolaborasi dengan tim profesional.[3] Pada 2017, Riot Games mengadakan League of Legends World Championship di Cina, dengan finalnya berlangsung di Beijing.[42] Pada tahun yang sama, perusahaan mengumumkan akan mewaralabakan sepuluh tim North American League of Legends Championship Series, yang menelan biaya setidaknya US $ 10 juta untuk masuk. US$10 million to enter.[45]
Pandemi covid-19 melanda dunia, membuat gelaran League of Legends World Championship atau Worlds 2020 diadakan dengan sistem gelembung dan tanpa penonton langsung di Cina. Gelaran Worlds 2020 ini juga mendapatkan penghargaan sebagai Best Esports Event dari ajang The Game Awards 2020. Selain itu, Worlds 2020 mencatatkan rekor sebanyak satu miliar jam ditonton oleh sebanyak 23,04 juta orang per menit.[butuh rujukan]
Pada gelaran Worlds 2021, Kota Shenzhen (Cina) terpilih menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia League of Legends.[46]
Riot Games melarang ekspresi pandangan pribadi tentang apa yang dianggapnya sebagai masalah sensitif (termasuk politik dan agama) selama siaran langsung acara esports.[47]
Pada Oktober 2016, Riot Games merilis Mechs Vs. Minions, sebuah gim bertemakan meja permainan yang kooperatif berdasarkan League of Legends.[54][55] Gim bertemakan meja permainan milik Riot adalah Tellstones: King's Gambit, permainan menggertak untuk dua atau empat pemain, dirilis pada tahun 2020.[56][57]
Kritik dan kontroversi
Tuduhan atas diskriminasi gender dan pelecehan seksual
Selama paruh pertama dari tahun 2018, Kotaku melakukan pembincangan dengan 28 mantan karyawan dan karyawan yang masih bekerja pada Riot Games. Beberapa orang dari mereka mengaku bahwa karyawan perempuan pada Riot telah didiskriminasi. Sebagai contoh, beberapa mencatat bahwa ide-ide yang berasal dari karyawan perempuan diabaikan sementara ide yang sama dari karyawan laki-laki dengan mudah diterima, dan beberapa karyawan wanita yang sudah siap menjabat untuk jabatan yang lebih senior, hanya ada untuk dilewati oleh karyawan pria baru. Karyawan-karyawan ini mendeskripsikan bahwa lingkungan kerja Riot sebagai “bro culture”. Tuduhan yang lain termasuk menerima foto-foto alat kelamin pria dari rekan kerja dan bos-bos, sebuah email yang mengspekulasikan tentang bagaimana rasanya melakukan penetrasi terhadap seorang karyawan wanita, dan sebuah daftar yang disebar antara anggota staf senior yang berisikan daftar karyawan perempuan yang ingin mereka tiduri.[58]Kotaku berspekulasi bahwa ini datang dari sejarah Riot yang umumnya bergantung kepada pemain game akut baik dalam penjualan produk maupun mempekerjakan untuk pelatihan, yang menyebabkan perusahaan lebih menggungulkan karyawan laki-laki ketimbang yang wanita.[58]
Beberapa karyawan Riot yang didekati oleh Kotaku menegaskan bahwa tuduhan ini tidak benar atau sudah ditangani; sebagai contoh, menurut kepala platform, Oksana Kubushyna, usaha untuk memperbaiki proses perekrutan untuk menjadi lebih beragam dan inklusif terhadap wanita yang sudah dimulai sembilan bulan sebelum artikel itu diterbitkan.[58] Pimpinan komunikasi perusahaan dari Riot Games, Joe Hixson, mengatakan bahwa mereka sudah menganggap masalah itu penting dan tidak sejajar dengan nilai-nilai inti dari Riot. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa semua karyawan Riot harus bertanggung jawab atas lingkungan kerjanya.[59]
