Kekaisaran Akhemeniyah pada tahun 500 SM; Persis merupakan daerah di dalam lingkaran merah yang ditandai. Kota-kota utamanya adalah Persepolis dan Pasargadae.
Persis (bahasa Yunani Kuno: Περσίς, translit. Persís), juga dikenal sebagai Persia (bahasa Persia Kuno: 𐎱𐎠𐎼𐎿, translit. Parsa; bahasa Persia: پارس)[1] atau Persia Inti, adalah sebuah daerah bersejarah yang mencakup hampir seluruh Provinsi Fars di Iran. Bangsa Persia dan penutur bahasa Iran Barat Kuno lainnya awalnya bermigrasi langsung dari Asia Tengah atau melalui Pegunungan Kaukasus,[2] pada awal milenium pertama SM.[2] Nama daerah ini yang juga kemudian dipakai untuk menyebut masyarakat Parsa, yang awalnya menyebut diri sebagai Ariya (𐎠𐎼𐎡𐎹).
Kekaisaran Akhemeniyah kemudian ditaklukan oleh Aleksander dari Makedonia pada tahun 330 SM, melanjutkan wilayah yang luas warisan Akhemeniyah dari Yunani hingga Sungai Indus.
Beberapa satrap Helenistik diketahui setelah penaklukan Aleksander, terlebih Frasaortes, yang memerintah pada tahun 330 hingga 324 SM, seorang dari Oksines yang merebut posisinya dan kemudian ditaklukan oleh Aleksander, dan seorang jenderal Makedonia bernama Peukestas, yang belajar bahasa Persia dan mengikuti adat-istiadat setempat, menerapkan kebijakan yang cenderung persofilia.[6][7][8] Peukestas mempertahankan kesatrapan Persis hingga Pertempuran Gabiene (316 SM), setelah itu dia dicopot dari posisinya oleh Antigonos.[8] Sebuah masa pemerintahan singkat Seleukos mengambil alih wilayah tersebut pada tahun 312 SM.[7]
Ketika Kekaisaran Seleukia didirikan, mungkin tidak pernah memperluas kekuasaannya di luar jalur perdagangan utama di Persis, dan pada masa pemerintahan Antiokhos I Soter atau mungkin kemudian, Persis muncul sebagai negara merdeka yang mencetak koinnya sendiri.[10]
Beberapa penguasa Persia kemudian, membentuk dinasti Frataraka diketahui telah bertindak sebagai perwakilan Seleukia di Persis.[11] Mereka memerintah dari akhir abad ke-3 SM hingga awal abad ke-2 SM, dan Vahbarz atau Vādfradād I meraih kemerdekaan sekitar tahun 150 SM, ketika kekuasaan Seleukia berkurang di wilayah Persia barat daya dan wilayah Teluk Persia.[11]
Selama masa peralihan kekuasaan, sesuai dengan pemerintahan Vādfradād II dan raja lain yang tidak pasti, tidak ada gelar kewenangan yang muncul di balik koin mereka. Gelar sebelumnya prtrk' zy alhaya (Frataraka) telah hilang. Namun, di bawah pemerintahan Dārēv I, gelar baru mlk atau raja, muncul dengan kadang-kadang dengan penyebutan prs (Persis), menunjukkan bahwa raja-raja Persis telah menjadi penguasa negara yang merdeka.[12]
Ketika raja Mihrdat I (k. 171-138 SM) mengambil alih Persis, dia membentuk dinasti Arsak dan diizinkan untuk terus mencetak koin dengan gelar mlk ("raja").[11][13]
Babak adalah penguasa kota Kheir. Usaha Babak dalam memperoleh kekuasaan lokal pada saat itu luput dari perhatian Ardawan IV, seorang kaisar Partia saat itu. Babak dan putra sulungnya bernama Shapur berhasil memperluas kekuasaan mereka ke seluruh Persis.
Peristiwa selanjutnya tidak jelas, karena sifat sumber yang samar. Namun dapat dipastikan bahwa setelah kematian Babak sekitar tahun 220, Ardashir yang pada saat itu adalah gubernur Darabgird, terlibat dalam perebutan kekuasaan sendiri dengan kakak laki-lakinya bernama Shapur. Sumber mengatakan bahwa pada tahun 222, Shapur terbunuh ketika atap sebuah bangunan runtuh menimpanya.
Ardaxšir, mengalahkan raja Partia terakhir yang sah bernama Ardawan V pada tahun 224 M, dan dimahkotai di Tisfon sebagai Ardaxšir I (Ardashir I), šāhanšāh ī Ērān, menjadi penguasa pertama Kekaisaran Sasaniyah.[12]
Pada titik ini, Ardashir memindahkan ibu kotanya lebih jauh ke selatan Persis dan mendirikan ibu kota di Ardashir-Khwarrah (sebelumnya Gur, kini Firouzabad).[14]
Setelah menetapkan kekuasaannya atas Persis, Ardashir I dengan cepat memperluas wilayah Sasaniyah, menuntut kesetiaan dari pangeran Fars setempat, dan mendapatkan kendali atas Kerman, Isfahan, Susiana, dan Mesene.
Artabanus membentuk pasukan untuk kedua kalinya melawan Ardashir I pada tahun 224. Pasukan mereka bentrok di Hormizdegan, di mana Ardawan terbunuh. Ardashir dimahkotai pada tahun 226 di Tisfon sebagai penguasa tunggal Persia, mengakhiri Kekaisaran Partia yang berusia 400 tahun, dan memulai kekuasaan Kekaisaran Sasaniyah yang hampir sama panjangnya, di atas wilayah yang bahkan lebih besar, sekali lagi menjadikan Persia sebuah kekuatan terkemuka di dunia yang dikenal, hanya saja kali ini bersama dengan musuh bebuyutannya dan penerus lawan Persia sebelumnya, yaitu Romawi bersatu dan Romawi Timur yang berbangsa Yunani.
Sasaniyah memerintah selama 425 tahun, sampai tentara Muslim menaklukkan kekaisaran. Setelah itu, bangsa Persia mulai memeluk agama Islam, hal ini memudahkan kekhalifahan dan kesultanan baru Muslim untuk melanjutkan perluasan kekuasaan sejak abad ke-7.