Pippin III (meninggal 24 September 768), yang disebut juga Pippin Pendek (Pépin le Bref), Pippin Muda (Pippin der Jüngere), atau Pippin Hebat,[1] merupakan Raja Franka pertama (751–68) dari Kekaisaran Karoling. Pada tahun 741 ia dan saudaranya Karlmann menjadi ahli waris kepemimpinan ayahanda mereka, Karl Martell, sebagai mayordomo dan pemimpin de facto kerajaan selama masa peralihan pemerintahan (737–43). Setelah pengunduran diri Karlmann (747), Pippin mendapat izin Paus Zakarias untuk menggulingkan pemimpin Merovingia yang terakhir, Childerich III, dan mengambil takhtanya pada tahun (751). Ia dinamakan sama seperti kakeknya, Pippin II, sebagai pergantian nama kakeknya, Pippin I.
Pippin meninggal pada tahun 768 dan digantikan oleh putranya Charlemagne dan Karlmann, yang tidak diragukan lagi merupakan salah satu penguasa terkuat dan sukses di zamannya, pemerintahan Pippin ini sebagian besar dibayangi oleh putranya yang lebih terkenal.
Mendapat kekuasaan
Ayahanda Pippin Karl Martell meninggal pada tahun 741. Ia membagi pemerintahan kerajaan Franka di antara Pippin dan kakandanya, Karlmann, putra-putranya dengan istri pertamanya: Karlmann menjadi Mayordomo di Austrasia sedangkan Pippin menjadi Mayordomo di Neustria. Grifo, putra Karl dengan istri keduanya, Swanahild (juga dikenal sebagai Swanhilde), meminta bagian dari warisan, tetapi ia malah dipenjarakan di dalam sebuah biara oleh kedua saudara tirinya.
Di dalam kerajaan Franka penyatuan kerajaan dasarnya terkait dengan hamba raja. Sehingga Karlmann untuk mengamankan penyatuan ini mengangkat Childerich, Merovingia ke atas takhta (743). Kemudian pada tahun 747 entah Karlmann yang memutuskan untuk atau ditekan untuk memasuki sebuah biara. Hal ini membuat Frankia jatuh ke tangan Pippin sebagai Mayordomo tunggal di istana dan dux et princeps Francorum.
Pada saat Karlmann pensiun, Grifo melarikan diri dari penjara dan pergi ke Adipati Odilo dari Bayern, yang menikahi Hiltrude, saudari Pippin. Pippin meredakan pemberontakan yang dipimpin oleh saudara tirinya dan berhasil sepenuhnya memulihkan batas-batas kerajaan.
Di bawah pengaturan kembali Frankia oleh Karl Martell, dux et princeps Francorum adalah komandan pasukan kerajaan, di samping tugas administratifnya sebagai Mayordomo istana, dan terutama komandan pasukan penjaga yang dipertahankan Karl Martell sejak Perang Toulouse pada tahun 721.
Raja Karolingia pertama
Sebagai Mayordomo, Pippin adalah hamba atas keputusan-keputusan Childerich III yang hanya bergelar Raja namun tidak memiliki kekuasaan. Karena Pippin memiliki kendali atas para tokoh dan memiliki kekuasaan raja yang sesungguhnya, ia sekarang mengajukan pertanyaan kepada Paus Zakarias:
Mengenai raja-raja Franka yang tidak lagi memiliki kekuasaan raja: apakah ini merupakan hal yang tepat?
Mendapat banyak tekanan dari Langobardi, Paus Zakarias menyambut baik langkah yang dilakukan oleh suku Franka untuk mengakhiri kondisi yang tak tertahankan dan meletakkan konstitusional bagi pelaksaan kekuasaan raja. Paus menjawab bahwa keadaan seperti hal tersebut tidak tepat: kekuasaan de facto lebih penting daripada kekuasaan de jure.
Setelah keputusan ini takhta dinyatakan kosong. Childerich III dipecat dan diasingkan ke sebuah biara, ia merupakan raja Merovingia yang terakhir.
Menurut adat kuno, Pippin kemudian terpilih sebagai Raja Franka oleh majelis ningrat suku Franka, dengan sebagian besar pasukannya di tangan (apabila para bangsawan cenderung untuk tidak menghormati Bulla kepausan). Sementara itu, Grifo melanjutkan pemberontakannya, tetapi akhirnya terbunuh di medan perang Saint-Jean-de-Maurienne pada tahun 753.
Pippin dibantu oleh sahabatnya Vergilius dari Salzburg, seorang rahib Irlandia yang diduga menggunakan sebuah salinan "Collectio canonum Hibernensis" (hukum kanon koleksi Irlandia) yang menganjurkannya untuk menerima upacara pengurapan raja yang akan membantunya diakui sebagai raja.[2] Diurapi pertama kalinya pada tahun 751 di Soissons oleh Santo Bonifasius, Uskup Mainz, Pippin makin berkuasa setelah Paus Stefanus II yang melakukan perjalanan ke Paris dan mengurapinya untuk yang kedua kalinya di dalam sebuah upacara mewah di Basilika St. Denis pada tahun 754, dan menganugerahkannya gelar tambahan patricius Romanorum (Patrician Romawi) yang juga merupakan sebuah penobatan pertama yang tercatat untuk penguasa sipil oleh Paus. Dikarenakan harapan hidup yang singkat pada zaman itu, dan juga akan harapan Pippin yang menginginkan kelangsungan hidup keluarganya, Paus juga mengurapi putra-putra Pippin, Charles (yang akhirnya dikenal sebagai Charlemagne) dan Karlmann.