Pada minggu berikutnya setelah artikel Kotaku tersebut diterbitkan, beberapa developer baik yang masih bekerja maupun yang sudah tidak, maju untuk menceritakan pengalaman mereka sendiri saat bekerja di Riot, yang termasuk klaim pelecehan seksual dan misgendering. Dalam sebuah pernyataan kepada Gamasutra, Hixson menunjukkan bahwa perusahannya mengambil tindakan atas cerita dan tanggapan yang beredar. Dia menguraikan bahwa, sehubungan dengan klaim perilaku buruk oleh eksekutif tingkat tinggi di Riot, senioritas seorang individu tidak akan berdampak pada proses kedisiplinan.[60] Pada akhir tahun 2018, Riot mengungkapkan bahwa mereka sedang mengimplementasikan 7 “langkah awal” untuk mengubah budaya internal perusahaan sehubungan dengan masalah-masalah yang diangkat pada public, termasuk prioritas “Culture and Diversity & Inclusion Initiative”.[61] Untuk membantu pengimplementasian ini, Riot mempekerjakan Frances X. Frei sebagai penasihat senior untuk keanekagaraman, kepemimpinan, dan strategi.[62]
Sebagai bentuk respons terhadap artikel Kotaku, Riot menawarkan sesi di PAX West pada 2018 untuk calon pengembang video game dengan panel dan sesi tatap muka untuk meninjau resume; sesi hanya diterima untuk perempuan dan orang-orang non-biner. Anggota dari komunitas game Riot mengungkapkan kemarahan atas tidak memasukkan laki-laki ke dalamnya, sementara karyawan Riot membela keputusan tersebut diperlukan untuk memperbaiki sifat lingkungan pengembangan video game yang didominasi oleh laki-laki. Beberapa respon balik terhadap Riot termasuk pelecehan dan ancaman. Sebagai tanggapan, saat penembakan yang terjadi pada turnamen video game di Jacksonville, Florida pada Agustus 2018, Riot berencana untuk meningkatkan keamanan di acara yang akan datang.[63] Dua karyawan dari Riot mencoba untuk menanggapi umpan balik dari acara PAX, yang berujung pada pemecatan kepada seorang dan seorang lagi pergi meninggalkan perusahaan tersebut, Riot menyatakan bahwa pengunduran diri ini terpisah dari Diversity Initiative mereka.[64]
Pada Desember 2018, CEO dari Riot, Nicolo Laurent, mengirimkan sebuah surel kepada semua karyawannya yang menyatakan bahwa setelah dilakukannya penyeledikan internal perusahaan, COO mereka, Scott Gelb, ditangguhkan selama dua bulan tanpa bayaran atas kesalahan di tempat kerja dan akan mengambil kelas pelatihan sebelum dia kembali. Riot menyatakan kepada Kotaku bahwa masih ada kasus lain yang sedang mereka selidiki tetapi tidak melibatkan senior seperti Gelb, dan karenanya tidak akan membahas kasus-kasus ini secara terbuka.[65] Pada Januari 2019, Riot memperbarui nilai-nilai perusahaan mereka pada situsnya, pertama kali semenjak 2012, untuk mencerminkan “bro culture” yang disebutkan dalam laporan Kotaku,[66] dan pada Februari 2019, mereka mempekerjakan Angela Roseboro sebagai kepala petugas keberagaman perusahaan untuk membantu meningkatkan budaya mereka.[67]
Setelah kira-kira tiga bulan berlalu dari cerita Kotaku, satu karyawan yang masih bekerja dan satu mantan karyawan Riot mengajukan gugatan terhadap perusahaan, menyatakan bahwa perusahaan tersebut terlibat dalam diskriminasi gender dalam kaitannya dengan gaji dan posisi mereka, dan bahwa perusahaan tersebut telah menciptakan tempat kerja yang "bermusuhan secara seksual". Gugatan tersebut berpuaya untuk mengkualifikasikannya sebagai gugatan class-action, dan ganti rugi yang akan didasarkan pada gaji yang belum dibayar, kerusakan, dan faktor lain yang akan ditentukan di persidangan.[68] Tiga karyawan lainnya mengikuti dengan tuntutan hukum mereka sendiri terhadap Riot Games di bulan-bulan berikutnya. Riot Games berusaha agar dua gugatan dibatalkan pada April 2019, dengan alasan bahwa dua penggugat wanita dari gugatan ini, ketika dipekerjakan, telah menyetujui arbitrasi pihak ketiga daripada mengambil tindakan pengadilan.[69] Secara internal, beberapa karyawan Riot mengancam akan keluar, sebuah gagasan yang telah ada sejak artikel Kotaku pertama, karena di samping paksaan untuk menggunakan arbitrasi, para karyawan ini merasa Riot belum meningkatkan transparansi prosesnya dan sebaliknya terus mempertahankan Gelb meskipun dia diskors.
Sebuah penyelesaian yang diusulkan dicapai dalam gugatan class-action pada Agustus 2019, yang akan mencakup setidaknya US$10 juta sebagai ganti rugi bagi perempuan yang telah dipekerjakan di Riot Games selama lima tahun sebelumnya.[70] Perwakilan kelas mengindikasikan bahwa mereka pikir itu akan mengarah pada perubahan, sementara Riot mengatakan bahwa ada masalah lain yang tidak tercakup dalam gugatan, dan bahwa mereka juga bermaksud untuk menyelesaikan masalah yang tidak diakui.[71]
Departemen Pekerjaan dan Perumahan yang Adil (DFEH) California telah menyelidiki klaim diskriminasi gender di Riot Games sejak Oktober 2018. Pada Juni 2019, DFEH mengumumkan bahwa Riot telah membantah memberikan mereka dokumen yang diminta dan sedang mengupayakan tindakan untuk memaksa mendapatkan dokumen-dokumen ini, meskipun Riot menanggapi dengan mengatakan bahwa mereka memenuhi semua permintaan DFEH.[72] Atas kabar penyelesaian tersebut, Departemen mengajukan pengaduan ke pengadilan yang menyatakan bahwa mereka yakin penyelesaian tersebut terlalu rendah, memperkirakan bahwa gugatan berpotensi bernilai hingga US$400 juta. Divisi Penegakan Standar Tenaga Kerja negara bagian juga mengajukan pengaduan, percaya penyelesaian tersebut akan membebaskan Riot dari kewajiban tenaga kerja yang telah diangkat oleh gugatan tersebut. Kedua pengaduan tersebut mendesak pengadilan untuk menolak penyelesaian yang diusulkan.[73] Riot menolak nilai DFEH yang lebih besar untuk gugatan tersebut, dan menolak tuduhan yang diajukan oleh DFEH bahwa mereka telah berkolusi dengan pengacara kelas untuk mengurangi jumlah yang akan mereka bayarkan melalui penyelesaian.[74]
Sebagai hasil dari temuan negara bahwa persyaratan penyelesaian seharusnya dihargai lebih tinggi, kelompok tersebut menarik penyelesaian yang diusulkan sebesar US$10 juta dan mencabut penasihat hukum aslinya, membawa pengacara baru yang telah terlibat dalam tuntutan hukum sebelumnya terkait dengan Me Too Movement pada Februari 2020.[75] Sebagai tanggapan, Riot mengatakan mereka menemukan angka US$10 juta "adil dan memadai dalam keadaan" setelah analisis, tetapi tetap berkomitmen untuk mencapai resolusi.[76]
Riot dan Laurent digugat oleh mantan asisten Laurent pada Januari 2021 atas tuduhan diskriminasi seksual, termasuk bahasa yang tidak pantas dan penganiayaan tenaga kerja.[77] Riot membuka penyelidikan oleh tiga anggota dewan direksi, termasuk Profesor Youngme Moon dari Harvard Business School, terhadap perilaku Laurent sebagai tanggapan atas gugatan tersebut. Mereka melaporkan pada Maret 2021 bahwa "Kami menyimpulkan bahwa tidak ada bukti bahwa Laurent melecehkan, mendiskriminasi, atau membalas dendam terhadap penggugat. Oleh karena itu, kami telah mencapai kesimpulan bahwa, saat ini ... tidak ada tindakan yang harus diambil terhadap Laurent.”[78]
Alienware yang mensponsori acara esports League of Legends Riot, mengakhiri kemitraannya dengan Riot setahun lebih awal dari masa kontrak mereka pada Maret 2021 karena proses pengadilan yang sedang berlangsung atas tuduhan pelecehan seksual.[79]
Sengketa klausul arbitrasi paksa
Riot juga telah dikritik oleh karyawannya karena mengharuskan penggunaan arbitrasi paksa dalam kontrak kerja sebagai akibat dari gugatan diskriminasi gender. Riot memungkinkan karyawan untuk berbicara secara anonim dengan pers, dan menunjukkan niat mereka untuk menggunakan rapat balai kota dan diskusi kelompok yang lebih kecil dengan Roseboro dan karyawan untuk menentukan tindakan di masa depan.[80] Riot juga berkomitmen untuk menghapus arbitrasi wajib dalam kontrak karyawan baru dan berpotensi untuk yang sudah ada setelah litigasi saat ini diselesaikan.[81] Selain itu, Riot membuat rencana 90 hari mulai Mei 2019 untuk terus menangani masalah internal terkait keragaman dan inklusi.[82] Meskipun demikian, lebih dari seratus karyawan Riot melakukan pemogokan kerja pada 6 Mei 2019, menuntut agar Riot mengakhiri arbitrasi paksa untuk semua karyawan lama dan saat itu juga.[83] Sekitar dua minggu setelah pemogokan tersebut, Riot mengembalikan posisi mereka, dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan mengubah arbitrasi paksa dalam perjanjian yang ada selagi proses pengadilan saat ini terhadap perusahaan sedang berlangsung.[84]
Lainnya