Perluasa Kerajaan Franka
Tindakan besar Pippin yang pertama sebagai raja adalah berperang melawan raja Lombardia, Astolfo, yang memperluas Ducatus Romanus. Pippin yang memenangkan pertempuran itu memaksa raja Lombardia untuk mengembalikan properti yang disita dari Gereja. Ia memastikan Kepausan di dalam kepemilikan Ravenna dan Pentapolis, yang disebut Sumbangan Pippin, dimana Negara Gereja didirikan dan pemerintahan temporal Kepausan dimulai.[3] Di sekitar tahun 752, ia mengalihkan perhatiannya ke Septimania. Raja yang baru itu menuju ke selatan di dalam ekspedisi militer ke bawah lembah Rhone dan menerima penyerahan Septimania timur (diantaranya Nîmes, Maguelone, Beziers dan Agde) setelah mengamankan penyerahan Comte Ansemond. Raja Franka itu melanjutkan investasinya di Narbonne, kubu utama Kekhalifahan Umayyah di Septimania, tetapi tidak dapat menangkapnya dari Muslim, Iberia sampai tujuh tahun kemudian pada tahun 759,[4] ketika mereka diusir ke Hispania.
Namun Aquitaine masih tetap berada di bawah pemerintahan pemimpin Basque-Aquitaine, Waïfre. Waïfre tampaknya telah menyita wilayah Gereja, dan diduga mendistribusikannya di antara pasukannya. Pada tahun 760, setelah menguasai Roussillon dari kaum Muslim dan menaklukkan Adipati Waïfre, Pippin memindahkan pasukannya atas Toulouse dan Albi, dirusak dengan api dan pedang sebagian besar Aquitaine, dan sebagai balasannya, para comte yang mendukung Waïfre menjarah Bourgogne. Pippin akhirnya menyerang Aquitaine (perkotaan, bukan 'Romawi' Franka) Clermont dan Bourbon, yang dipertahankan oleh pasukan Waïfre Basque ditangkap dan dideportasi ke Prancis utara bersama dengan keluarga mereka.
Pada tahun 763, Pippin maju lebih jauh ke wilayah pusat Waïfre dan menangkap benteng-benteng utama (Poitiers, Limoges, Angoulême, dll), setelah dimana Waïfre melakukan serangan balasan dan pertempuran sengitpun terjadi. Pippin memilih untuk menyebarkan teror, membakar villa-villa, menghancurkan kebun-kebun anggur dan membubarkan biara-biara. Pada tahun 765, taktik brutal itu tampaknya membuahkan hasilnya bagi suku Franka, yang menghancurkan perlawanan di pusat Aquitaine (ibu kota Waïfre, Bordeaux jatuh pada tahun 767) dan menghabisi seluruh wilayah. Sebagai akibatnya, para bangsawan Aquitaine dan Basque dari luar Garonne juga tidak memiliki pilihan selain menerima sebuah traktat perjanjian pro-Franka (Fronsac, skt. tahun 768). Waïfre melarikan diri namun ia akhirnya dibunuh oleh para pengikutnya yang putus asa.
Peninggalan
Pippin meninggal di dalam suatu kampanye pada tahun 768 diusianya yang ke-54. Ia dikebumikan di dalam Gereja Basilika Saint Denis. Istrinya Bertrada juga dimakamkan disana pada tahun 783. Charlemagne membangun kembali Basilika untuk menghormati kedua orangtuanya dan menempatkan tanda-tanda di pintu masuk.[5]
Opini sejarah tampaknya kerap menganggapnya sebagai ayahanda yang kurang terkenal daripada kedua laki-laki tersebut, meskipun ia menjadi hebat atas upayanya sendiri. Ia melanjutkan membangun Kavaleri berat yang dimulai oleh ayahandanya. Ia mempertahankan pasukan berdiri yang dibuat oleh ayahandanya yang diperlukan untuk melindungi wilayah dan membentuk inti dari pasukan penuh di masa peperangan. Ia tidak hanya mengikutsertakan Muslim Iberia seperti yang dilakukan oleh ayahandanya, tetapi mengusir mereka ke yang sekarang adalah Prancis dan, yang penting, ia berhasil menundukkan Aquitaine dan Basque setelah bermusuhan selama tiga generasi, sehingga membuka pintu gerbang ke pusat Gaul selatan dan Muslim Iberia. Ia melanjutkan perluasan ayahandanya gereja Franka (kerja misionaris Jerman dan Scandinavia) dan infrastruktur kelembagaan (Feodalisme) yang akan menjadikan tulang punggung Eropa di abad pertengahan.
Pemerintahannya tidak besar seperti ayahandanya atau putranya, tetapi secara historis penting dan bermanfaat bagi suku Franka. Pemahkotaan Pippin dan gelar Patrician di Roma, menandakan penobatan kekaisaran putranya yang biasanya dianggap sebagai pendiri Kekaisaran Romawi Suci. Ia menjadikan Karolingia de jure dari de facto yang dibuat oleh ayahandanya — wangsa yang memerintah dari suku Franka dan kekuatan utama Eropa. Meskipun tidak dikenal sebagai seorang jenderal besar, ia tak terkalahkan selama hidupnya.
Keluarga
Pippin menikahi Leutberga yang berasal dari wilayah Danube. Mereka memiliki lima orang anak. Ia diceraikan beberapa waktu setelah kelahiran Charlemagne dan anak-anaknya dikirim ke biara.
^Pierre Riché, The Carolingians: A Family Who Forged Europe (Philadelphia, 1993), 65. Meskipun jarang, namanya juga dieja "Peppin".
^Enright, M.J. Iona, Tara, and Soissons: The Origin of the Royal Anointing Ritual. (Arbeiten zur Frümittelalterforschung, 17) Berlin and New York: Walter de Gruyter, 1985. Pp. ix, 198.