Pada bulan Juni 2020, Ron Johnson, kepala produk konsumen global Riot Games, membagikan postingan Facebook yang mengklaim bahwa George Floyd telah dibunuh oleh polisi "karena gaya hidup kriminalnya". Perusahaan kemudian menempatkan Johnson cuti untuk melakukan penyelidikan, setelah itu Ron mengundurkan diri dari perusahaan.[85][86][87][88]
Riot telah mengumumkan kemitraan yang direncanakan dengan kota berkembang Neom di Arab Saudi pada Juli 2020, dengan kota tersebut untuk mensponsori seri League of Legends European Championship yang akan datang. Tak lama setelah pengumuman tersebut, penggemar game, serta karyawan Riot, mengkritik perusahaan melalui media sosial dan saluran streaming mereka atas kemitraan tersebut, mengutip catatan Arab Saudi tentang hak asasi manusia dan upaya kekerasan untuk mengusir suku Howeitat dari daerah tersebut selama pembangunan kota. Riot membatalkan kemitraan dalam beberapa hari sebagai tanggapan, meminta maaf dan mengatakan bahwa kemitraan itu telah terburu-buru.[89]
Riot dikritik karena memasarkan karakter League of Legends baru dengan membuat akun Twitter untuk karakternya di mana mereka menyinggung perjuangannya dengan kesehatan mentalnya, termasuk harga diri yang rendah, kecemasan, dan sindrom penipu.[90] Beberapa menulis bahwa akun tersebut adalah upaya untuk mengelabui pemain agar merasa dekat dengannya dalam upaya untuk beriklan.[91] Direktur kreatif Patrick Morales mengatakan bahwa, meskipun dia "bangga" dengan anggota tim yang mengerjakan kampanye, hal itu memiliki "dampak yang tidak diinginkan di luar narasi yang ingin kami sampaikan".[92]
Litigasi
Pada 2017, Riot Games mengajukan gugatan terhadap pengembang dari game seluler berjudul Mobile Legends: Bang Bang, yaitu Moonton Technology Co. karena adanya pelanggaran hak cipta dengan alasan kesamaan antara Mobile Legends dan League of Legends. Kasus tersebut awalnya dihentikan di California karena forum non-konvensi. Kemudian, Tencent atas nama Riot Games mengajukan gugatan baru ke pengadilan Tiongkok, yang memenangkan Tencent pada Juli 2018 dan memberikan ganti rugi sebesar 2,9 juta dolar AS.[93][94]
Pada Oktober 2019, Riot Games mengajukan gugatan terhadap Riot Squad Esports LLC, sebuah organisasi esports asal Chicago yang didirikan pada Maret 2019. Riot Games menuduh Riot Squad dengan sengaja melanggar merek dagang "Riot" milik Riot Games.[95][96]
Catatan
^League of Legends: Wild Rift ditunda sebagai dampak dari pandemi COVID-19.[26]
^Crecente, Brian (October 27, 2019). "The origin story of League of Legends". The Washington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 16, 2020. Diakses tanggal November 9, 2020. And in their minds, the Warcraft III mod didn’t clear the way just for the birth of a new genre of gameplay known as a multiplayer online battle arena or MOBA, it also proved the viability of a still relatively young concept in gaming: Games as a service.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Crecente, Brian (October 27, 2019). "The origin story of League of Legends". The Washington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal November 16, 2020. Diakses tanggal December 26, 2020. “We originally just wanted to be a game developer, but then when we talked to publishers at the time they were like, ‘Wait, you’re not going to have single player (gameplay) and you want the game to be free and virtual? What are you talking about?” Merrill said.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Alexander, Leigh (July 10, 2008). "Riot Games Get a $7M Launch". Kotaku. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 26, 2018. Diakses tanggal June 25, 2018.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^LeJacq, Yannick (March 25, 2015). "How League Of Legends Enables Toxicity". Kotaku. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 26, 2020. Diakses tanggal December 24, 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Offices". Riot Games. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 26, 2018. Diakses tanggal June 25, 2018.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"Introducing LoL Esports Manager". nexus.leagueoflegends.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal May 29, 2020. Diakses tanggal April 21, 2020.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)